Bab 9 Menyombongkan diri dengan cara merendahkan yang lain
Malam semakin larut.
udah waktunya untuk tidur, tapi Putri sama sekali tidak bisa terlelap.
ia sangat gugup.
Biarpun dia percaya di dunia ini ada lebih banyak orang baik daripada orang jahat, tapi Dimas, mereka baru kenal selama 1 hari.
Dan lagi, diatas dokumen tertulis kalau Dimas memiliki gangguan kejiwaan, bagaimana kalau dia tidak bisa mengontrol dirinya?
Dimas yang terbaring di lantai dapat merasakan kegugupan dari nafas Putri.
“Kamu tidak perlu menaruh gunting di bawah bantal.”
Dimas membuka mulut dan berkata , “Tidurlah dengan tenang, selamat malam.”
Dimas langsung memejamkan matanya setelah selesai berbicara.
Putri mendengus lega, dia mengeluarkan tangannya dari bantal.
Dia mengigiti bibirnya, bagaimana Dimas bisa tahu kalau dia sedang menyembunyikan gunting.
“Dia tidak akan menyakitiku.”
Entah bagaimana, Putri semakin merasa yakin dengan hal itu.
Dan akhirnya dia merasa lebih lega, dan memejamkan matanya.
Tidak ada yang terjadi sepanjang malam itu.
Putri terbangun, dia tertidur lelap, dia berjalan keluar dari kamar dan melihat Dimas sedang sarapan.
Malah Indah yang terbangun dengan mata merah, seperti tidak tidur semalaman.
“Ayo cepat sarapan, Ibu sudah bangun pagi-pagi untuk menyiapkan semua ini.”
Dimas benar-benar tidak merasa sungkan.
Melihat Putri masuk ke kamar mandi, Indah pun tergesa-gesa mengikutinya.
“Semalam, dia tidak….”
“Tidak, Bu.”
Wajah Putri memerah, “Dia tidur di lantai, sama sekali tidak menyentuhku.”
Sampai disini, dalam hati Putri merasakan sesuatu.
Entah harus memuji sikap Dimas yang tidak sembrono, atau dirinya sendiri tidak memiliki daya tarik?
Tidak mungkin, dia, Putri Lesmana, sejak kecil sudah seperti bunga, tidak jarang dia selalu menerima surat cinta.
Mendengar Putri berkata seperti itu, Indah merasa tenang.
Didalam hatinya masih penuh harap, menunggu waktu untuk Dimas dan Putri berpisah, mereka tidak cocok.
“Ayo, aku akan mengantarmu ke kantor.”
Selesai sarapan, Dimas menawarkan untuk mengantar Putri ke kantor.
“Tidak usah, saya pergi sendiri saja.”
Putri berkata , “Kamu menetap saja di rumah ya, di luar bahaya.”
Bagaimana kalau Fajar tiba-tiba menghabisi Dimas?
“Tak masalah, mereka tak akan berani.”
Dimas mengernyit melihat Putri mendorong motornya.
Naik motor ya.
Meskipun menyandang status cucu keluarga Lesmana, namun kehidupannya biasa-biasa saja.
“Kalau begitu, merepotkanmu ya.”
Putri tidak enak hati menolak lagi, akhirnya dia membiarkan Dimas mengantarnya ke kantor, setidaknya bersembunyi di belakang Dimas akan melindunginya dari terpaan angin.
Rasanya ada yang berbeda.
Pintu utama perusahaan Lesmana.
Disaat itu, berjejer ratusan karyawan yang berdiri didepan pintu, bersiap menyambut Putri.
Hanya saja, kekesalan dan kemarahan terlihat jelas di wajah setiap orang.
Dini hari tadi, mereka baru mendapat kabar kalau mereka harus datang 1 jam lebih awal untuk menyambut Putri.
Demi apa sih?
Ditambah lagi gosip yang beredar, kalau Putri memacari Pak Budi dan menekan perusahaan Lesmana.
Membuat perusahaan mengalami kerugian, dan sikap semena-menanya itu.
Sampai membuat presiden direktur perusahaan Lesmana, Pak Guntur, yang tak lain tak bukan pamannya sendiri, harus memohon kepadanya untuk kembali bekerja!
Sungguh keterlaluan!
Bagaimana bisa ada orang seperti itu?
Para karyawan merasa sangat kesal.
Guntur berdiri di paling depan, dia bisa merasakan api amarah dari para karyawan, benar, ini sudah sesuai dengan harapannya.
ia tidak percaya, Putri yang sudah memprovokasi kemarahan para karyawan, masih bisa bertahan di perusahaan Lesmana.
Begitu dia menyelesaikan masalah kontrak dengan perusahaan Cakrawala, dia pasti akan pergi dengan sendirinya.
“Apakah kamu sudah menelepon Pak Budi?”
Tanya Guntur.
“Sudah, saya bilang kalau Putri akan menemuinya untuk tanda tangan kontrak, tapi dia berkata kalau dia yang akan datang kemari.”
Fajar merasa iri.
Ketika dia menemui Pak Budi untuk tanda tangan, Pak Budi mengatakan bahwa Fajar tidak memenuhi kualifikasi untuk menemuinya, tapi sekarang, dia malah mau datang sendiri kemari.
Wanita licik ini sebenarnya memegang kartu apa.
Tapi begini juga ada bagusnya, biar seluruh orang di perusahaan melihat betapa liciknya Putri.
Dimas mengendarai motor, Putri yang berada di belakangnya tidak tahu harus meletakkan tangannya dimana, berakhir hanya memegangi ujung bajunya Dimas.
“Tak disangka ya.”
Dari kejauhan, Dimas melihat Guntur sedang membawa segerombolan karyawan menunggu didepan pintu, secercah senyum meringkuk di wajahnya.
Guntur ini benar-benar.
Begitu turun dari motor, Putri langsung tercengang.
Tidak hanya Guntur, seluruh karyawan juga sedang menunggunya?
Dia tiba-tiba merasa tidak enak hati.
“Selamat datang kembali, Nona Putri!”
Fajar melirik sekretaris pribadinya, memberi instruksi untuk membuka mulut.
Seketika juga, ratusan karyawan ikut meneriakkan sambutan mereka.
Tapi Putri merasakan kekesalan dan kemarahan yang terpendam dalam sambutan mereka. Bahkan ada yang terdengar seperti sedang meremehkannya.
Tapi, siapa sih yang tidak kesal diminta menunggu selama ini.
Dia tidak menyangka Guntur akan melakukan hal seperti ini.
“Putri, sekarang kamu sudah puas kan?”
Guntur berkata sambil tersenyum, tapi kenapa rasanya ada yang aneh.
Seolah-olah yang mereka lakukan sekarang adalah paksaan dari Putri, dan mereka hanya bisa menuruti.
Wajah Putri kembali memerah, dia juga tidak tahu harus menjelaskan apa.
Dijelaskan bagaimana pun, mungkin tidak ada gunanya?
Tatapan tajam dari para karyawan seolah ingin memakannya hidup-hidup!
“Cukup puas.”
Dimas mengangguk anggukkan kepalanya, menatap Guntur dan berkata dengan tenang , “Lumayan juga kamu.”
Sepatah kata itu seketika membuat Guntur berapi-api!
Apa maksud perkataan Dimas?
Seperti sedang memuji seekor anjing!
Dia ingin berkata lagi, tapi Dimas tidak mengubrisnya, dan langsung menggandeng Putri masuk ke perusahaan.
“Dia kira dia itu siapa!”
“Arogan sekali, tidak heran Putri juga jadi searogan itu, bukankah dia itu hanya menantu tak berguna yang dinikahkan pada Putri?”
“Dengar-dengar dia itu gelandangan, memiliki gangguan jiwa pula, selera Putri memang payah ya!”
Segerombolan karyawan sedang bergosip.
Membuat situasi menjadi lebih panas lagi.
Mereka tidak menyangka, Putri yang selama ini mereka kenal, ternyata sangat licik.
Tapi sekarang, lihatlah suami tak bergunanya itu begitu sombong dan berani menghina Guntur, kalau begini, bukankan Putri akan menjadi lebih besar kepala lagi?
Sepertinya dulu dia hanya berpura-pura.
Munafik sekali!
Mata Putri memerah, dia tidak tuli, mereka memang berbisik, tapi itu masih terdengar olehnya.
Dia merasa teraniaya, dia tidak melakukan hal-hal itu.
“Jangan pedulikan apa kata orang.”
Dimas berkata dengan lembut, “Orang yang tidak bisa melampauimu, tentu akan mencoba untuk menarikmu, mengerti kan?”
Putri menatap Dimas dan menganggukkan kepalanya.
Guntur menyiapkan ruangan tersendiri untuk Putri, bahkan lebih besar dari miliknya, yah cukup mewah juga.
Itu juga membuat karyawan lain merasa iri.
Putri ingin menolaknya, tapi Dimas malah langsung menerobos masuk ke ruangan tanpa sungkan.
Menurutnya, membiarkan istrinya bekerja di perusahaan semacam ini adalah penderitaan.
“Ayah, sekarang seluruh orang di kantor sudah membenci Putri.”
Fajar merasakan kepuasan setelah berhasil menjatuhkan Putri, “Aduh, si gila itu!”
Guntur tersenyum dingin, bagaimana bisa Putri yang bukan siapa-siapa ini membuatnya begitu kalang kabut.
“Apa Pak Budi sudah sampai?”
“Seharusnya sebentar lagi sampai.”
Guntur mengangguk : “Sebentar lagi, Putri akan menunjukkan sifat aslinya, kamu rasa, Dimas si gila itu, kalau sampai tahu istrinya menyeleweng dengan Pak Budi, apa dia akan menggila dan membunuh Pak Budi juga?”
Membayangkannya saja sudah membuat ayah dan anak ini sangat puas.