Bab 8 Sangat Kejam
Fajar mengertakkan giginya marah.
Dia sudah membungkukkan badan, menurunkan nada bicaranya, tapi Dimas masih saja bersikap seperti itu?
Padahal sudah diberikan perlakuan seperti ini, mereka masih saja tidak tahu bersyukur.
“Kamu…. Tunggu saja kamu!”
Fajar berteriak dan segera lari, takut Dimas akan memukulinya lagi.
Di dalam rumah, Indah dan Gilang saling melihat, lalu menoleh kearah Putri.
“Kalau begini, bukankan akan memperkeruh masalah?”
Kata-kata Fajar sebelum dia pergi itu jelas-jelas sedang mengancam mereka.
Putri tidak bisa tidak khawatir.
Ayah dan anak itu orang seperti apa, dia sudah sangat jelas.
Guntur tidak pernah menganggap Gilang seperti adiknya, tentu saja keluarga Gilang pun tidak dianggap seperti keluarga.
Memojokkannya bisa membuat dia melakukan apa saja.
“Tidak bisa.”
Dimas berkata dengan santai, “Dia menyuruh kita untuk menunggu, ya kita tunggu saja.”
Selesai berbicara, Dimas otomatis membereskan mangkok dan peralatan makan, Indah yang melihat ini langsung bergegas merebutnya.
“Saya saja, saya saja.”
Manusia satu ini, tempramennya buruk juga.
Awalnya Indah tidak menyadari, tapi sekarang, sangat terlihat jelas bahwa Dimas sedang melindungi mereka sekeluarga, tidak membiarkan Guntur dan Fajar menganggu mereka.
Apakah dia benar-benar seorang gelandangan?
“Merepotkanmu ya Bu.”
Dimas berkata sambil tersenyum.
Cepat sekali dia beradaptasi dengan status barunya.
Gilang merasa sedikit gelisah, tapi tidak tahu harus mengatakan apa, lagipula dirumah ini bukan dia yang bisa mengambil keputusan.
Dia pun kembali bersembunyi lagi di kamarnya, menutup pintu dengan berat hati.
“Kamu benar-benar sudah sangat menyinggung mereka kali ini.”
Putri menghela nafas dalam dalam.
Fajar datang kemari untuk meminta maaf, tutur kata dan perilakunya juga lumayan, bertahun-tahun Putri tidak pernah melihat Fajar menundukkan kepalanya seperti itu.
Putri merasa ada baiknya masalah tidak dibesar-besarkan, agar tidak terjadi konflik yang tidak diinginkan.
Tapi Dimas tidak mau mengalah, tetap menyuruh Guntur untuk datang minta maaf langsung.
Ini mana mungkin.
Pamannya yang mementingkan gengsi dan harga dirinya itu, tidak akan mungkin datang untuk meminta maaf.
“Kamu salah.”
Dimas menatap Putri dengan mana jernihnya , “Merekalah yang membuat saya tersinggung.”
“Saya kan sudah bilang, tidak ada satu orang pun yang boleh menyakitimu.”
Tatapan mata itu benar-benar membuat Putri bingung.
……
Satu jam berlalu.
Indah sudah selesai mencuci piring, melihat Dimas sedang mandi, dia bergegas ke kamar Putri.
“Ibu?”
“Putri, sebenarnya orang macam apa Dimas ini?”
Indah berbisik , “Kenapa Ibu merasa perlakuannya kepadamu sedikit berbeda ya.”
Wajah Putri tersipu.
“Ibu ngomong apa sih, kami bahkan tidak saling mengenal.”
Dia mengigit bibirnya, tapi, sejak pertama kali bertemu dengan Dimas, Dimas selalu mencoba melindunginya, melindungi keluarganya, tidak membiarkan Guntur dan Fajar menganggunya.
“Kamu serius membiarkan dia tidur dikamar mu malam ini?”
Indah sangat mengkhawatirkan hal ini.
Meskipun sekarang status Dimas adalah suami Putri, tapi mereka sekeluarga tidak pernah menganggapnya.
“Dia memiliki gangguan jiwa!”
Indah takut Dimas akan melukai Putri.
Putri sejenak ragu, dia memikirkan tatapan mata Dimas barusan.
“Dia tidak akan melukaiku.”
Krik-----
Terdengar suara pintu kamar mandi terbuka, Indah bergegas untuk keluar sambil berkata tanpa suara , “Ibu mempunyai tongkat besi dikamar, kalau ada apa-apa kamu teriak ya!”
Putri menjadi panik, wajahnya memerah dan jantungnya berdegup kencang.
Apakah membiarkan Dimas tidur dikamarnya adalah keputusan tepat?
“Tok tok tok!”
Ada yang mengetuk pintu rumah lagi.
Gilang seperti kucing yang ketakutan, sekujur tubuhnya bergidik.
Indah pun seketika menjadi pucat.
Datang!
Guntur datang!
Dengan tempramennya itu, Guntur pasti akan mengamuk!
Habislah sudah!
Sampai Putri pun menjadi gugup, dia berjalan kearah ruang tamu dan menatap pintu itu seolah-olah ada puluhan preman dibaliknya.
Sekeluarga itu seperti dihadapkan dengan musuh tertangguh.
“Buka pintu dong.”
Dimas tersenyum sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk , “Kita kedatangan tamu tuh.”
Sifat Dimas yang semena-mena ini benar-benar membuat Putri bingung, orang ini benar-benar tidak kenal takut, atau tidak peduli sih?
Putri akhirnya berjalan meraih pintu, dan membukanya, didepan matanya tampak sosok Guntur yang diikuti Fajar dibelakangnya.
“Putri.”
Raut wajah Guntur benar-benar tidak senang.
Tapi masih berusaha untuk tersenyum , “Paman datang kemari untuk meminta maaf padamu!”
Putri tersentak kaget.
Begitu pula dengan Indah dan Gilang yang sedang menguping dari pintu kamar.
Guntur benar-benar datang kemari untuk minta maaf?
“Memecatmu adalah sebuah kesalah-pahaman, semua ini salahnya Fajar, saya sudah memberi pelajaran padanya.”
Guntur melirik Fajar, dan Fajar pun langsung membungkukkan badan dan menundukkan kepalanya , “Maafkan aku, Putri, semuanya salahku, tolong berbesar hati dan maafkanlah aku.”
“Mengenai masalah ini, paman juga bersalah, tanpa memikirkan apapun dan langsung memecatmu adalah kesalahan paman.”
Guntur berkata lagi , “Paman harap kamu dapat memaafkan paman, dan kembalilah ke perusahaan, perusahaan membutuhkanmu.”
Nadanya terdengar begitu tulus.
Putri pun tidak enak hati bila menolaknya.
“Paman akan menyambutmu besok di depan pintu perusahaan, mengembalikan jabatanmu, dan menjelaskannya didepan semua orang agar tidak ada yang salah paham.”
Guntur berkata.
Sampai sejauh ini, permintaan maafnya terkesan begitu tulus, sikapnya pun berubah menjadi begitu baik.
Melihat Guntur pun sedikit membungkukkan badannya, Putri benar-benar bingung harus bagaimana.
Dia berbalik menoleh kearah Dimas, melihat Dimas menganggukkan kepalanya, Putri baru menjawab.
“Baik Paman, saya mengerti, besok saya akan kembali bekerja.”
“Bagus, besok Paman akan menyambutmu didepan pintu perusahaan Lesmana, Paman tunggu ya, selamat malam.”
Selesai berbicara ayah dan anak ini pun beranjak pergi.
Putri menutup pintu.
Dia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi.
Guntur, datang kerumahnya untuk minta maaf!
Sikapnya pun begitu tulus!
Dia hampir tidak pernah melihat Pamannya seperti itu?
“Kakak datang untuk minta maaf?”
Gilang membuka pintu kamarnya, bibirnya bergetar dan matanya pun memerah.
Selama ini pun, mereka sekeluarga tidak jarang dianiaya oleh Guntur.
Dan dia tidak pernah meminta maaf sekalipun.
Menurut Gilang, dia adalah aib keluarga Lesmana, kalau bukan karena hubungan darah, mungkin sejak awal mereka sudah dikeluarkan dari keluarga Lesmana!
“Datang untuk minta maaf!”
“Dia benar datang!”
Indah begitu bersemangat, sepertinya emosinya sudah tertahan cukup lama, sehingga dia pun tidak bisa mengendalikannya lagi.
Menjadi menantu keluarga Lesmana selama ini, bukan hanya harus melihat raut wajah mertuanya Aditya, masih harus menerima perlakuan buruk iparnya, sudah begitu lama dia memendam rasa sakit ini.
Mendengar permintaan maaf dari Guntur membuat Indah merasa lebih geram lagi.
“Bajingan itu, ternyata bisa datang memohon kepada kita juga.”
Kata Indah sambil menahan tangis.
Melihat orang tuanya, Putri hanya bisa menarik nafas dalam.
Dia tahu selama ini Guntur selalu menganiaya orang tuanya, mereka begitu tersakiti.
Tapi hari ini, walaupun hanya sekali ini, bisa melihat Guntur menundukkan kepalanya seperti itu, sudah sangat cukup.
“Mulai hari ini dan seterusnya, tidak ada yang boleh menganggu dan menyakiti kalian lagi.”
Rambut Dimas tampaknya sudah kering , “Tidak ada yang boleh menganggu istriku, begitu juga dengan mertuaku.”
Putri dan orang tuanya hanya bisa menatap Dimas dengan bengong.
Menantu tua yang tak berguna ini, ternyata berbeda ya.
Di saat bersamaan.
Begitu meninggalkan rumah Putri, raut wajah Guntur berubah menjadi serius, dan begitu menakutkan.
Fajar yang mengikuti di belakangnya tidak berani mengeluarkan sepatah katapun.
Dimas memaksa Guntur untuk datang memohon dan meminta maaf, itu sama saja seperti ditampar dengan keras!
“Beritahu semua staff untuk datang 1 jam lebih awal besok, kita akan menyambut Putri!”
Guntur tersenyum kecut, raut wajahnya terkesan begitu kejam , “Lalu, disaat bersamaan, buatlah rumor tak berdasar, kalau Putri dan Budi Cakrawala memiliki hubungan yang tidak biasa, sehingga memaksa perusahaan Lesmana untuk memohon padanya!”
“Saya ingin tahu, apakah dia sanggup menahan rasa malu itu dan tetap datang bekerja!”