Bab 4 Terpaksa Kembali

Alana mengerjap saat merasakan sinar matahari mengusik tidurnya. Perlahan ia membuka kelopak matanya yang masih terasa berat. Ia masih ngantuk. Bantal dan selimut yang hangat membuatnya merasa nyaman. Namun Alana terkejut, saat seorang anak kecil tiba-tiba mengagetkannya dengan muncul dari samping tempat tidur. “Duar!!” “Aaakhh..” jerit Alana bergerak duduk. “Rehan!” pekik Alana melotot saat tahu jika yang mengejutkannya adalah Rehan, anak laki-lakinya yang sudah berumur tujuh tahun. Rehan tertawa melihat wajah bantal Alana yang melotot padanya. “Selamat pagi, Mama!” Tapi akhirnya Alana luluh juga. Ia tersenyum melihat Rehan melompat ke tempat tidur, lalu memeluknya hangat. “Selamat pagi,” sahut Alana. “Tumben. Kamu sudah mandi pagi-pagi sekali. Rambutnya juga sudah rapi. Nenek yang sisirkan, ya?” tanya Alana. Rehan yang duduk di pangkuannya menggeleng. “Bukan, Ma. Nenek sedang pergi ke pasar.” “Lalu siapa? Mama tidak percaya kalau kamu bisa menyisir serapi ini sendirian,” Alana memainkan rambut Rehan membuat anak itu protes dengan kesal. “Ih, Mama. Jangan diberantakin. Rehan ‘kan sudah ganteng. Kasihan Ayah nanti harus bantu sisirin rambutku lagi.” Kening Alana berkerut bingung saat mendengar Rehan menyebut nama Ayah. Tapi kebingungan Alana terjawab sudah, saat seorang lelaki berparas tampan, dengan perawakan jangkung dan tegap. Kini berdiri menjulang di ambang pintu kamar Alana. “Good morning Mama Alana yang masih bau iler,” sapa lelaki itu sambil terkekeh memasukan kedua tangannya ke dalam saku celana. Alana terhenyak. “Danu!” pekiknya kaget. Lalu dengan cepat Alana mengusap kedua sudut bibirnya. Memeriksa apakah yang Danu katakan tadi benar kalau ada iler di wajah Alana. Tetapi Danu dan Rehan malah tertawa. Mereka menertawakan tingkah Alana yang polos dan mau saja dibohongi. “Haha.. Mama lucu. Ayah ‘kan bohong. Tapi Mama malah percaya. Aduh, Mama.. mama..” Rehan menepuk keningnya seraya menggelengkan kepala. Sementara Alana memajukan bibirnya. “Kamu masih belum mandi, Alana. Apa kamu tidak malu dengan Rehan. Dia sudah wangi, tapi mama-nya masih bau kecut. Ayo cepat mandi. Hari ini ‘kan kita akan pergi ke restaurant yang baru buka itu. Kamu lupa, ya?” kata Danu. Dan Alana merutuki dirinya yang pelupa. Pantas saja Danu datang ke rumah dan Rehan sudah rapi pagi-pagi sekali. Hari ini mereka akan pergi ke restaurant baru yang sedang viral di jogja. Tentu saja semua itu atas keinginan Rehan. Dan Danu adalah orang pertama yang paling tidak bisa menolak permintaan si kecil nakal itu. Seperti saat Rehan sakit dan sedih karena Alana melarangnya makan es krim. Tetapi Danu malah membelikanya es krim rasa cokelat kesukaan Rehan. Hingga anak itu bersorak dan memeluknya. Padahal Danu sendiri adalah seorang dokter. Tentu saja Alana marah pada Danu. Tetapi jawabannya selalu sama. ‘Aku tidak bisa melihatnya bersedih, Alana. Jika aku membuatnya senang, maka dia akan langsung memelukku dengan erat. Dan aku sangat suka Rehan memelukku.’ Alana paham. Selama ini, Danu selalu menjadikan Rehan hidupnya. Sedangkan Rehan melihat Danu sebagai sosok seorang ayah yang selalu menjaga dan memenuhi keinginannya. Danu tak sedikit pun merasa terganggu dengan panggilan Rehan yang memanggilnya dengan sebutan ‘Ayah’. Sebab ia sendiri senang mendengarnya. Pertama kali Alana bertemu Danu adalah pada saat Alana mengalami pendarahan di usia kehamilannya yang ketujuh. Hingga mengharuskannya dirawat selama beberapa hari di rumah sakit. Tapi setelah kondisinya membaik, Alana tidak bisa pulang karena ia belum melunasi biaya perawatannya yang ternyata cukup mahal. Beruntung pada saat itu Danu datang seperti sosok penolong untuk Alana dan Winarti. Tanpa berpikir lagi, Danu mengeluarkan uangnya untuk membayar semua tagihan rumah sakit Alana. Sejak saat itu, Danu sering sekali membantu Alana dan Winarti. Rupanya dia adalah salah satu dokter di rumah sakit tempat Alana di rawat. Mengetahui Alana tidak memiliki suami, juga kondisi keuangan wanita itu yang pas-pasan. Membuat hati Danu tergerak untuk memberikan akses check-up kandungan gratis pada Alana. Tentu saja Danu lah yang membayarnya. Belum cukup sampai di sana kebaikan lelaki itu, Danu bahkan menemani Alana saat hendak melahirkan. Danu lah lelaki pertama yang menggendong bayi Rehan dan mendekap hangat di dadanya. Hingga saat ini, Danu tetap menjaga Rehan dan Alana. “Mama kok melamun? Bukannya cepat-cepat mandi?” protes Rehan merengut pada Alana. Lalu ia menoleh pada Danu yang kini sudah berdiri lebih dekat dari ranjang. “Duh, Ayah. Mama malas mandi. Mungkin Mama mau dimandiin juga, seperti ayah tadi mandiin aku,” ceplos Rehan dengan wajah polosnya. “Rehan!” Alana memekik. Sementara Danu tertawa mengepalkan tangannya di depan mulut. “Memangnya kamu mau aku mandiin juga, Alana?” goda Danu menaik-turunkan alisnya. Tapi Alana melemparkan pelototan pada lelaki itu. Membuat Danu semakin terkikik geli. “Mimpi kamu!” Alana bangkit berdiri dari ranjangnya. Kemudian ia turun dan menghilang ke kamar mandi. Menyisakan Rehan dengan wajah polosnya. Rehan menatap Danu yang berjalan menghampirinya lalu mendudukan diri di sampingnya. “Mama tetap cantik ‘kan, Yah. Meski baru bangun tidur dan rambutnya acak-acakan seperti singa?” tanya Rehan memperagakan rambut Alana yang memang agak berantakan. Danu mengangguk sambil tersenyum. Ia mencubit pelan pipi Rehan yang mungil dan lembut. “Iya, Rehan. Mama kamu memang selalu cantik dalam kondisi apapun. Itu sebabnya Ayah sayang,” ucap Danu lalu mengatupkan bibirnya dengan cepat. Ia keceplosan. Tapi nampaknya telinga Rehan terlanjur mendengar apa yang Danu ucapkan. “Jadi Ayah sayang sama Mama?” Danu menggigit bibirnya. Bohong jika Danu tidak menyayangi Alana. Bahkan mungkin rasa itu lebih dari sayang. Danu sudah jatuh hati pada Alana saat pertama kali ia melihatnya. Danu semakin semangat ketika tahu Alana membesarkan anaknya seorang diri. Tanpa ada suami. Hanya Winarti yang membantunya. Alana nampak kuat dan tegar di mata Danu. Sosok Alana yang lembut dan penyayang, juga penuh cinta pada Rehan. Membuat Danu semakin yakin, jika Alana adalah wanita yang sangat tepat untuk hidupnya. Tetapi sangat disayangkan, dua kali Danu menyatakan cinta pada Alana. Dan dua kali pula ia ditolak. Alasannya tetap sama. ‘Aku masih belum bisa membuka hati untuk orang lain. Jangan terlalu berharap padaku, Danu. Karena aku tidak bisa memberimu kepastian apapun.’ itulah yang selalu Alana katakan saat Danu ingin serius padanya. Meski sudah ditolak, tak lantas membuat kegigihan Danu untuk mendapatkan hati Alana luntur begitu saja. Ia akan tetap berusaha, hingga wanita itu jatuh hati padanya. Danu menoleh pada Rehan. Kemudian ia mengangguk membenarkan pertanyaan anak kecil itu. “Tentu saja. Ayah sayang sama mama kamu. Sama seperti Rehan yang sayang sama Mama Alana.” “Kalau Ayah juga sayang sama Mama Alana, kenapa Ayah tidak tinggal di sini saja? Kenapa tidak tidur dengan Mama Alana? Aku juga suka tidur dengan Mama,” tanya si kecil Rehan dengan kritis. Kali ini Danu mengusap tengkuknya. Ia bingung harus menjawab apa. Rehan memang tidak tahu jika hubungan yang terjalin di antara Danu dan Alana hanyalah sebatas teman. Rehan hanya mengerti kalau ia memanggil Danu dengan sebutan Ayah. Itu artinya ia punya ayah dan ibu. Sama seperti teman-temannya di sekolah. Tanpa Rehan tahu yang sebenarnya. Jika Danu bukanlah ayah biologisnya. Danu hanyalah seorang dokter yang berhati malaikat. “Oh iya. Ayah lupa tadi membelikanmu sesuatu di jalan sebelum ke sini,” ucap Danu memilih untuk mengalihkan pembicaraan. Sebelum Rehan akan bertanya hal yang lebih kritis lagi padanya. “Yang benar? Ayah beli apa?” “Cake cokelat.” “Wah. Aku mauu! Aku mauu!” Rehan berseru senang. Membuat Danu terkekeh geli melihatnya. “Ya sudah. Ayo cepat keluar. Kita habiskan cake cokelatnya. Kalau Mama Alana tahu pasti dia akan marah.” Rehan mengangguk dan turun dari tempat tidur Alana. Ia mengikuti langkah Danu yang menuntunnya menuju ruang tamu. *** “Kamu yakin, Alana? Dengan keputusan yang sudah kamu buat ini?” tanya Danu saat mereka baru saja menghabiskan makanan di atas meja. Mereka sedang berada di sebuah restoran. Pantas saja Rehan ingin sekali ke sini, sebab ternyata di dalam restoran ini juga ada tempat bermain. Dan saat ini Alana mengarahkan pandangannya pada Rehan yang nampak asyik main seluncuran di halaman bersama anak-anak pengunjung lain. Tapi Alana menoleh saat mendengar pertanyaan yang terlontar dari mulut Danu. “Iya, Danu. Aku sudah yakin. Aku akan kembali ke Jakarta,” jawab Alana. “Tapi kenapa? Rehan sekolah di sini, ‘kan? Anak itu juga sepertinya betah tinggal di jogja.” Alana menghela napasnya pelan. Ia menatap Danu dengan senyum tipis. Alana tahu pasti Danu akan terkejut dengan keputusannya ini. Tapi Alana harus melakukannya. Demi kelangsungan hidup keluarganya. “Temanku yang tinggal di jakarta memberitahuku, kalau ada sebuah perusahaan besar yang sedang membutuhkan seorang sekretaris. Aku pikir, tidak ada salahnya aku mencoba. Jika diterima, aku akan mencari rumah kontrakan dan tinggal di sana. Membawa Rehan dan ibu. Dan Rehan mungkin akan pindah sekolah.” “Lalu jika kamu tidak diterima? Apa yang akan kamu lakukan?” “Aku akan kembali ke sini. Dan mencari pekerjaan lain untuk memenuhi kebutuhan hidup kami.” “Kalau begitu, apa aku terlihat kejam jika seandainya aku mendoakan kamu agar tidak diterima bekerja di sana? Jujur saja, Alana. Aku tidak ingin jauh dari kamu dan Rehan.” Alana melengkungkan senyum lembutnya mendengar ucapan Danu. Ia lalu menundukan kepala, seraya memainkan jari-jemarinya yang lentik.
Tambahkan ke Perpustakaan
Joyread
FINLINKER TECHNOLOGY LIMITED
69 ABERDEEN AVENUE CAMBRIDGE ENGLAND CB2 8DL
Hak cipta@ Joyread. Seluruh Hak Cipta