Bab 8 Aku Tidak Akan Pergi Malam Ini
Tak lama kemudian, suara air terdengar dari dapur.
"Kakek, aku lihat ke dapur dulu," Velove merasa tidak tenang, tersenyum sambil menggenggam tangan kakek, "Dia pasti belum pernah cuci piring, aku harus ajari dia."
Setelah berkata demikian, dia bangkit dan masuk ke dapur.
Jacob berdiri di depan wastafel, mencuci piring dengan sabun cuci.
"Kamu bisa melakukannya? Apa butuh bantuan?" Velove tahu betul, saat ini ia tinggal di rumahnya, tidak boleh membuatnya marah.
"Kakek di sini, mana berani aku merepotkan Nyonya Velove?"
Ucapan aneh itu membuat Velove merasa sedikit malu, dia berdiri sebentar, kemudian menggigit bibirnya, dan berbalik pergi.
Jacob tidak mengerti, sebenarnya kakek ini kakeknya siapa?
Tak lama kemudian, suara tawa senang kakek terdengar dari luar.
"Velove, kakek tidak pulang malam ini! Kakek akan tinggal di sini untuk mengawasi kalian berdua di malam pernikahan!"
Jacob yang sedang mencuci piring, terkejut dan hampir menjatuhkan piringnya, matanya terlihat dalam.
Untuk masalah kakek yang ingin tinggal malam ini, Velove tidak berpikir terlalu jauh. Dia berpikir bahwa rumah ini besar, tentu bisa menampung kakek!
"Velove," tiba-tiba kakek menjadi serius, "Bagaimana kalau kamu cari waktu yang tepat, atur pertemuan antara kedua orang tua? Walaupun kamu dan Jacob sudah mendaftarkan pernikahan, tapi masalah mahar dan acara pernikahan, harus diatur sesuai tradisi."
Ini adalah masalah yang selalu dikhawatirkan Velove, dan sekarang kakek mengungkitnya.
"Kakek, aku tidak butuh mahar, juga tidak perlu acara pernikahan." Velove jujur mengaku, "Keluargaku agak berantakan, ayah angkatku adalah penjudi, dia punya banyak hutang."
"Ibu angkatku sedang sibuk menemani adikku yang duduk di kelas tiga SMA, tidak punya waktu untuk mengurus urusanku. Aku menikah ... hanya untuk mencari teman di hari tua dan punya tempat tinggal, terima kasih atas perhatian kakek."
Kakek yang mendengar penjelasan seperti itu, tidak terkejut, bahkan tidak merendahkan dirinya, malah merasa bahwa Velove sangat jujur.
Sebenarnya, kakek sudah menyelidiki keadaan keluarganya sejak lama.
"Velove, bagaimanapun juga, dalam hal etika, kami sebagai pihak laki-laki harus berinisiatif, tidak mungkin tidak bertemu seumur hidup, ‘kan?" Kakek juga memahaminya.
"..." Velove merasa kesulitan.
Kakek tidak terburu-buru, dengan senyum lembut di wajahnya, "Kakek tidak memaksamu, tapi kamu harus berjanji untuk mempertimbangkan hal ini baik-baik, ya?"
"Baik," Velove hanya bisa mengangguk.
Tidak lama kemudian, Jacob sudah selesai mencuci piring, "Aku mau balas email." Setelah mengatakan itu, dia masuk ke ruang kerja.
Di sofa ruang tamu, kakek memegang tangan Velove dan bercerita banyak tentang masa kecil Jacob, tapi dia menyadari bahwa dia masih belum benar-benar mengenal pria itu.
Hanya tahu bahwa dia lebih pintar dari anak-anak pada umumnya, rajin, dan ambisius.
Sekitar pukul sembilan malam, kakek pergi ke dapur memanaskan susu, mengatakan susu bisa membuat tidur lebih nyenyak, ia pun memberikan segelas pada Velove, "Velove, minum saat masih hangat, agar bisa tidur nyenyak."
"Terima kasih, kakek," Velove tersenyum manis, tidak peduli bagaimana pria yang dia nikahi, setidaknya kakeknya ini sangat baik padanya.
Sambil membawa segelas lain, kakek hendak mengetuk pintu ruang kerja, tapi pintu itu sudah terbuka, dan cucu kesayangannya keluar.
"Jacob, jangan terlalu sibuk dengan pekerjaanmu, kamu tahu ini malam pertama kalian, ‘kan?" Kakek memberikan secangkir susu padanya, "Minum selagi masih hangat, agar bisa tidur nyenyak."
"Terima kasih, kakek," Dia menerima cangkir itu tanpa banyak berpikir.
Setelah keduanya minum susu, kakek duduk di sofa, melambaikan tangan ke arah mereka, "Kalian pergilah tidur, jangan pedulikan aku, aku tidur di sofa malam ini."
"Kakek, ada kamar tamu," Velove khawatir kakek akan kedinginan.
"Tidak, aku suka tidur di sofa," Belum selesai bicara, kakek meletakkan tongkatnya, berbaring miring di sofa, menatap pintu kamar utama dengan tajam, "Masuklah."
"..."
Jacob benar-benar tidak berdaya, kakek jelas memaksanya untuk tidur dengan istri kilatnya ini!
Velove berdiri di sampingnya, sepertinya juga mengerti maksud di balik itu, tiba-tiba merasa sangat canggung.
Mereka berdua terdiam beberapa detik.
Jacob masuk ke kamar tidur utama, pintu kamar tidak di tutup.
Kakek mengernyitkan kening, "Velove, kenapa masih berdiri di sana? Masuklah dan istirahat lebih awal! Malam ini sangat berharga, jangan disia-siakan!"