Bab 5 Kembali Bertemu Andra

“Rehan semakin besar, Danu. Dan kemarin aku baru saja dirumahkan dari pabrik roti tempatku bekerja karena mengalami kebangkrutan. Aku harus pergi untuk tetap bertahan hidup. Aku tidak mau terus menyusahkanmu. Kamu sudah terlalu banyak membantu keluargaku.” Danu menampilkan raut keberatan di wajahnya. “Ayolah, Alana. Aku masih bisa membantu biaya hidup kalian. Kalian sudah seperti keluargaku sendiri. Dan Rehan juga sudah seperti anakku,” tawar Danu yang tidak ingin Alana pergi ke Jakarta. Tapi sepertinya keputusan Alana sudah tidak bisa diganggu gugat. Wanita itu berkeras akan mencoba peruntungannya di Jakarta. Meski sebenarnya Alana juga tidak tega dengan Danu yang harus berpisah dengan Rehan. Tapi mau bagaimana lagi? Alana dan keluarganya sudah banyak menyusahkan Danu. “Maaf. Keputusanku benar-benar sudah bulat. Besok, aku akan ke sekolah Rehan untuk mengurus surat pindah sekolahnya. Kamu sudah sangat baik pada aku dan Rehan, Danu. Aku tahu kamu tidak merasa keberatan membantu kami. Tapi aku mohon, jangan tahan kepergian kami. Jika nanti aku diterima bekerja di Jakarta, aku dan Rehan akan sangat senang kalau kamu mau berkunjung ke tempat tinggal kami di sana.” Danu terdiam menatap Alana dengan wajah sendunya. Sebentar lagi wanita cantik yang duduk di hadapannya ini akan pergi meninggalkannya. Walaupun Alana akan pergi ke tempat yang masih satu Negara dengannya, tetapi hati Danu tetap saja merasa berat. Kemudian Danu melarikan pandangannya pada Rehan, kali ini bocah kecil itu tampak riang berlarian dengan anak pengunjung restoran yang lain. “Baiklah. Kalau kalian memang harus pergi..” ucap Danu tertahan saat ia menarik napasnya pelan. Lalu Danu kembali menatap Alana. “Tapi aku hanya mau pesan satu hal. Jaga diri kalian baik-baik selama di Jakarta. Kabari aku kalau kamu sudah dapat rumah sewa di sana. Dan.. jika ada masalah apapun, jangan sungkan untuk memberitahuku, Alana.” Alana tersenyum seraya menganggukan kepalanya. “Tentu, Danu. Aku sangat berterimakasih karena kamu tidak keberatan kami pergi. Kamu memang sahabat yang sangat baik,” ucap Alana yang dibalas Danu dengan senyum miris. ‘Bahkan sampai detik ini pun, kamu masih menganggapku hanya sebatas sahabat, Alana,’ desah Danu dalam hati. Manik matanya menatap nanar pada wajah Alana yang sedang memandang Rehan sambil tersenyum manis. Tanpa sadar, Danu yang memerhatikan senyum Alana pun ikut melengkungkan senyum juga. Bagi Danu, senyum Alana selalu bisa membuat hatinya damai. *** “Boss! Jaga Mama Alana dengan baik, ya!” Danu mengacak pelan rambut Rehan saat mereka telah sampai di halte bus. Rehan mengerutkan keningnya, lalu mendongkak menatap pada Alana dengan pandangan bertanya. “Memangnya Ayah tidak akan ikut kita, Ma?” Alana menatap Danu yang sama-sama bingung. Tapi kemudian Alana menyentuh pundak Rehan dengan lembut. “Tidak, sayang. Ayah ada banyak pekerjaan di jogja. Jadi dia tidak bisa ikut dengan kita ke Jakarta. Rehan hanya akan pergi dengan Mama dan nenek saja,” sahut Alana menjelaskan. Alana lalu menggigit bibirnya karena ia telah berbohong pada anak laki-lakinya itu. “Apa pekerjaan Ayah penting, sampai tidak mau ikut ke Jakarta? Terus, nanti kalau aku merindukan Ayah gimana?” tanya Rehan dengan wajah merengut pada Danu. “’Kan ada telpon. Nanti Ayah akan sering telpon Rehan. Dan Ayah janji, Ayah akan menyempatkan waktu untuk mengunjungi Rehan dan Mama Alana di Jakarta. Jadi sekarang Rehan ikut Mama Alana, ya. Rehan harus jadi anak yang baik. Harus belajar yang rajin di sekolah Rehan yang baru nanti,” pesan Danu. Rehan mengangguk lemas. Tapi tangan kanannya mengait di jemari tangan Danu yang keras. Seakan bocah kecil itu merasa berat untuk berpisah dengan Danu. “Kami pergi dulu, Danu.” “Hati-hati Alana. Jangan lupa kabari aku kalau kalian sudah sampai di Jakarta.” Alana mengangguk. Ia lalu menarik tangan Rehan untuk segera naik ke dalam bus. Disusul Winarti—ibu kandung Alana yang juga berpamitan pada Danu. Saat bus itu mulai melaju di depan pandangannya, Danu hanya bisa mendesah lemas. Dan menatap nanar pada bus yang telah membawa orang-orang yang ia cintai di dalamnya. “Aku akan menyusulmu nanti, Alana. Aku akan menyusul kamu dan Rehan ke sana. Aku sangat menyayangi kalian berdua..” *** akhirnya mereka sampai di tempat tujuan. Alana membawa serta keluarganya di sebuah rumah yang terlihat sederhana. Namun sepertinya cukup untuk mereka tinggali. “Al. Sorry ya. Cuman ada rumah ini yang bisa aku sewakan untuk kamu dan keluarga kamu. Ini sudah harga yang paling murah. Tapi letaknya tak terlalu jauh ke kantor.” Virny berkata sambil membukakan pintu rumah untuk Alana. Alana dan keluarganya melangkah masuk. Dan melihat sekeliling ruangan yang ada di rumah itu. “Tidak apa-apa, Vir. Rumah ini sudah cukup untuk kami. Terimakasih sudah membantuku mencari rumah sewa. Maaf sudah banyak merepotkanmu,” ujar Alana dengan raut tidak enak. Sementara Rehan sudah diajak oleh Winarti untuk masuk ke dalam kamar. Membereskan baju-baju mereka ke dalam lemari kecil yang ada di kamar itu. “Ah, kamu ini seperti bicara dengan siapa saja. Aku ini ‘kan temanmu, Alana. Sudah pasti akan membantu saat kamu perlu bantuan. Oh iya, besok datang ke kantornya jam sembilan pagi ya, Alana. Interviewnya mungkin akan dilakukan antara jam sebelas atau duabelas. Kamu sudah bawa surat lamaran yang lengkap,’kan?” Alana mengangguk pasti. “Sudah.” “Bagus. Jadi siapkan dirimu untuk besok pagi. Aku doakan semoga kamu yang terpilih jadi sekretaris di sana. Biar kita bisa satu tempat kerja. Dan.. oh iya, aku lupa bilang sesuatu yang penting. Boss di perusahaan itu ganteng loh, Alana. Kalau kamu bertemu jangan pernah berani tatap matanya, ya. Nanti bisa bikin sport jantung. Alias jatuh cinta.” Virny mengerlingkan matanya. Membuat Alana mencubit pinggangnya lalu mereka terkekeh berdua. Virny memang segila ini. Dia adalah teman yang sangat baik pada Alana. Sekarang Virny sudah bekerja sebagai staf karyawan keuangan di sebuah perusahaan yang besok Alana akan datang untuk melamar di sana. Bedanya, Alana akan melamar sebagai sekretaris. Dan Alana berharap ia terpilih. Sebab Alana ingin memberikan kehidupan yang lebih layak untuk Rehan dan Winarti. *** Hari ini, Alana akan melamar kerja di perusahaan besar yang kata Virny sedang membutuhkan sekretaris baru. Alana berangkat menggunakan kendaraan umum untuk sampai di tempat tepat waktu. Alana sedikit minder saat ia mendapati begitu banyak pelamar yang datang. Dan yang paling membuat Alana menggigit bibir adalah, semuanya cantik-cantik. Mereka tampil dengan penampilan seksi juga tubuh semampai bak model internasional. Beda jauh dengan Alana yang hanya mengenakan rok span hitam selutut, juga kemeja putih yang warnanya mungkin sudah tak enak dipandang mata. "Alana sripuji rahmita!" Alana mengangkat kepala saat mendengar namanya dipanggil. Sekarang saatnya giliran Alana masuk ke ruang HRD. 'Aku tidak boleh patah semangat. Semoga rezekiku dan Rehan ada di perusahaan ini.' Alana berdoa terlebih dahulu, sebelum kemudian ia masuk dan duduk di depan seorang HRD wanita yang berwajah tegas. "Namamu Alana?" tanya HRD itu yang Alana lihat di papan namanya bertuliskan 'Resti'. "Iya, namaku Alana." Resti manggut-manggut sambil melihat-lihat surat lamaran milik Alana sebentar. Alana menahan napas sambil memilin jemari. Ia berharap agar dirinya diterima. Tak lama, Resti menaikan pandanganya dan menatap Alana kembali. Namun kali ini dengan senyum di bibirnya. "Selamat, Alana! Kamu yang terpilih untuk menjadi sekretaris di perusahaan ini!" Alana nampak terkejut dan hampir tak percaya dengan apa yang didengarnya. "Benarkah? Se-semudah itu? Maaf. Tapi maksudku, aku tidak menyangka anda langsung memutuskan menerimaku sementara di luar sana banyak sekali yang masih menunggu antrian untuk interview," ucap Alana dengan wajah bingung. Namun ia tak memungkiri jika hatinya saat ini sedang melambung tinggi. Resti tetap melengkungkan senyum pada Alana. Lalu mengangguk. "Memang benar. Di luar sana masih banyak yang menunggu untuk diinterview. Tapi setelah saya melihat surat lamaran kamu. Saya rasa kamu adalah orang yang cocok dan sesuai dengan kriteria perusahaan ini. Sekarang terserah kamu saja, Alana. Kesempatan sudah ada di depan mata. Kamu sudah kami terima, jika kamu setuju, sekarang juga kamu sudah bisa tandatangani kontrak kerja. Dan besok adalah hari pertama kamu bekerja di kantor," Resti menjelaskan. Tentu saja Alana tak mungkin menyia-nyiakan kesempatan emas di depan matanya. Kedatangannya ke jakarta adalah untuk mengadu nasib. Dan saat Alana bertemu keberuntungan, tidak mungkin Alana menolaknya, bukan? "Aku bersedia bekerja besok. Dan aku siap menandatangani kontrak kerjaku hari ini." Alana langsung menyahut. Sebelum Resti berubah pikiran. Resti mengangguk dan memberikan sebuah berkas pada Alana. Yang mana isinya adalah surat perjanjian kontrak kerja. Saking terlampau senangnya, Alana sampai lupa jika ia tak membaca lebih teliti dengan isi dari kontrak itu. Alana langsung membubuhkan tanda tangannya tanpa rasa curiga. "Sudah," kata Alana menyimpan bolpointnya di atas meja. Resti tersenyum menutup berkasnya. "Sekali lagi saya ucapkan selamat padamu, Alana. Selamat bergabung dengan perusahaan ini. Dan, satu lagi. Aku harus memberitahumu sesuatu. Boss kami berpesan, agar sekretars yang terpilih harus menghadap padanya terlebih dahulu. Boss ingin kamu memperkenalkan diri padanya sebelum besok kamu benar-benar bekerja." Resti memberitahukan. Alana terdiam sebentar sembari mengerutka keningnya. Entah mengapa sekarang Alana merasa seperti ada yang ganjil di sini. Pertama, penerimaan sekretaris begitu cepat. Lalu, harus memperkenalkan diri di hadapan boss. "Kamu ikut aku, Alana! Boss sudah menunggu kita di ruang kerjanya," kata Resti lagi. Tapi Alana tak urung menganggukan kepala. "Baik." mereka bangkit berdiri, lantas berlalu pergi ke luar dari ruangan itu. Alana langsung disuguhi wajah-wajah kecewa dari para pelamar lain. Mereka mendesah lemas saat Resti mengatakan kalau Alana lah yang terpilih sebagai sekretaris. Setelah itu, Resti kembali mengajak Alana untuk pergi ke lantai 20. Di mana ruangan boss nya berada. Mereka menaiki lift, dan Alana bertanya-tanya dalam hati. Kira-kira, seperti apa bossnya nanti? "Nah, Alana! Ini adalah meja kerjamu. Letaknya tepat di depan ruang kerja CEO perusahaan kita," kata Resti menunjuk sebuah meja dan kursi yang dekat dengan Alana. Alana tersenyum saat melihat tempat kerjanya sepertinya terasa begitu nyaman. Tok! Tok! Tok! Resti mengangkat tangan kanannya, mengetuk pintu ruangan boss mereka. "Masuk!" Alana terhenyak mendengar suara baritone yang seperti tak asing di telinganya. Tapi tangan Resti yang menariknya masuk, membuat pemikiran Alana buyar seketika. "Maaf, Pak. Saya datang ke sini dengan membawa sekretaris baru yang akan bekerja besok. Sesuai yang bapak perintahkan, saya membawanya ke sini." Resti menuturkan. Alana menatap pada sosok lelaki yang saat ini sedang duduk membelakanginya. Lelaki itu adalah bossnya. Tetapi posisi kursi yang diputar ke belakang, membuat Alana tak bisa melihat rupa bossnya itu dengan jelas. "Kerja yang bagus, Resti. Sekarang kamu boleh pergi dan tinggalkan kami berdua saja!" kata lelaki itu masih tetap membelakangi tapi tangan kanannya mengibas di udara. Seolah menyuruh Resti untuk segera meninggalkan ruangannya. "Baik, Pak." Resti mengangguk patuh dan meletakan berkas kontrak kerja milik Alana di atas meja boss-nya. Sebelum akhirnya Resti benar-benar berlalu pergi. Menyisakan Alana yang hanya berdua dengan lelaki yang wajahnya belum Alana lihat itu. "Siapa nama kamu?" tanya lelaki itu. Alana kembali terhenyak. Suara itu sungguh tidak asing di telinganya. "Alana, Pak. Namaku Alana." "Alana Sripuji Rahmita. Begitu 'kan, namamu?" tanya lelaki itu lagi. Kali ini membuat kening Alana berkerut heran. Bagaimana boss-nya itu bisa tahu nama lengkapnya? Padahal, baik Alana dan Resti. Tidak ada satu pun di antara mereka yang mengatakan nama lengkap Alana. "Benar, Pak. Itu nama lengkapku." "Kalau begitu.. Bolehkah aku bertanya sesuatu sama kamu, Alana?" lelaki itu bertanya lagi tanpa membalikan badannya. "Bertanya tentang apa, Pak?" "Apakah kamu masih mengenal aku?" akhirnya lelaki itu memutar kursinya. Menatap wajah Alana yang tampak sangat terkejut. Bahkan mulut Alana sedikit terbuka saking ia tidak menyangka dengan siapa yang ia lihat di hadapannya. "Andra!" pekik Alana tak percaya. Ternyata lelaki yang sedari tadi membelakanginya adalah Andra.
Tambahkan ke Perpustakaan
Joyread
FINLINKER TECHNOLOGY LIMITED
69 ABERDEEN AVENUE CAMBRIDGE ENGLAND CB2 8DL
Hak cipta@ Joyread. Seluruh Hak Cipta