Bab 6 Dilema Zalman

Ponsel Zalman berbunyi, Ghina langsung terdiam dan menatap Zalman yang tengah berjalan menuju meja dan mengambil ponselnya yang tergeletak di sana. "Assalamualaikum," sapa Zalman lebih dahulu saat menjawab panggilan dari sang putri. "Waalaikumsalam. Papa di mana? Kok belum pulang?" suara nyaring Kila sampai terdengar oleh Ghina walau tidak di speaker. Hingga membuat wanita berparas manis itu tersenyum getir merasa tidak enak karena Zalman menunggunya di rumah sakit padahal dia tengah di tunggu oleh anak-anaknya di rumah bahkan istrinya juga. Ya, istrinya. Kenapa Ghina bisa melupakan kalau pria itu sudah menikah, memiliki istri dan anak di rumah. Ghina merutuki dirinya yang malah sempat bahagia karena ada Zalman di sana menemaninya. "Papa masih di rumah sakit, Sayang. Apa kamu sudah pulanng sekolah?" balas Zalman sambil menatap Ghina yang tengah menunduk. "Iya aku sudah pulang sekolah tapi papa gak ada di rumah," protes Kila di seberang sana. Zalman menghela napas panjang dengan memijat pangkal hidungnya. "Iya, iya, sebentar papa pulang sama Akbar." "Oke, aku tunggu di rumah, hati-hati di jalan." Kila mematikan panggilan lebih dahulu setelah dia mengucapkan salam tanpa menunggu balasan salam dari sang papa. "Sebaiknya Mas pulang sekarang, keluarga Mas pasti khawatir," usir Ghina secara halus. Zalman yang hendak membuka mulutnya untuk memberitahu Ghina tentang putrinya yang telpon mengurungkan niatnya karena mendengar ucapan wanita itu yang mengusirnya. Keduanya sama2 terdiam untuk beberapa saat. Hingga akhirnya Zalman yang membuka suara, "Ya, Kamu benar. Kamu juga butuh istirahat bukan? Saya dan Akbar pulang dulu, nanti malam-" "Tidak perlu, Mas," potong Ghina cepat. "Mas Zalman juga butuh istirahat. Tidur di rumah lebih nyaman dari pada tidur di sofa, bukan?" tambah Ghina. Zalman tersenyum dan kemudian mengangguk merespon ucapan Ghina. Entah ada apa dengan wanita ini, pikir Zalman. Kenapa Ghina mengusirnya dan bersikukuh melarangnya kembali malam ini. "Baiklah, kalau begitu saya akan ke sini esok pagi, kalau ada sesuatu kamu bisa menghubungi saya." Pria itu mengambil ponsel Ghina yang tergeletak di atas nakas dan memasukan nomer ponselnya ke sana. Akbar merapihkan semua perlengkapan milik majikannya tanpa ada tertinggal satu pun. "Makan siangnya?" tanya Akbar yang ragu membawanya. "Saya dan Ghina sudah makan siang, Bar. Kamu bisa bawa pulang dan kamu makan di rumah nanti," jawab Zalman. Akbar lebih dulu keluar dengan membawa tas kerja milik Zalman. Hening. Keduanya hanya saling tatap. Zalman sendiri tidak mengerti dengan dirinya, kenapa rasanya berat meninggalkan Ghina sendiri di rumah sakit, wanita yang baru saja semalam dikenalnya. Hatinya mencelos saat mengetahui siapa Ghina yang sebenarnya. Ingin rasanya dia menetap, tapi dia tidak bisa egois saat ada anaknya yang membutuhkan perhatiannya di rumah. Begitu juga dengan Ghina, di saat dia mulai merasa nyaman dengan keberadaan Zalman di sisinya walau baru beberapa jam saja sejak kemarin, tapi hatinya merasa ingin Zalman tetap di sana. Walaupun mulutnya mengucapkan kalau dia meminta pria itu untuk pulang tapi hatinya berbeda. Dasar wanita, lain di bibir, lain di hati. Zalman pria pertama yang bisa membuat Ghina merasa nyaman dalam waktu yang sebentar. Keduanya bersamaan menghela napas panjang dan kemudian terkekeh pelan. "Baiklah, saya tinggal ya, Assalamualaikum," pamit Zalman. "Hati-hati di jalan, wa-waalaikumsalam," balas Ghina dengan sedikit gugup saat menjawab salam. Ghina terus menatap Zalman sampai pria itu menghilang dibalik pintu. Wanita itu kembali merasakan sepi, sendiri, dengan kesedihannya sendiri yang dia tidak bisa bagi dengan siapapun. Bibirnya bisa tersenyum, dan tertawa tapi hatinya menangis saat sendiri seperti sekarang ini. *** "Astaghfirullahaladzim," Zalman beristigfar. "Kenapa, Tuan?" balas Akbar. "Saya memasukan nomer ponsel saya ke ponsel dia tapi saya lupa minta nomernya," jawab Zalman. "Apa kita putar balik, Tuan?" "Tidak usah, besok pagi saja kita mampir dulu ke rumah sakit sebelum ke kantor." Mobilnya sebentar lagi sampai di rumah, rasanya tidak lucu kalau dia harus kembali ke rumah sakit dengan kondisi jalan macet hanya untuk meminta nomer ponsel Ghina. Konyol sekali! *** "Kila kemana, Mbok?" tanya Zalman setelah dia memberi salam saat masuk ke dalam rumahnya. "Sepertinya nona Kila belajar di kamar, Tuan. Ada si kembar juga tadi datang di antar Nyonya Lita. Apa Tuan mau makan malam sekarang?" jawab Mbok Surti sekaligus melontarkan pertanyaan. "Iya boleh, tolong siapkan ya, Mbok, makasih," jawab Zalman. "Saya mau mandi dan sholat dulu," tambahnya. Zalman tidak dapat menolak saat Lita-kakak perempuannya menitip kedua anak Kembarnya jika dia ada pekerjaan keluar kota. Kila yang mendengar suara papanya langsung keluar kamar dan memeluk Zalman, memberi salam dengan mencium punggung tangan pria itu dengan takzim, begitu juga dengan si kembar. "Om keluar kota yah? Kok baru pulang?" tanya Gana. "Papa dari rumah sakit, Na," jawab Kila. "Om sakit?" Dengan polosnya Gani bertanya. Kila menepuk jidatnya. "Om gak sakit, Gani. Om jagain teman yang sedang sakit, kasihan dia yatim piatu," jawab Zalman lembut walaupun tubuhnya lelah. "Ngobrolnya lanjut pas makan malam ya, papa mau mandi dulu, okay?" usul Zalman seraya memberi telapak tangannya untuk anak-anaknya tepuk tanda menyetujui permintaannya barusan. Kila, Gana dan Gani bergantian menepuk telapak tangan Zalman. Setelah itu mereka kembali ke kamar masing-masing begitu juga Zalman. "Jangan lupa sholat magrib," seru Zalman di ambang pintu sebelum masuk ke dalam kamar. Tidak ada sahutan, tapi bukan berarti anak-anaknya tidak mendengar ucapan sang papa. Semuanya taat soal agama. Tanpa di suruh sudah lebih dulu mengerjakan kewajibannya. *** Seperti biasa setiap malam semua anggota keluarga berkumpul di ruang makan, Zalman, Kila, Gana dan Gani, minus Calvin karena pria itu sedang kuliah di Jerman. Bukan hanya suara dentingan sendok garpu pada piring masing-masing tapi semua anak-anak bercerita aktifitas apa saja yang mereka lakukan hari ini. "Tadi aku dan Gana videocall mas Calvin," adu Gani. "Kalian ngobrolin apa?" "Gak ngobrolin apa-apa tapi dia lagi ada di cafe sama cewe barunya." "Uhuk! Uhuk!" Zalman tersedak mendengar cerita salah satu keponakan kembarnya. Dan dia langsung meminum air putih yang ada di gelas miliknya. "Kenapa sih, Mas Calvin gonta ganti cewe mulu?" tanya Kila. Si kembar kompak bersamaan mengangkat kedua pundaknya. "Tapi pacar mas Calvin yang sekarang lebih cantik, Mba." Gana kembali mengadu. "Na, jangan bilang siapa-siapa kan kata mas Calvin tadi!" ungkit Gani. Gana langsung menutup mulut dengan kedua tangan, dia keceplosan. "Kalian ini masih sekolah dasar tau-tauan pacar dan cewe cantik!" omel Kila. Zalman langsung mengeluarkan ponselnya dan melakukan panggilan video putra sulungnya-Calvin. Beberapa saat setelah suara nasa tunggu akhirnya panggilan video itu pun terjawab di seberang sana. Perbedaan waktu enam jam lebih cepat, saat ini di Jerman tepat pada siang hari. "Assalamualaikum, Pa," salam Calvin lebih dahulu.
Pengaturan
Latar belakang
Ukuran huruf
-18
Buka otomatis bab selanjutnya
Isi
Bab 1 Kecelakaan Bab 2 Jatuh Cinta Pada Pandangan Pertama Bab 3 Awal Mula Semua Kejadian Bab 4 Pesona Duda Beranak Dua Bab 5 Kedatangan Lira Di Rumah Sakit Bab 6 Dilema Zalman Bab 7 Keluarga Maheer Bab 8 Ghina Tidak Ada Di Rumah Sakit Bab 9 Club Malam Bab 10 Dilema Ghina Bab 11 Tidak Ada Pilihan Lain appBab 12 Perasaan Zalman appBab 13 Langkah Awal appBab 14 Sebuah Keberuntungan appBab 15 Buka Kartu appBab 16 Pekerja Tetap appBab 17 Pelecehan appBab 18 Aksi Zalman appBab 19 Kekhawatiran Zalman appBab 20 Dilema Ghina appBab 21 Lamaran Diterima appBab 22 Wanita Penghibur appBab 23 Kekhawatiran Kila appBab 24 Pernikahan Zalman Dan Ghina appBab 25 Sah Menjadi Suami Istri appBab 26 Hadiah Dari Calvin appBab 27 Burj Al-Arab appBab 28 Pagi Romantis appBab 29 Kabar Buruk appBab 30 Penyesalan Zalman appBab 31 Tidak diBela appBab 32 Skenario Sakit Kila appBab 33 Rindu Masa Sebelum Menikah appBab 34 Di Fitnah appBab 35 Pergi Dari Rumah appBab 36 Hanya Zeze Yang Tahu appBab 37 Terbongkar appBab 38 Akhirnya Bertemu appBab 39 Kembali Ke Rumah appBab 40 Drama Kila appBab 41 Zalman Murka appBab 42 Reaksi Anak-anak appBab 43 Hoax appBab 44 Tidak Sengaja appBab 45 Lahir Prematur appBab 46 Mulai Berteman appBab 47 Kila Tobat appBab 48 Hijrah appBab 49 Jodoh Untuk Kila appBab 50 Bunda Ghina appBab 51 Membahas Lamaran Untuk Kila appBab 52 Perubahan Sikap Aldi appBab 53 Romatis Ala Zalman appBab 54 Semakin Takut Kehilangan appBab 55 Bertemu Masa Lalu appBab 56 Pria Asing appBab 57 Kecurigaan Zalman appBab 58 Memuliakan Istri appBab 59 Menceritakan Masa Lalu appBab 60 Permainan Manis appBab 61 Aydan Demam appBab 62 Membawa Nathan Pergi appBab 63 Nathan ke Rumah Zola appBab 64 Nathan Pergi appBab 65 Bertemu Nathan Lagi appBab 66 Bukan Bian Pelakunya? appBab 67 Siapa Pria Misterius itu? appBab 68 Kecemasan yang Semakin Besar appBab 69 Trauma itu Mengikat appBab 70 Bagaimana Bila Semuanya tau? appBab 71 Penolakan Kila appBab 72 Yang Ghina Tutupi appBab 73 Bekerja sama Membohongi Papa appBab 74 Sarapan Hangat ala Keluarga Maheer appBab 75 Rencana Ghina appBab 76 Menemui Mantan Diam-diam appBab 77 Tunduk Padaku, Kau Aman!" appBab 78 Mandi Bareng? appBab 79 Cincin yang Hilang appBab 80 Hadiah Ulangtahun Pernikahan appBab 81 Banyak Berbohong appBab 82 Diantarkan Cilok appBab 83 Nasihat Aldi appBab 84 BLACK CARD appBab 85 Membuat Farhan Murka appBab 86 Nominal Fantastis appBab 87 Sebuah Penyesalan appBab 88 Kemana Uang itu Pergi? appBab 89 Munculnya Pertengkaran Hebat appBab 90 Kecanggungan Di Meja Makan appBab 91 Kekhawatiran Kakak Beradik appBab 92 Pesan Misterius appBab 93 Tamu tak Diundang appBab 94 Terbongkarnya Rahasia appBab 95 Kejutan untuk Perpisahan appBab 96 Cinta yang Dikhianati appBab 97 Keputusan Menyerah appBab 98 Hubungan yang Kandas appBab 99 Tidak Bisa Saling Percaya appBab 100 Patah Hati Terdalam app
Tambahkan ke Perpustakaan
Joyread
FINLINKER TECHNOLOGY LIMITED
69 ABERDEEN AVENUE CAMBRIDGE ENGLAND CB2 8DL
Hak cipta@ Joyread. Seluruh Hak Cipta