Chapter 9 Nyonya Muda Hutama
Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh seluruh keluarga besar Dafa dan Renata. Sesuai kesepakataan dan permintaan Renata, hari ini mereka berdua akan melangsungkan akad nikah sederhana di kediaman Renata. Acara berlangsung dengan Khitmad dan lancar. Semua mengucap kata syukur serta bertepuk tangan usai kata "Sah" terdengar. Yap, sekarang Renata telah sah menjadi istri Dafa dan menjadi ibu sambung untuk Shafa dan Kafa.
Usai acara Renata langsung diboyong ke rumah Dafa, tak ada kamar pengantin, tak ada hal yang spesial dan satu lagi tak ada malam pertama karena itu adalah salah satu persyaratan yang diajukan Dafa. Sejujurnya ini bukan lah yang Renata mau sebab Renata merasa sangat rendah dan hina ketika Dafa tak mau satu kamar dengannya apalagi tak mau menyentuhnya. Namun Renata tak ingin larut dalam perasaannya dan memilih mengabaikannya karena menurutnya melihat senyuman Mama, Kafa dan Shafa adalah perioritasnya saat ini.
"Yey akhirnya Kafa beneran punya Bunda," pekik Kafa.
"Oiya kata Ayah, Bunda mulai malam ini akan tidur di kamar kita ya?" tanya Shafa dengan mata berbinar.
"Emm i-iya dong biar kalian ada yang nina boboin tiap malem, kan?" ucap Renata lembut dengan sebuah senyum yang ia paksakan.
Sungguh hati Renata sakit sekali tapi ia harus menahannya karena ini semua adalah konsekuensi yang harus ia terima karena menerima tawaran Dafa untuk menikah dengannya.
"Tak apa Ren, kamu pasti bisa! Dulu kamu kan juga tidur sendiri dan sekarang tidur bareng malaikat-malaikat kecilmu, tak apa Ren itu jauh lebih menyenangkan kok," ucap Renata menguatkan dirinya sendiri.
"Udah dong Ren, gak usah lebay deh! Senyum dong gak usah cemberut jelek tau!" ucap Renata lirih sembari terkekeh dan mata berkaca-kaca.
Sekarang Renata telah menyandang gelar baru yaitu Nyonya muda di keluarga Hutama. Sungguh gelar yang tak pernah dielu-elu kan oleh Renata. Menurutnya menjadi istri Dafa Hutama atau tidak pun tidak ada bedanya hanya statusnya saja yang berubah menjadi istri selebihnya masih sama. Meski demikian Renata tetap lah Renata wanita berhati lembut yang penyabar dan penuh perhatian.
Seperti biasa pagi ini Renata bangun lehih awal menyaiapkan segala keperluan anak dan suaminya mulai dari mempersiapkan sarapan menyiapkan air hangat untuk mandi serta baju untuk mereka kenakan.
"Semangat, Ren!" seru Renata di dalam hati.
Setelah membangunkan anak-anaknya Renata memberanikan diri untuk masuk ke kamar Dafa berniat membangunkannya.
"Mas, bangun udah jam enam lewat, airnya sudah aku siapin," ucap Renata pelan sembari menepuk-nepuk bahu Dafa.
Lima menit kemudian Dafa bangun langsung masuk ke kamar mandi. Mumpung Dafa masih mandi Renata berinisiatif untuk merapikan tempat tidur dan menyiapkan baju Dafa.
Usai itu, Renata bergegas keluar dari kamar Dafa namun langkahnya terhenti ketika melihat sosok seorang laki-laki tampan keluar dari balik pintu kamar mandi mengenakan handuk yang melilit dipinggangnya menampilkan roti sobek yang membuat Renata diam terpana melihatnya. Tak bisa Renata pungkiri Dafa memanglah idaman para wanita.
"Ma-maaf mas, eng itu ... Sa-saya tadi hanya merapikan ranjang dan menyiapkan pakaian saja, saya permisi," ucap Renata gugup karena tertangkap basah sedang memandang Dafa.
Tanpa menunggu jawaban dari Dafa, Renata langsung lari keluar kamar dan mencoba menenangkan hatinya yang begitu gugup. Dari arah belakang Shafa melihat Renata yang berlari keluar dari kamar ayahnya membuat Shafa penasaran dan ingin bertanya pada Bundanya apa yang telah terjadi.
"Bunda, Bunda kenapa lari?" tanya Shafa khawatir.
Renata menghentikan langkahnya, mengatur nafas sejenak lalu menoleh ke arah Shafa. "Sa-sayang itu ... Apa ... Eng Bunda tadi liat kecoa. Iya kecoa," elak Renata yang masih tak mampu menyembunyikan rasa gugup.
"Tapi kenapa wajah Bunda memerah? Bunda sakit?" tanya Shafa menyelidik. Shafa memajukan wajahnya mengamati wajah Renata lekat.
Renata membelalakkan mata secepat kilat ia menggelengkan kepalanya. "Mungkin efek gerah karena abis lari-lari kak," ucap Renata mengelak lagi.
Renata pun menyuruh anak-anaknya segera ke meja makan untuk sarapan sedang dirinya memilih masuk kamar terlebih dahulu untuk menyempurnakan penampilannya karena ia tak mau terlihat tak menarik di depan anak-anak dan suaminya.
Di sisi lain anak dan ayah terlihat asik bergurau di meja makan sembari menunggu kedatangan Renata. Renata yang merasa telah ditunggui anak dan suaminya akhirnya segera bergabung. Ia menarik kursi lalu duduk di dekat Kafa. Tangannya tidak tinggal diam, ia mulai melayani apa-apa yang ingin dimakan anak dan suaminya sungguh terlihat sangat harmonis meski nyatanya tersimpan banyak luka di hati Renata.
Saat ini mereka sudah berada dalam satu mobil yang sama, Dafa mengemudikan mobilnya Renata duduk di sampingnya sementara kedua anaknya duduk di kursi belakang. Dafa mengantar kedua anaknya pergi ke sekolah, lalu mengantar Renata pergi ke rumah sakit.
"Aku berhenti disini saja, Mas." Renata menoleh sekejap ke arah Dafa dan buru-buru memalingkan pandangannya.
"Ini gak kejauhan?" tanya Dafa kepada Renata.
Renata menggelengkan kepalanya. "Disini saja, bukankah Mas Dafa gak ingin semua orang tauhu?" tutur Renata yang membuat Dafa terdiam.
"Baiklah." Dafa menghentikan mobilnya, membiarkan Renata turun disana.
Dafa kembali melajukan mobil meninggalkan Renata tanpa sepatah katapun. Pun dengan Renata, ia juga masa bodo dengan apa yang dilakukan Dafa saat itu.
Renata melangkahkan kaki tergesa menuju ke rumah sakit tempat ia bekerja. Ia berjalan ke arah ruangannya.
"Huhh capek juga ya ternyata," ucap Ren mengontrol nafasnya.
Renata duduk sejenak, menegak segelas air putih yang selalu tersedia di atas meja kerja. Renata mulai mengenakan snellinya, mengambil stetoskop lalu menggantungnya di lehernya. Tak lupa ia membawa penlight dan termometer yang ia simpan di dalam saku snellinya.
Renata memulai pekerjaannya, ia melakukan visit bersama dangan suster Maria. Tak sebanyak kemarin hari ini hanya ada sekitar delapan belas kamar inap anak yang terisi dan harus ia kunjungi.
"Sus, Saya mau ke ruangan sebentar ya? Ini ruangan terakhir kan?" tanya Ren memastikan.
"Iya, Dok ini yang terakhir kok."
Renata kembali ke ruangannya, ia duduk dan bersandar di kursi kerjanya melepas sedikit rasa lelahnya.
Drtttt drtttt
Bunyi telepon membuat Renata menoleh. Ia segera menyambar teleponnya.
"Bun, Kakak sama Adek ijin ke rumah Oma ya pulang sekolah?" suara Shafa dari seberang.
"Iya, Sayang, bilang ayah juga ya? Jangan nakal ya Sayang disana yang nurut sama Oma. Kamu juga jangan lupa jagain Adek ya, Kak?" tutur Renata lembut.
"Siap Bunda," ucap Shafa menutup sambungan teleponnya.
Belum sempat Renata meletakkan ponsel sudah ada panggilan masuk lagi kali ini Mama mertuanya menelpon memintanya berkunjung ke rumah untuk makan malam nanti yang disanggupi oleh Renata.