Bab 6 Syaratnya berbeda
“Kamu!”
Fajar menjadi murka, tapi dia tidak berani balas memukulinya.
Tangannya sudah pernah dipatahkan oleh Dimas sinting ini!
Dia tidak mau memprovokasi orang gila ini!
Guntur mengerutkan keningnya, dia tidak menyangka, suami yang dia carikan untuk Putri benar-benar gila, sampai berani memukuli Fajar anaknya, didepannya.
“Saya belum membuat perhitungan denganmu!”
Guntur menyipitkan matanya, menatapnya dengan aura menghina.
Tapi dia tiba-tiba merasa terintimidasi ketika menatap kedua mata Dimas!
Kedua kakinya pun menjadi lemas.
Seolah dia sedang menatap seekor monster buas yang siap menerkamnya!
Tatapan matanya begitu menakutkan!
“Membuat perhitungan denganku?”
Dimas berkata dengan santai , “Sepertinya hari ini kalian bukan datang untuk meminta bantuan Putri, tapi untuk mencari masalah ya.”
Mendengar hal ini, Guntur langsung menenangkan dirinya, mencoba memadamkan api amarah didalam hatinya.
Dia tidak mau gara-gara orang gila ini, membuat urusan pentingnya menjadi tertunda.
Setelah masalah kontrak selesai, baru memikirkan cara untuk memberi pelajaran kepada orang orang ini.
“Hmm, Putri, perusahaan Lesmana membutuhkan bantuanmu.”
Dia menatap Putri dengan kesal, tidak ada kata-kata yang tulus.
Putri bingung harus berbuat apa.
Bahkan Indah pun masih tercengang.
Dia tidak menyangka, Guntur bisa datang kerumahnya untuk memohon bantuan Putri.
Tapi, perilaku mereka barusan, benar-benar membuat orang jengkel!
“Sepertinya kamu masih belum mengerti ya.”
Putri benar-benar tidak tahu harus berkata apa, Dimas yang membantunya berbicara.
“Saya ingatkan sekali lagi, memohon bantuan orang, harus merendahkan diri, hari ini sikap kalian kurang baik, datang lagi besok, persyaratannya pun sudah berubah.”
Mendengar hal ini, raut wajah Guntur berubah.
Matanya berdenyut, dia menatap Dimas dingin.
“Kamu benar-benar merasa tanpa Putri kami tidak bisa menandatangani kontrak ini ya?”
“Kalau tidak percaya, coba saja.”
Dimas mengatakannya dengan tenang, begitu tenangnya sehingga membuat Indah dan Putri ikut terbengong.
Apa…. Apakah benar ini menantu gelandangan yang baru memasuki keluarga mereka?
“Putri, Ayahku memberi kesempatan kepada kalian, jangan tidak tahu terimakasih!”
Fajar berkata dengan kesal.
Putri membusungkan dadanya dan berkata dengan tegas : “Aku tidak peduli!”
“Baik! Baik! Baik!”
Guntur hanya bisa berkata “baik” , dia menatap sinis kearah Dimas dan keluarga barunya ini, sambil berteriak , “Gilang, kamu sebagai kepala keluarga, benar-benar berhasil mengurus keluargamu ini ya!”
Setelah berteriak, dia berdehem dan menarik Fajar keluar dari rumah itu.
Pintu belakang baru terbuka saat ini, Gilang keluar dengan kursi rodanya, wajahnya berubah menjadi pucat pasi.
Kalau Guntur tidak pergi, dia tidak berani keluar.
“Apakah Kakak marah?”
Gilang bertanya dengan cemas , “Sekarang bagaimana?”
Indah hanya bisa menatapnya pasrah.
Saat putrimu dihina, kemana saja kamu?
Sekarang, kamu malah balik bertanya kepada mereka harus bagaimana!
“Hanya sebuah pekerjaan, saya tidak peduli.”
Putri berkata sambil melihat orang tuanya , “Ayah, Ibu, tidak usah khawatir, aku bisa menghidupi kalian berdua!”Hati Indah terasa begitu sakit melihat putrinya menderita.
Rumah ini, keluarga ini, malah menjadi beban tanggungan untuk Putri.
Dia ingin menjaga Gilang, dengan harapan dapat membantu Putri, tapi ternyata itu tidak ada apa-apanya.
“Dan juga aku.”
Dimas membuka mulut, “Aku akan menjaga kalian.”
Disaat itu, Gilang dan istrinya, menatap Dimas.
Tadi Dimas menampar Fajar karena sikap kurang ajarnya terhadap Indah, Indah merasakan niat baiknya, meskipun dia membenci Dimas tapi disaat ini dia tidak bisa mengatakan apa-apa.
“Saya mau masak saja.”
Indah berbalik menuju ke dapur.
Gilang juga tidak tahu harus mengatakan apa, hanya bisa kembali ke kamarnya dan mengunci pintu.
Putri menarik Dimas kembali ke kamar, dia masih sedikit terkejut.
“Kamu, barusan kamu bilang apa?”
“Saya, saya bilang kalau saya akan membantumu menjaga orang tuamu.”“Hah?”
Putri menatap Dimas dengan tatapan tak percaya.
Dia masih belum menerima kenyataan bahwa Dimas adalah suaminya.
Dia bahkan sedang berpikir bagaimana cara menjelaskan ke Dimas, kalau mereka itu tidak mempunyai harapan bersama.
Bukan hanya karena masalah latar belakang Dimas, tapi Dimas itu juga berusia 10 tahun lebih tua darinya.
“Paman….”
Putri berkata dengan ragu-ragu.
“Persiapkan dirimu, kapan mau pergi untuk menanda tangani kontrak.”
Mendengar ucapan Dimas, Putri tiba-tiba lupa mau berkata apa.
“Apakah Paman benar-benar bisa datang memohon kepadaku?”
Proyek Pak Budi memang sudah dia ikuti sejak lama, secara garis besar sudah tidak ada masalah, hanya tinggal penanda tanganan kontrak saja.
Siapapun yang diutus sama saja, kenapa harus dirinya?
Lagipula, Guntur dan Fajar memiliki koneksi yang lumayan di kota Malang, mencari seseorang untuk menghubungkan mereka, sama sekali bukan masalah.
“Emm, memang harus kamu.”
Dimas berkata dengan gampangnya.
……
Guntur dan Fajar kembali ke rumah.
“Bang!”
Fajar langsung membanting gelas yang ada di meja.
“Tidak ada alasan!”
Dia mencurahkan rasa frustasinya , “Ayah, kenapa kamu menahanku? Aku mau membunuh orang gila itu!”
Dua kali berturut-turut dipukuli Dimas, kalau sampai berita ini tersebar, dia, Fajar Lesmana bagaimana bisa berdiri gagah di kota Malang lagi?”
Orang orang akan mengolok oloknya karena dipukuli oleh orang gila.
“Jangan memprovokasi orang gila, membunuh orang tidak membuat mereka dipidana.”
Guntur kembali berdehem.
Dia tidak habis pikir, dia mencarikan Putri seorang suami tak berguna, eh malah terpilih orang sinting.
Orang seperti ini, kalau bukan karena tidak ada cara lain lagi, dia bahkan malas berurusan dengannya.
Tapi, mengapa tatapan Dimas begitu menakutkan? Sampai orang seperti dia yang sudah lama berhadapan dengan berbagai macam orang pun bisa merasa ketakutan.
Dimas itu orang gila, tentu saja dia akan merasa ketakutan.
“Ayah, sekarang bagaimana? Putri si manusia licik itu, bisa bisanya meminta kita untuk memohon kepadanya, mimpi!”
Dia tidak percaya, tanpa Putri proyek ini tidak bisa diselesaikan.
Guntur menyipitkan matanya, sambil mengeluarkan ponselnya dan melakukan beberapa panggilan.
“Kalau begitu, mohon bantuannya, lain kali akan kutraktir makan!”
Dia menelpon beberapa orang yang mengenal Pak Budi, mencoba meminta bantuan.
Proyek ini sudah hampir selesai, hanya tinggal penanda tanganan kontrak saja, dia tidak percaya, Budi rela kehilangan keuntungan sebesar ini hanya karena seorang wanita licik seperti Putri.
“Tenanglah, Perusahaan Pak Setiawan dan perusahaan Pak Budi sering bekerja sama, meminta bantuannya bukanlah masalah.”
Tentu saja ada harga yang harus dibayar, tapi itu jauh lebih baik daripada harus memohon mohon kepada Putri dan keluarganya.
Mendengar hal ini, membuat Fajar merasa lebih tenang.
“Ayah, setelah masalah proyek ini selesai, aku ingin mengusir Putri dan keluarganya keluar dari kota Malang!”
Pikiran jahat melintas di pikiran Fajar , “Kalau bukan karena dia adik sepupuku, maka akan ku….”
“Fajar, cukup, jangan keterlaluan, kalau ketahuan oleh kakek, habislah kau.”
Fajar tiba-tiba menjadi tenang.
Dia hanya berangan-angan saja, Putri memang terlahir dan tumbuh dengan cantik, tapi, wanita seperti apa yang tidak bisa dimilikinya?
“Kring kring kring….”
Ayah dan anak itu sedang berbincang-bincang, dan tiba-tiba saja ponsel Guntur berdering.
Dia mengangkat ponselnya, ternyata itu balasan dari Pak Setiawan, kelihatannya masalah sudah beres.
“Halo Pak Setiawan, bagaimana, sepertinya ini memang bukan masalah besar….”
“Guntur, kamu gila ya! Kamu sudah menyinggung Pak Budi, malah meminta bantuanku lagi? Sekarang bahkan proyek perusahaanku pun ikut terancam! Sialan!”
“Kamu sengaja menjebakku ya, akan kuingat hal ini!”
Pak Setiawan memaki makinya dari balik panggilan itu, dan langsung menutup telepon.
Guntur kembali tercengang.
Apa maksudnya?
Bahkan Pak Setiawan yang membuka mulut pun tidak berhasil?
Sampai proyek Pak Setiawan pun ikut terancam?
Apa sebenarnya maksud dari Pak Budi!
“Ayah, ini tidak benar-benar menyuruhku untuk memohon kepada Putri kan?” tanya Fajar panik.