Bab 5 Dulu dia adalah bawahanku
James melirik kearah Hartono dan Lesti yang sekarat, dan bertanya : “Mereka ini bawahanmu?”
Samuel menjawab dengan malu : “Benar, Hartono membantuku mengurus beberapa hal.”
James bertanya dengan marah : “Saya ingin bertanya kepadamu, siapa yang memberimu kekuasaan, sampai kamu berani bertindak seperti ini, dan mengerahkan pasukan bersenjata sesuka hati?”
Samuel mengakui kesalahannya : “Saya tahu saya tidak pantas melakukan hal seperti ini, mohon Tuan Muda mengampuniku.”
James berkata dengan dingin : “Kembali dan serahkanlah surat pengunduran dirimu, saya rasa kamu tidak pantas menjabat jabatanmu ini!”
Samuel berkata dengan keras : “Baik, saya akan mengingat ajaran Tuan Muda.”
James menganggukkan kepalanya, dia merasa puas dengan sikap Samuel : “Bagus!”
Segera, Samuel menoleh kearah Hartono dan istrinya dan berkata dengan marah : “Masih tidak meminta maaf kepada Tuan Muda, kalau Tuan Muda masih merasa tidak puas, saya akan turun tangan sendiri membereskan kalian.”
Hartono dan istrinya panik dan segera merangkak, dan menangis memohon pengampunan James.
James berkata dengan dingin : “Minta maaf pada istri dan anakku.”
Hartono dan istrinya segera menuju ke Nara dan putrinya, dan memohon-mohon : “Nyonya Hartawan, Nona Hartawan, kami suami istri tidak tahu diri, tidak mengenali siapa kalian, kami bersalah, mohon ampuni kami ya?”
Nara terkejut dan segera tersadar, dia sangat baik hati, melihat Hartono dan istrinya sudah babak belur, dia menatap James : “Bagaimana kalau kita sudahi saja, mereka sudah tahu kesalahannya, dan sudah menerima hukuman mereka.”
James tersenyum dan berkata dengan lembut : “Saya akan mengikuti kata-kata istriku.”
Perkataan James membuat wajah Nara memerah.
Dan melihat itu, Samuel segera berkata kepada Hartono dan istrinya : “Masih tidak mau pergi ya!”
Mendengar itu, Hartono dan istrinya seolah tidak memperdulikan rasa sakit dan luka mereka, segera membawa anak mereka dan pengawalnya, lalu pergi dengan tergesa-gesa.
Samuel berniat menjadi pesuruh James, tapi James mengatakan dia hanya ingin bersatu kembali dengan anak dan istrinya, dan tidak ingin diganggu.
Mendengar itu, Samuel pun langsung pamit diri.
James menggendong putrinya, bersama dengan Nara, pergi meninggalkan taman kanak-kanak itu.
Wina menatapnya dengan tatapan penuh kekaguman, ekspresi bahagia terlihat jelas di wajah kecilnya, dan berkata kepada James dengan penuh kehangatan : “Ayah, kamu hebat sekali, kalau ada kamu, tidak akan ada lagi yang berani menggangguku dan ibu.”
James menjawabnya dengan penuh kasih sayang : “Tenanglah, ada ayah disini, siapapun tidak akan bisa mengganggumu dan ibu, ayah tidak akan membiarkan kalian menderita lagi.”
Nara yang mendengar itu, menatap betapa bahagianya Wina, air mata pun tidak dapat dibendungnya.
……
Kota Sukajaya.
Nara sekeluarga tinggal di sebuah apartemen bobrok di kawasan perdesaan Sukajaya.
Di gedung apartemen ini, tidak ada lift.
James menggendong Wina, mengikuti Nara naik ke lantai 6.
Nara mengeluarkan kunci dan membuka pintu, sambil berkata kepada James : “Masuklah, rumahku sedikit berantakan.”
Di ruang tamu, ayah Nara, Putra Santika, sedang membaca koran dengan mengenakan kacamata rabunnya.
Di dapur, ibunya, Sarah Irawan, sedang memasak.
Putra melihat putrinya pulang dengan seorang pria asing, ekspresi terkejut sangat terlihat di matanya.
Karena ini pertama kalinya Nara membawa pulang seorang pria.
Dulu saat keluarga berniat menjodohkannya, dia selalu menolak dan mengatakan tidak mau menikah, dia hanya mau fokus merawat Wina.
Putra meletakkan korannya, dan bangkit untuk menyambut.
Menatap pria asing yang menggendong Wina, dia bertanya kebingungan : “Maaf, Tuan ini siapa?”
Nara gelisah, dia belum sempat menjawab, Wina yang digendong James berkata dengan bahagia : “Kakek, ini ayahnya Wina, ayahnya Wina sudah pulang.”
“Apa, kamu sampah yang mencelakai putriku lima tahun lalu, dan membuat kami sekeluarga menderita!”
Putra sebenarnya adalah orang yang jujur dan hangat, tapi mengetahui orang didepannya ini adalah orang yang menodai putrinya, dan membuat putrinya melahirkan anak diluar nikah, dia tidak bisa tidak marah.
“Dasar sampah, kamu masih berani datang mencari putriku, saya akan memenggalmu!”
Sebuah suara penuh amarah terdengar dari arah dapur, Sarah keluar dengan pisau parang di tangannya, bergegas menuju James.
Wina kaget mendengar teriakan mereka, dan langsung menangis.
Nara segera menahan ibunya, dan berkata sambil menangis : “Bu, jangan------”
Sarah yang dipeluk erat oleh putrinya tidak bisa mendekat kearah James.
Dia menunjuk James dengan pisau parangnya, dan memakinya sambil menangis : “Bajingan, sampah, semua ini karena kamu, kamu yang membuat kami diusir dari kediaman Santika, kamu sudah menghancurkan kehidupan putriku.”
Putra melihat istrinya begitu menggebu-gebu, dan putri serta cucunya menangis, benar-benar sangat kacau.
Dia yang selalu tenang, tiba-tiba berteriak : “Sudah cukup!”
Kemarahan Putra membuat Sarah menahan emosinya.
Putra mengambil pisau ditangan istrinya, lalu memeluk istrinya dan menatap James dengan dingin : “Enyahlah, jangan pernah muncul dihadapan kami lagi selamanya. Penderitaan yang kamu berikan kepada putriku, kepada keluarga ini, sudah cukup banyak.”
James tentu tahu kalau Nara sudah sangat menderita beberapa tahun ini, dia menggendong putrinya dan menatap Putra dengan yakin, dan berkata dengan serius dan tulus : “Saya tidak akan pergi.”
“Saya tahu, Nara sudah sangat menderita selama ini.”
“Saya bisa memberi mereka masa depan yang cerah, mengganti semua penderitaan mereka dengan apa saja di dunia ini.”
Masa depan yang cerah, mengganti penderitaan mereka, dengan memberikan semua yang ada didunia?
Mendengar itu, Putra meremehkan James.
Dia paling membenci orang yang tidak realistis, pembual, dan anak muda yang berlagak.
Bualan semacam ini, hanya bisa membohongi anak muda seperti putrinya.
Sarah tanpa segan-segan langsung memaki : “Suamiku mengusirmu, kamu tidak dengar ya? Enyah! Cepat enyah dari hadapanku!”
Putra berkata dengan tenang : “Kalau kamu masih tidak mau pergi, saya akan melapor polisi.”
Sebenarnya, kalau bukan merasa melapor polisi akan membuat orang-orang kembali membicarakan pemerkosaan oleh gelandangan yang menimpa putrinya, dan membuat putrinya kembali terluka, Putra sudah pasti melaporkannya daritadi.
Nara yang berderai air mata, segera menyeka air matanya, dan berkata dengan tegar : “Ayah, Ibu, biarkan dia tetap disini.”
Apa?
Putra dan Sarah sama-sama terkejut, dan menatap putrinya kebingungan.
Sarah berkata dengan panik : “Nara, kamu sudah gila ya?”
Nara mengelengkan kepalanya : “Tidak, saya tidak gila.”
“Saya melakukan semua ini, demi Wina.”
“Wina sudah mulai mengerti beberapa hal, dan dia membutuhkan ayah, dia membutuhkan kasih sayang seorang ayah.”
“Ayah, Ibu, beri dia satu kesempatan, biarkan dia menetap disini sementara.”
Mendengar itu, tatapan Putra berubah menjadi sangat serius.
Dia tidak percaya, pembual dan gelandangan seperti James, bisa memberikan kebahagiaan kepada cucunya.
Tapi, tatapan memelas dari putrinya, dan cucunya yang menangis tersedu-sedu.
Hatinya melunak.
Dia menghela nafas, dan bisa dibilang permohonan Nara telah dikabulkan.
Sarah melihat Putra sudah menyetujui James si bajingan itu untuk menetap dirumah mereka, tidak bisa mengendalikan emosinya, dan berteriak.
Dia berbalik dan bergegas masuk ke kamarnya, membanting pintu, dan dari dalam kamar mulai terdengar tangisannya.
Waktu makan malam, Sarah juga tidak terlihat keluar untuk makan.
Putra makan dengan tidak berselera, dan mengambil semangkok nasi dan lauk ke kamar untuk membujuk istrinya.
Di ruang tamu hanya tertinggal James, Nara dan anak mereka, Wina.
Nara menyuapi putrinya, dan melirik James sambil berkata : “Dirumah hanya ada dua kamar, kamu boleh tidur di kamarku dan Wina, tapi kamu harus tidur di lantai.”
James mengangguk : “Baik!”
Setelah makan, Nara mencarikan satu stel pakaian baru ayahnya untuk James, dan menyuruhnya mandi.
James baru masuk ke kamar mandi, tiba-tiba pintu rumah digedor : “Buka pintu!”
Putra dan Sarah keluar dari kamar, Putra tiba-tiba menjadi kaget dan berkata : “Sepertinya itu suara Kakakku, cepat buka pintunya.”
Putra sekeluarga segera bergegas membuka pintu, dan melihat pria paruh baya berusia sekitar lima puluh tahun yang berdiri didepan pintu.
Pria itu berbadan tinggi besar, jambangnya putih, dan matanya setajam elang.
Dia adalah kakak sulung Putra, ahli waris dari bisnis keluarga Santika, Perdana Santika.
Putra yang melihat Perdana tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya : “Kakak, ada apa kakak kemari, ayo masuk.”
Perdana melirik ruang tamu yang bobrok dan kecil, dia mendengus dingin : “Tidak mau, rumahmu kotor.”
Perkataan itu, membuat Putra dan Sarah merasa malu, dan tidak bisa mengangkat kepala mereka.
Sama-sama putra dari keluarga Santika, tapi kalau membandingkan keluarga Perdana dengan keluarga Putra, perbedaannya seperti langit dan bumi.
Tatapan mata Perdana melekat pada Nara, dia berkata dengan dingin : “Saya dengar kamu dan gelandangan yang menidurimu itu sudah bersama ya, dan memerintahkan dia untuk memukuli Pak Halim, klien besar perusahaan kami?”
Nara yang mendengar perkataan pamannya langsung panik dan berkata : “Paman, tolong dengarkan dulu penjelasanku.”
Tapi Perdana langsung memotong ucapannya : “Saya tidak mau dengar penjelasanmu, sewaktu kamu berhubungan dengan gelandangan itu, dan melahirkan anak diluar pernikahan, kamu sudah mencoreng seisi keluarga. Saya masih menganggapmu sebagai keluarga, dan meminta agar Kakek tidak mengeluarkan kalian dari keluarga Santika, dan masih membiarkanmu bekerja di perusahaan.”
“Tidak disangka kamu malah menempel lagi pada gelandangan itu. Kalau tidak bisa menikah, ya tidak perlu seperti ini juga, kamu tidak habis-habisnya mempermalukan keluarga Santika ya.”
“Saya datang kemari untuk memberitahumu satu hal, pergi minta maaf ke Pak Halim, terus memohon sampai dia memaafkanmu.”
“Kalau tidak, kamu juga tidak usah bekerja lagi di perusahaan kami, saya tidak peduli kalau kalian mati kelaparan!”
Perdana langsung pergi setelah menyelesaikan perkataannya.
Nara memucat, air matanya bergenang di matanya.
Putra menundukkan kepalanya, dan tidak bisa mengatakan apapun.
Sarah menangis sambil memukulnya : “Kamu ini, kenapa lemah sekali? Kakakmu mengambil alih bisnis keluarga Santika, sedangkan kamu, tidak mendapatkan apapun, bahkan melawannya pun kamu tidak berani.”
“Kakakmu sekeluarga selalu mengatakan hal-hal buruk tentang kita kepada Ayah mertua, dia memfitnah putri kita, menyuruh Ayah mertua mengusir kita dari kediaman Santika, kamu juga tidak mengatakan apapun.”
“Sekarang, mereka datang kemari untuk menganiaya kita, mengancam akan mengeluarkan kita dari keluarga Santika, kamu pun masih tidak berani bersuara, kamu ini pria macam apa, hu------"
James keluar dari kamar mandi, dan tidak menyangka telah terjadi sesuatu yang besar.
Dia mengernyitkan keningnya dan bertanya apa yang terjadi?
Tetapi tidak ada yang menjawabnya!
Lalu, putrinya Wina berjalan ke sisinya, dan menarik-narik bajunya, dan berkata dengan takut : “Ayah, tadi Kakek Perdana kemari, dan menyuruh ibu untuk meminta maaf pada seseorang, kalau ibu tidak melakukannya, ibu tidak boleh bekerja lagi di perusahaan, lalu dia akan mengeluarkan kita dari keluarga Santika.”
James yang mendengar itu mendengus dalam hati : “Orang-orang dari keluarga Santika sedang cari mati!”