Bab 2 Karena kamu adalah istriku
Mendengar suara itu, tubuh Putri gemetaran.
Dia menoleh kearah Aditya, kakeknya yang dari kecil tidak pernah perhatian kepadanya.
Bahkan, saat dia lahirpun, tidak datang menjenguk hanya karena dia seorang perempuan.
Tapi sekarang, dia malah ingin mencarikan seorang suami untukku, ingin membuat keputusan atas hidupku.
Putri menahan emosi, nafasnya naik turun, dia marah, dia tidak berdaya, dia ingin membuka mulut untuk menentang semua ini, namun dia melihat Gilang yang duduk di kursi roda, menatap ke arahnya dengan memelas dan mengeleng-gelengkan kepalanya.
Dan Putri akhirnya memilih untuk tetap diam.
“Hadirin, setelah seleksi ketat dari keluarga Lesmana, diantara belasan kandidat baik , kami telah memilih 1 orang yang terbaik, untuk menjadi suami dari Putri. Saya berharap, kedua orang ini bisa mendapatkan doa restu dari hadirin sekalian!”
Perkataan Aditya ditutup dengan tepuk tangan yang meriah dari para tamu.
Tepuk tangan yang meriah itu terdengar seperti olokan dan simpati di telinga Putri.
Matanya memerah, dia berusaha keras untuk menahan air matanya.
“Ayah, ini orangnya.”
Guntur mengeluarkan selembar kartu dan memberikannya kepada Aditya, diatas kartu itu tertulis nama dari kandidat yang mereka pilih.
Mereka sudah memeriksa dengan jelas, orang ini tidak berlatar belakang, dan juga yatim piatu. Tidak saja berumur 30 tahun lebih, latar belakang pendidikannya juga sangat rendah, tidak mempunyai keahlian khusus, dia juga seorang gelandangan, dapat disimpulkan bahwa dia orang yang sangat tidak kompeten.
Ditambah lagi, dia juga memiliki penyakit delusi.
Dengar-dengar, penyakit ini pun turun temurun.
Dengan seperti ini, asalkan Putri menikah dengannya, dia tidak hanya kehilangan haknya atas harta warisan keluarga Lesmana, kelak anaknya pun jangan berharap akan mendapatkan warisan apa apa dari keluarga Lesmana.
Guntur melirik kearah Putri dan orang tuanya sambil tersenyum puas.
“Selanjutnya, saya akan mengumumkan, kandidat yang terpilih!”
Aditya memiliki penyakit presbiopi, sehingga dia sedikit kesulitan untuk membaca, dia mencoba menyipitkan matanya sebelum akhirnya berkata : “Selamat kepada pemuda yang beruntung, Dimas!”
Segera, semua orang menolehkan kepalanya ke pintu belakang hotel.
Tentu saja lelaki yang dinikahkan kedalam keluarga wanita hanya bisa masuk melalui pintu belakang.
Saat itu juga, pintu terbuka, dan seorang anak muda melangkah masuk.
Pasangan suami istri Gilang dan Indah, tidak tahan untuk melihat.
Mereka tahu, kakaknya akan mencarikan seorang yang paling tidak berguna untuk dijadikan suami Putri.
Berbeda dengan orang tuanya, Putri penasaran, dia menolehkan kepalanya, kira kira siapa yang akan menjadi suaminya.
Dimas mengangkat kepalanya, tatapan mereka bertemu.
Dia berjalan masuk, semua orang menatapnya dengan ekspresi mengejek dan meremehkan.
“Selamat kepadamu, Dimas, kamu begitu spesial bisa menjadi bagian dari keluarga Lesmana.”
Guntur berkata, “Kamu tidak perlu berterima kasih kepada kami, kami hanya berharap kelak kamu akan memperlakukan Putri dengan baik.”
Menurutnya, memberikan Dimas yang gelandangan dan yatim piatu ini sebuah keluarga, adalah kebaikan besar keluarga Lesmana.
Guntur berjalan kearah Putri, menyalaminya dengan lembut, ekspresi wajahnya penuh prihatin.
“Putri, kemari.”
Dia menggandeng tangan Putri, mengantarkannya ke depan Dimas, lalu meletakkan tangan Putri diatas tangan Dimas dengan sungguh-sungguh.
Adegan ini membuat para tamu yang menyaksikannya bertepuk tangan, seolah olah ini adalah acara pertunangan yang begitu bahagia.
Namun, Gilang dan keluarganya tahu, bahwa semua orang sedang mengolok-olok keluarga mereka!
Besok, seluruh kota Malang akan mengetahui bahwa Putri memiliki seorang calon suami yang tidak berguna, dan hal ini akan dijadikan bahan gosipan untuk waktu yang lama.
Pikiran Putri kosong, seolah olah jiwanya sudah meninggalkan raganya.
Dia seperti tidak bisa mendengar dan melihat, dia bahkan tidak tahu kapan acara ini akan berakhir.
Begitu acara selesai, Indah langsung meninggalkan tempat itu sambil menangis, dan Gilang hanya bisa mengejar dengan kursi rodanya.
Didepan pintu hotel, angin berhembus menerpa wajah Putri dan menyadarkannya.
Melihat Dimas berdiri disampingnya, dia berkata dengan suara serak, namun wajahnya datar tak berekspresi.
“Paman, saya tidak menyalahkanmu.”
Dia berkata dengan suara lembut, “Kamu juga orang yang kasihan.”
Dimas berumur 10 tahun lebih tua daripada Putri, wajar saja Putri memanggilnya dengan sebutan Paman.
Dimas tidak berkata apapun.
Dia hanya diam saja sejak awal.
Yang berdiri di depannya sekarang, adalah anak perempuan yang dia temui 15 tahun lalu, tidak ada yang berubah darinya, masih saja begitu baik hati.
Bahkan dalam situasi seperti ini, ketika dia sendiri juga teraniaya, namun demi keberlangsungan hidup orang tuanya, dia rela menerimanya.
“Yo, sepupu, selamat ya.”
Tiba-tiba, seseorang keluar dari pintu hotel, menyalami Putri dan berkata, “Selamat, kamu mendapatkan suami yang begitu luar biasa!”
Kata luar biasa sengaja diberi penekanan yang begitu mengejek.
Putri mengerutkan keningnya, sambil mengigit bibir dan mengepalkan tangannya, dia menoleh kearah Fajar.
“Ayahku begitu menaruh hati dan pikirannya demi memberlangsungkan acara penting ini untukmu.”
Fajar menghela nafasnya dan berkata, “Sekarang sudah selesai, akhirnya kamu sudah memiliki keluarga sendiri, dengan begitu, pamanku akhirnya sudah bisa merasa lebih tenang.”
Selesai bicara, tanpa memperdulikan wajah pucatnya Putri, Fajar melirik kearah Dimas.
Menantu tak berguna ini, merupakan orang yang ditemukan oleh ayahnya, dia tidak bisa menahan tawanya saat teringat apa yang tertulis di dokumen Dimas.
Bagaimana orang bisa setidak berguna dan sesampah ini.
“Adik ipar, setelah menjadi bagian dari keluarga Lesmana, kamu harus memperlakukan adik sepupuku dengan baik,”
Dengan nada menghina, Fajar berkata, “Cepatlah punya anak, dengan begitu kakek akan sangat senang.”
“Tidak peduli anak yang kamu lahirkan seperti apa nantinya, sekalipun kejiwaannya terganggu, keluarga Lesmana tetap sanggup membiayainya kok.”
Putri sudah tidak bisa menahan dirinya lagi, “Fajar, apakah sudah cukup bicaramu!”
“Putri, aku ini sedang memberi ucapan selamat pada kalian loh.”
Fajar berkata lagi, “Kakek tadi sudah bilang kan, semoga kalian cepat memiliki seorang anak. Kalau menurutku, setelah pulang dari sini, langsung kalian urus saja masalah ini.”
Bila nantinya anakmu lahir dan memiliki gangguan kejiwaan, maka akan menjadi lebih lucu lagi.
“Kamu!”
Putri mengangkat tangannya, raut wajah Fajar berubah menjadi serius.
“Kenapa, kamu mau memukul ku?”
Putri mengigit bibirnya, dia begitu marah dan tersakiti.
Kalau hari ini dia berani memukul cucu laki-laki tertua keluarga Lesmana, maka besok keluarganya harus siap-siap diusir dari keluarga Lesmana!
Di mata kakeknya, Aditya, hanya cucu laki-laki yang dianggap bagian dari keluarga Lesmana, Putri… bahkan tidak memenuhi kualifikasi.
Begitu Putri menurunkan tangannya, Fajar menjadi lebih sombong lagi.
Sejak kecil, dia selalu menganggu Putri, sedangkan Putri, jangan harap bisa mendapatkan keuntungan apapun dari nya.
“Aku ini melakukannya demi kebaikanmu, kamu malah tidak menghargainya.”
Fajar sengaja menghela nafas, “Kalau bukan karena keluarga Lesmana yang membiayai ayah cacatmu itu, kalian bertiga sudah lama mati kelaparan, bahkan sekarang pun kami masih berusaha keras mencarikan mu seorang suami, tidak berterima kasih pun tidak masalah, sekarang masih berani beraninya mau memukulku.”
“Kalau Kakek sampai mengetahui hal ini, akibatnya….”
Sekujur badan Putri bergemetar.
Dia menatap Fajar dengan marah, bagaimana bisa dia setidak tahu malu ini!
Putri berbalik dan hendak pergi, tapi Fajar malah menghentikannya.
“Putri, semua ini keputusan Kakek, kalau kamu merasa tidak puas, silahkan beritahu Kakek.”
Putri begitu marah sampai air matanya berderai.
“Apa yang kamu inginkan sekarang?”
Tiba-tiba Dimas yang daritadi diam, membuka mulutnya.
Putri menolehkan kepalanya, menatap Dimas, dan berkata.
“Aku hanya ingin menamparnya!”
“Piak!”
Tamparan itu mendarat tepat setelah Putri menyelesaikan kalimatnya, Fajar terjatuh dan memegangi wajahnya.
Sensasi pedas di wajahnya ini, berasal dari sebuah tamparan yang mendarat di wajahnya.
Dan yang melakukannya adalah Dimas!
Fajar tercengang, begitu juga dengan Putri.
Berani beraninya Dimas memukul Fajar?
ia itu hanya seorang menantu!
“Kamu….”
Seketika juga, Putri ketakutan dan wajahnya menjadi pucat pasi.
Dimas akan dihabisi oleh kakeknya, Aditya!
“Kenapa kamu mengikuti kata-kataku begitu saja?” Putri bertanya.
“Karena kamu adalah istriku.”
Kata Dimas.