Bab 12 Mendapatkan Segalanya Kembali
"Ella, bangun. Sudah waktunya untuk sarapan." Suara Nina terdengar dari luar pintu. Mendengar itu, Bella sedikit mengubah ekspresinya.
Ibu sudah bangun dan sudah selesai membuat sarapan. Dia pasti telah salah paham dengan teriakanku barusan!
Memikirkan hal itu, Bella merasa wajahnya memanas.
Lebih dari sepuluh menit kemudian, keluarga beranggotakan empat orang itu sarapan bersama. Nina sesekali mengangkat kepalanya dan tampak ragu-ragu untuk mengatakan sesuatu.
Bella merasa sedikit tidak nyaman dengan tatapan Nina.
Pada akhirnya, Nina tidak bisa menahan diri untuk tidak mengingatkan mereka. "Jangan salahkan aku karena terlalu banyak bicara. Meskipun kau masih muda dan sehat sekarang, kau masih harus menahan diri dan berhati-hati dengan segala konsekuensinya. Tidak baik jika tetangga mendengarnya!"
Bella tampak sangat malu hingga lehernya memerah.
Kesalahpahaman ini semakin memburuk!
Sementara itu, Aditya tampak begitu serius, tapi diam-diam dia sedang tertawa.
Bella dengan kuat menginjak kakinya di bawah meja, membuat Aditya terkesiap kesakitan.
"Ibu, ini tidaklah seperti yang ibu pikirkan-"
Namun, sebelum Bella sempat menjelaskan, ayahnya menyela, "Ibumu benar. Kau akan menyesal nantinya jika kau bersikap ceroboh hanya karena kau masih muda. Oh, karena hari ini akhir pekan, pergilah ke perusahaan bersama Aditya untuk mengembalikan barang-barang itu. Kita sudah tidak peduli dengan warisan dari kakekmu. Aku akan mengirimkan daftar barang di ponselmu nanti. Ingatlah untuk mengembalikannya."
Setelah Pandu mengetahui menantunya adalah Dewa Perang, dia menjadi percaya diri bahkan saat berbicara.
"Kalau begitu... Aku akan pergi ke perusahaan untuk mengembalikannya."
Bella takut kesalahpahaman akan menjadi lebih buruk jika dirinya berusaha menjelaskan. Karena itu, dia memutuskan untuk tidak menjelaskan. Sambil meletakkan mangkuknya, dia mengambil tasnya dan keluar.
"Aku juga sudah kenyang."
Aditya segera berlari mengejar Bella.
Mobil Bella diambil kembali oleh keluarga Ayundhiya. Dia hanya bisa pasrah menerima sepeda gunungnya kembali.
"Biar kuberi tumpangan!" tawar Aditya.
Dia menawarkan diri untuk mengantarnya. Bella hanya bisa berdiri sambil berpegangan pada pundak Aditya karena memang tidak ada jok belakang di sepedanya.
Perbedaan suhu antara siang dan malam sangat terasa saat musim gugur. Bahkan ada embun beku di pagi hari.
Dalam waktu sepuluh menit, Bella mulai menggigil kedinginan.
Berbalik untuk memeriksanya, Aditya menghentikan sepedanya tanpa ragu-ragu.
"Apa yang sedang kau lakukan?" tanya Bella dengan bingung. Kemudian, dia melihat Aditya melepas kemejanya dan menyampirkannya ke tubuhnya. Dengan melakukan itu, Aditya hanya mengenakan tank top hijau tentara.
"Kau..."
"Jika kau masih merasa kedinginan, bersandarlah di punggungku!" saran Aditya sambil melanjutkan perjalanan mereka.
Tanpa berkata apa-apa, Bella merasakan tubuh dan hatinya terasa lebih hangat.
Tak lama kemudian, mereka tiba di Perusahaan Ayundhiya.
"Tolong tunggu sebentar di luar. Aku akan segera kembali setelah mengemasi barang-barang."
Dia membiarkan Aditya menunggu di luar gedung kantor sebelum naik ke atas untuk berkemas.
Ketika dia berjalan melewati kantor manajer umum, Bella mendengar suara cemas pamannya bergema, "Apa! Apakah perusahaan lain ingin mengakhiri kerja sama dengan kita? Cari tahu apa sebenarnya alasannya!"
Bella sama sekali tidak menyangka pamannya bekerja di akhir pekan.
Namun, itu bukan urusannya. Randi telah mengusir keluarganya dari keluarga Ayundhiya.
Kemudian, Bella pergi ke ruangannya untuk mengemasi barang-barangnya sebelum pergi ke ruangan ayahnya dan mengambil barang-barangnya.
Ayah secara khusus mengingatkan kepadaku sebelum datang ke sini. Ada beberapa dokumen pribadi yang penting di ruangannya. Aku harus membawanya kembali.
Namun, ketika Bella memasuki ruangan ayahnya, ruangan itu telah ditempati oleh sepupunya, Haris.
Semua dokumen di atas meja sudah tidak ada.
"Bella, dasar kau wanita jalang! Beraninya kau datang ke perusahaan!"
Melihat Bella mendorong pintu dan masuk ke dalam ruangan, Haris sangat terkejut.
Tanpa menghiraukannya, Bella berjalan menuju meja untuk mencari dokumen yang diinginkan ayahnya.
"Apakah kau mencari ini?" tanya Haris sambil tersenyum pada Bella.
Dia mengambil setumpuk dokumen dari laci.
"Berikan padaku!" seru Bella.
Dia mengulurkan tangannya untuk mengambil dokumen-dokumen itu, tapi Haris dengan cepat berbalik dan menghindar.
"Aku sama sekali tidak menyangka orang tua itu tahu cara bermain saham. Dia menyembunyikan cukup banyak uang. Tapi tanpa dokumen-dokumen ini, usaha ayahmu selama bertahun-tahun akan sangat sia-sia," kata Haris.
Setelah menyelesaikan ucapannya, Haris melemparkan dokumen-dokumen di tangannya ke dalam mesin penghancur kertas, mencacahnya menjadi beberapa bagian.
"Haris Ayundhiya, aku tidak akan membiarkanmu!" teriak Bella.
Dia benar-benar merasa kesal dengan tindakan Haris.
Awalnya, kartu bank mereka telah dibekukan. Bella hanya bisa berharap pada simpanan rahasia ayahnya untuk hidup.
Sekarang, semuanya telah lenyap. Haris telah memaksa keluarga kami menuju jalan buntu.
"Apa? Setiap lembar kertas di kantor ini adalah milik perusahaan. Aku hanya merobek-robek kertas-kertas perusahaanku. Apa hubungannya denganmu? Kau menerobos masuk ke ruangan pribadi. Apakah kau tahu ini melanggar hukum?"
Setelah itu, Haris dengan segera memanggil penjaga keamanan, "Penjaga, singkirkan wanita jalang yang menerobos masuk ke perusahaan kita ini."
"Haris Ayundhiya, kau tunggu saja! Cepat atau lambat, aku akan membuatmu dan keluargamu datang dan mengemis padaku!" teriak Bella.
Kemudian, para petugas keamanan mengusir Bella keluar dari Perusahaan Ayundhiya dan mendorongnya hingga terjatuh di depan gedung kantor.
"Kau!" Terjatuh di tanah, Bella menunjuk ke arah para penjaga sambil mengertakkan gigi.
Aku bersikap baik kepada para karyawan ini ketika aku masih di perusahaan. Sekarang, mereka malah berpura-pura tidak mengenalku dan sama sekali tidak menunjukkan belas kasihan!
"Ella, kau baik-baik saja?" tanya Aditya.
Ketika dia melihat Bella jatuh ke tanah dan barang-barang di tangannya berserakan, kilatan dingin tampak di mata Aditya. Berjalan ke depan, Aditya bersiap untuk mematahkan tangan penjaga itu.
"Apa? Apakah kau ingin berkelahi denganku? Percaya atau tidak, aku akan mematahkan tanganmu," kata satpam itu dengan angkuh sambil memegang tongkat listrik dan mengarahkannya ke Aditya.
"Aditya, kau sudah berjanji padaku untuk tidak memukul siapa pun tadi," Bella mengingatkan.
Dia buru-buru menghentikan Aditya ketika melihat tatapannya.
Saat ini, keluarga mereka sedang dalam keadaan yang menyedihkan. Dia sama sekali tidak bisa membiarkan pamannya memiliki kesempatan untuk mengincar keluarganya.
"Baiklah, aku akan mengampuni dia untuk kali ini!" jawab Aditya.
Dia hanya bisa bersabar sementara waktu.
Kemudian, dia berkata, "Sepedamu akan sangat merepotkan untuk membawa semua dokumen ini. Aku akan memanggilkan taksi untukmu!"
Setelah membantu Bella berdiri, Aditya memanggil taksi dan membiarkan Bella pulang sendirian.
Begitu Bella pergi, sorot mata Aditya kembali memancarkan aura dingin.
"Ella, aku hanya berjanji padamu untuk tidak memukul siapa pun. Aku tidak mengatakan bahwa aku tidak akan membiarkan orang lain melakukannya!" kata Aditya.
Setelah itu, dia pun mengendarai sepeda Bella dan pergi.
Segera setelah Aditya pergi, Raka memegang sebuah koper dan tiba di kantor manajer umum Perusahaan Ayundhiya.
"Kau siapa? Ada yang bisa kubantu?" tanya Affan sambil berdiri setelah melihat Raka tiba-tiba menerobos masuk ke dalam kantornya.
Affan terlihat cemas karena dia terpaksa harus menangani pekerjaan di perusahaan bahkan di akhir pekan karena perusahaan-perusahaan yang bekerja sama dengan Perusahaan Ayundhiya telah membatalkan kerja sama mereka pada hari itu.
"Bosku menawarkan 150 miliar untuk membeli Perusahaan Ayundhiya! Ini adalah perjanjian pengalihannya. Tandatangani," kata Raka dengan nada memerintah.
"Apa? Perusahaan unicorn milikku diperkirakan bernilai lebih dari 15 triliun, dan kau ingin membelinya hanya dengan 150 miliar. Kenapa kau tidak pergi merampok saja? Ditambah lagi, aku sama sekali tidak akan menjual perusahaan ini, berapa pun harganya!" gertak Affan.
Affan menatap Raka seolah-olah sedang melihat seekor monyet.