Chapter 8 Canggung
Seperti permintaan Kafa tadi malam ini mereka tidur berempat dengan posisi Dafa di unjung kanan dan Renata di ujung kiri serta kedua anak mereka di tengah antara Renata dam Dafa. Sungguh situasi seperti ini tak pernah terbayangkan oleh Renata. Renata benar kikuk dan hanya bisa berdiam berada dalam satu ruangan dengan Dafa.
"Bunda dan Ayah kenapa diem aja? Kenapa gak ngobrol? Bunda sama Ayah marahan ya? " tanya Kafa polos.
"Enggak kok, Sayang, Bunda dan Ayah gak marahan kami hanya lelah dan ngantuk saja. Iya kan Bunda?" tutur Dafa yang dibalas anggukan oleh Renata.
"Oke kalau gitu kita tidur saja ya, Bun, Yah," ajak Kafa.
Selang beberapa menit kemudian sudah terdengar deru nafas teratur dari Kafa dan Shafa yang menandakan keduanya telah tertidur. Renata yang tak bisa tidur pun memilih beranjak dan pergi ke teras kamar tak lama kemudian Dafa mengikutinya dari belakang.
"Kenapa?" tanya Dafa dingin.
"Enggak apa-apa, Pak, hanya mencari angin saja. Kalau begitu saya permisi, Pak, sepertinya saya sudah mulai ngantuk," ucap Renata menghindar.
Dafa tau jika Renata tidak bisa tidur serta ingin menghindarinya dan ia membiarkan itu. Mungkin Renata bersifat seperti itu karena salah satu persyaratan yang ia ajukan kepada Renata berisi agar kedua belah pihak tidak saling jatuh cinta.
Renata menghembuskan nafas kasar kembali ke ranjang dan mencoba memejamkan mata beberapa saat dan mulai terlelap.
Dafa yang merasa mengantuk sebenarnya ingin tidur di tempat lain namun dirinya tak tega melihat wajah kecewa dari Kafa esok hari jika ia mengetahuinya dan memutuskan kembali ke ranjang mereka dan membaringkan tubuh di sana menyusul kedua anak dan istrinya yang sudah dulu terlelap tidur.
Pagi ini Dafa terbangun lebih awal dan melihat kearah sisi ranjang, Ia tak menemukan Renata disana. Dafa melirik jam dinding masih menunjukkan pukul lima pagi. Dafa yang penasaran dan bergegas mencari keberadaan Renata yang ternyata sedang sibuk membuat sarapan di dapur. Langkah Dafa terhenti, ia terkesima melihat Renata yang begitu cekatan dalam memasak mengingat istrinya dulu tidak pernah memasak untuknya karena memang tidak bisa memasak.
"Dia bisa memasak?" batin Dafa sembari bersedekap mperhatikan Renata.
Renata menyadari ada seseorang di belakangnya, ia mencoba membalik badan dan betapa terkejutnya melihat Dafa berdiri dan melihat kearahnya.
"Pagi, Pak? Bapak biasa minum teh atau kopi?" tanya Ren dengan nada lembut.
"Oh iya, maaf jika saya berisik dan membangunkan Bapak," imbuhnya.
"Kopi dengan sedikit gula," ucap Dafa dingin.
Renata mengangguk kecil lalu membuatkan secangkir kopi dengan sedikit gula.
"Sumpah ya ini orang tuh kayak kulkas berjalan tau gak?" desis Renata di dalam hati.
"Ckk kalau bukan karena Kafa, Shafa dan Mama ogah aku nikah sama orang macam dia," umpat Renata dalam hati.
Renata datang dengan membawa secangkir kopi dan sepiring kecil biskuit di nampan. Ia mengambil secangkir kopi dan biskuit fan ia sodorkan kepada Dafa. Tanpa sepatah kata pun Renata pergi meninggalkan Dafa kemudian melanjutkan memasaknya.
"Kurang apa ya?" gumam Kiana mengetuk-ngetukkan jari di dagunya.
"Ah ya bikin telur mata sapi," ucap Kiana yang mulai mengingat apa yang ia lupakan.
Dafa akui Renata memanglah istri idaman yang dibutuhkan setiap pria. Renata memiliki sifat yang penyayang, perhatian dan sabar serta bisa melakukan seluruh pekerjaan rumah tangga sendiri. Namun itu semua belum bisa mengetuk hati Dafa yang terlalu mencintai mendiang istrinya Arin.
"Pak saya sudah selesai, saya mau pamit pulang." Kiana berdiri di dekat Rama berpamitan.
"Um saya titip salam untuk anak-anak ya, Pak? O ... iya tadi saya sudah siapkan sarapan di meja makan," ucap Kiana menunjuk ke arah meja.
"Saya permisi dulu, Pak. Saya mau ada acara amal pagi ini jadi maaf jika saya buru-buru dan tidak bisa menunggu anak-anak bangun," tutur Renata sopan seraya melangkah keluar rumah.
Entah apa yang sedang Dafa pikirkan sehingga tak menggubris setiap perkataan Renata dan membiarkan Renata pergi begitu saja tanpa menahannya. Sampai akhirnya ia tersadar dan berusaha untuk mengejar Renata namun usahanya sia sia karena ia tak menepukan Renata di depan rumah.
"Maafin aku Rin, aku begini karena aku terlalu mencintaimu," ucap Dafa lirih sembari berjalan masuk rumah.
Tercium harum masakan yang disajikan oleh Renata diatas meja makan membuat Dafa penasaran apa yang dimasak Renata tadi. Terlihat tiga piring nasi goreng sayur dengan telur mata sapi dan ada beberapa lembar roti isi kesukaan Dafa serta anak-anaknya. Kemudian ia melihat sticky note yang tertempel di samping meja.
Dafa meraih sticky note tersebut lalu membacanya, tanpa sadar ia telah tersenyum membaca isi pesan Renata untuk anak-anaknya yang berisi permintaan maafnya karena tidak bisa menemaninya sarapan karena ada acara.
Tak salah jika Kafa dan Shafa memilih Renata sebagai Bundanya karena Renata benar-benar memperlakukan kedua buah hati Dafa layaknya anak kandung sendiri.
"Sebaiknya aku segera bangunkan, Shafa dan Kafa," gumam Dafa.
Dafa berjalan menuju kamar kedua anaknya, ia membangunkan keduanya dan menyuruh anak-anaknya segera mandi.
"Lho Bunda mana, Yah?" tanya Kafa.
"Bunda sudah berangkat kerja, Sayang. Bunda minta maaf karena gak bisa nemenin kalian sarapan tapi bunda sudah siapin sarapan buat kalian kok," ucap Dafa yang membuat wajah lesu Kafa kembali bersinar.
"Wah iya kah? Bunda masak apa, Yah?" tanya Kafa tak sabar ingin tahu.
"Rahasia dong, makanya kalian cepat mandi trus sarapan biar tahu apa yang dimasak Bunda buat kalian," ucap Dafa yang membuat Kafa mencebikkan bibir kesalnya.
"Ahh Ayah gak asyik," celetuk Kafa yang sontak membuat Dafa terkikik geli.
"Cepat mandi! Ayah juga akan mandi setelah itu kita sarapan bersama."
"Siap Ayah," seru Kafa kemudian.
Kafa dan Shafa menuju kamar mandi mereka mandi secara bergantian lalu mengenakan baju yang telah disiapkan oleh Renata.
Dafa melangkahkan kaki masuk ke dalam kamarnya mandi lalu mengganti pakaian. Ketika hendak merapikan rambutnya Ia mengernyitkan dahi melihat baju kerja yang telah tergantung di dekat meja rias.
"Dia siapin baju buatku juga?" ucap Dafa lirih.
Dafa mengedikkan bahunya cuek, ia melanjutkan aktivitasnya merapikan rambut dan mengenakan dasi.
"Oke, perfect!" ucap Dafa yang kemudian berjalan menuju ruang makan.
Dafa tersenyum melihat kedua anaknya sudah duduk manis di sana. Ia menyapa kedua anaknya lalu duduk di kursi yang biasa ia tempati.
"Ayo makan," ucap Dafa yang diangguki oleh kedua anaknya.
Shafa dan Kafa memakan nasi goreng di depannya dengan antusias. Sesekali ia memuji masakan Renatha.
"Hmm enak banget ya, Kak?" ucap Kafa sembari mengunyah makanannya.
Shafa menganggukkan kepala. "Bunda emang TOP deh," ucapnya sembari mengacungkan jempol tangannya.