Chapter 12 Euphoria Raihan

"Vano lain kali jalannya harus hati-hati ya, dahimu merah sekali, nak," ucap Rania yang sedang memangku Vano di atas sofa. Dibawah sana, Raihan yang mengusap tangan Vano dengan khawatir. Raut wajahnya gelisah saat memperhatikan rona kemerahan di dahi Vano yang disertai sedikit benjolan. "Padahal kemarin sudah janji untuk berhati-hati," timpal Raihan menambahi. Kini, laki-laki itu mengolesi salep ke dahi Vano dengan gerakan pelan dan bergetar. Rania yang memperhatikannya, tersenyum getir. Segitu tremornya Raihan menghadapi Vano yang terluka. "Ano mau yobot gudamna, makanya layi, Paman ...." balas Vano sambil membuka kotak robotnya. Dia mengeluarkan robot gundamnya dengan senyuman lebar yang cerah. Sungguh, anak itu bahagia dengan mainan barunya tersebut. "Oh, iya. Buna ingin bilang sesuatu pada Vano. Vano harus mendengarkannya, ya," kilah Rania sambil menurunkan Vano dari pangkuannya. Ikut berjongkok di samping Raihan, membiarkan si putra bungsu yang enteng di atas sofa. "Buna, Abang punya pr matematika ...." Tiba-tiba David datang memeluk leher Rania dari belakang saat bunanya mengambil posisi nyaman untuk duduk. Si putra sulung dengan mode manja ingin diperhatikan juga kehadirannya. "Abang, kerjain sendiri dulu, ya. Nanti, Buna koreksi," tutur Rania dengan lembut, bahkan jari-jari lentiknya mengusap punggung tangan David dengan pelan. "Baiklah, Buna. Abang sayang Buna ...." David mencium pipi Rania. "Buna juga sayang Abang …," balas Rania. Raihan yang memperhatikan interaksi keduanya, hanya dapat termangu diam. Dia tidak menyangka, bahwasanya Rania bisa membuat seorang anak angkat merasa mempunyai ibu kandung. Rania benar-benar definisi malaikat di semesta ini. Setelah David masuk ke dalam kamarnya, Rania menatap Raihan secara perlahan. Raihan membalas tatapan teduh itu dengan senyuman tipis serta menganggukkan kepalanya, menandakan dia sudah siap untuk semuanya. Lalu, tangan Raihan melingkar di pinggang Rania dengan lembut. Ya, Raihan itu sangat mencintai Rania sejujurnya, hanya saja selama ini dibutakan oleh kebohongan yang dibuat oleh kepala keluarga Atmadja. "Ano ...." Rania menggenggam tangan Vano dengan lembut. "ini Handa Ano yang sebenarnya, handa Raihan," cicitnya pada sang buah hati yang masih fokus mengotak-atik robot gundam yang mahal itu. Vano melirik Raihan sekilas dengan bola matanya yang kelewat gemas, lalu beralih menatap bunanya. "Paman Hahan?" Rania menganggukkan kepalanya pelan, dia ingin menggigit Vano karena ekspresi wajah Vano yang sangat lucu dan menyimpan banyak pertanyaan yang tidak bisa ia ungkapkan pada bunanya. "Handa Enan?" tanya Vano spontan karena dia pikir handanya adalah Renan seorang. Deg! Jantung Raihan seperti berhenti berdetak tiba-tiba. Dia tidak ingin ada Handa yang lain selain dirinya untuk Vano. Namun, dia memaklumi karena memang sedari anaknya kecil, hanya Renan yang mengaku sebagai ayah pada Vano. "Ehmm ... itu juga handa Ano, tapi handa Raihan yang membuat Ano ada di dunia ini," jawab Rania penuh pengertian, berharap Vano mau menerima kehadiran Raihan sebagai handanya. "Benaykah? T-tapi Paman Hahan yuka mayah-mayah pada Ano dan Buna," elak Vano yang kini membalikkan tubuhnya membelakangi Raihan. Tidak tahu mengapa, Vano seperti malas melihat Raihan, ia teringat pemuda dewasa itu yang memarahi bunanya saat kejatuhan kopi dan memarahi dirinya saat pot keramik pecah beberapa waktu yang lalu. Mendengar ungkapan anaknya yang seperti itu, Raihan tak mampu berbicara lagi. Benar, dulu Raihan suka memarahi Vano dan bunanya. Rania menyentuh punggung tangan Raihan, meyakinkan laki-laki itu untuk sabar sebentar. Dia akan memastikan, bahwa Vano akan benar-benar menerima kenyataan ini tanpa adanya paksaan. "Ano ... bukan seperti itu ... Handa Hahan adalah Handa Ano. Dia memarahi Ano karena Ano nakal ...." Rania menyentuh bahu putra bungsunya agar anak laki-laki itu membalikkan badannya menghadap Raihan. "Ano tidak mau, paman Hahan nanti mayah-mayah yagi kalau Ano ceyoboh." "Tidak, tidak. Handa tidak akan marah lagi pada Vano. Maafkan Handa ya, sayang .... Handa ingin memeluk Ano dan bermain bersama Ano saja," ucap Raihan meyakinkan Vano. Dengan takut-takut, Raihan mencoba menyentuh lutut anaknya. Vano pun melirik sedikit namun dia tidak peduli. Vano juga mengabaikan ucapan bunanya dan dia memilih memainkan robot gundamnya dan digerak-gerakkan seperti yang ia lihat di youtube melalui ponsel bunanya. Rania memutar otaknya dan mencari cara agar anaknya terbujuk dan menerima kehadiran Raihan. "Handa Hahan nanti akan membuat rumah angkasa untuk Ano," lontar Rania begitu saja yang membuat mata Ano membulat sempurna. Anak laki-laki itu sedikit menggeser duduknya. "Yumah angkasa?" "Iya …," jawab Rania. "Benar kan, Handa?" Rania menoleh pada Raihan yang ada di sampingnya tadi. Mendengar Rania memanggilnya handa membuat hati Raihan semakin menghangat. Bukankah lebih bahagia jika mereka hidup bersama dan saling memanggil dengan sebutan handa dan buna. "Iya, Handa akan membangun rumah angkasa besok," jawab Raihan dengan semangat. "Yumah angkasa sepelti yumah handa Enan?" tanyanya lagi dengan wajah penasaran. Dia turun dari sofa dan mendekat pada Raihan. Reflek pemuda itu menangkap putranya dan didudukkan di atas pahanya yang tegap dan kokoh. Saat anak itu sudah sempurna duduk di pahanya, ada getaran yang luar biasa memanjat jantung Raihan. Darahnya juga berdesir deras di bawah permukaan kulit. Untuk pertama kalinya Raihan merasakan euphoria yang kelewat manis. Bahkan, tanpa sengaja matanya berkaca-kaca saat Vano dengan wajah kecilnya menatap polos pada Raihan. Raihan mengakui, dia melihat dirinya yang lain dalam sosok Vano. Setelah ini, mungkin Tuhan akan berpihak padanya untuk memenangkan hati anaknya. Tidak peduli pada Haru Atmadja, Raihan akan terus membela dan menjaga Vano dengan tangannya sendiri. Tidak akan membiarkan putranya terluka atau lecet sedikit pun. Dimulai lah, saat-saat ia menjadi ayah. Dirinya yang kelewat egois, akan mencoba belajar menahan emosi dan perilaku seenaknya pada orang lain. Jauh dari itu, selain Vano yang akan dia jaga, Raihan juga ingin melindungi Rania seutuhnya. Lalu, bagaimana dengan Jihan? Apa yang akan terjadi selanjutnya? Mempertahankan Jihan atau memperjuangkan Rania? Entahlah, pikirannya saat ini hanya tertuju untuk Vano dulu. Belajarlah dari kesalahan terdahulu, dari pada menghakimi secara sepihak karena satu omongan tidak berdasar. Sebelum mengambil keputusan, lebih baik mencari kebenaran satu persatu. Sehingga, tidak akan ada masalah yang lebih besar untuk kedepannya. Mawar yang indah, bahkan warnanya belum ingin memudar. *** "Benar, asal Ano tidak marah lagi pada Handa dan mau menjadi anak Handa." Raihan menyentuh punggul kecil Vano dan diusap pelan sekali. Memberikan ketenangan pada si kecil yang akhir-akhir ini kelihatan sedang tidak sehat. Vano bergerak memeluk leher Raihan dengan erat. "Yumah angkasa utuk Ano kan, Handa? Handa akan membeyikan utuk Ano?" tanyanya sekali lagi untuk meyakinkan ucapan handanya. Raihan menganggukkan kepalanya dengan cepat. "Akan Handa belikan untuk Vano. Sekarang Vano menjadi anak Handa, kan?" Matanya kian memerah menunggu jawaban Vano. Vano kecil tersenyum menampilkan deretan giginya yang lucu pada Raihan. "Baikyah, Ano uga anak Handa belalti." Raihan tersenyum lebar dan memeluk putra kandungnya erat-erat. Gemuruh euphoria dan ikatan batin sangat terasa saat tubuh mungil Vano berdempetan dengan tubuh Raihan. Malam ini, sungguh malam yang paling bahagia bagi Raihan dan akan menjadi kenangan terindah dalam hidupnya. "A-anakku ... anakku ... Rania anakku sudah sebesar ini t-ternyata ...." Raihan menciumi kepala putranya dengan sayang. Putra tampannya yang sangat lucu dan paling menggemaskan di dunia ini. Tidak dapat berkata-kata, Rania hanya memandang haru pada interaksi anak dan ayah itu. Sudah lama sekali, ia tak melihat senyum lebar tulus milik Raihan dan malam ini Rania melihatnya lagi. Kemudian, Rania memandang ke arah lain, dia merasa beban di pundaknya mulai berkurang sedikit demi sedikit. Helaan nafas yang panjang ia keluarkan karena hatinya sudah merasa lega dan dia percaya kedepannya Vano akan lebih banyak mendapat kebahagian dan perhatian dari ayah kandungnya ini. "H-handa sangat menyayangi Vano .... Handa tidak ingin jauh-jauh lagi dari Vano," lirih Raihan di dekat telinga Vano. Hembusan nafasnya bahkan terasa mengelilingi ceruk leher Vano. "Ano uga tayang Handa Hahan kok, tapi sayang banak-banakna untuk Buna …," cengirnya dengan tatapan mata yang polos. Mendengar penuturan anaknya barusan, membuat Raihan semakin menitikkan air mata bahagia. Dia bahagia karena Vano mengatakan juga menyayangi handa Hahan. "Putraku ... putraku paling hebat di dunia ... muah ...." Raihan kembali meluruhkan kasih sayangnya lewat ciuman manis yang mendarat di pipi mungil Vano. Selanjutnya, Raihan berdiri dan mengangkat Vano untuk terus didekapnya. Sekarang, tidak ada lagi yang terpenting selain kesembuhan dan kebahagian putra tersayangnya itu. *** Rania mematikan alarm yang berbunyi melalui hp-nya. Jam menunjukkan pukul 04.40. Rania bergegas bangun dan menaikkan kembali selimut David sampai ke atas dada anak putra sulungnya itu. Malam tadi, Raihan menginap dan tidur bersama Vano di kamar David. Jadi, keputusan mereka ialah David yang mengungsi di kamar bunanya. Rania mulai membereskan apartemen-nya dan mulai memasak untuk sarapan pagi ini. Dia menyibukkan dirinya pagi ini sebelum berangkat bekerja. Bell Apart-nya berbunyi, wanita itu bergegas membuka pintu apartemennya secara perlahan. Saat dibuka, menampilkan wajah Jihan dengan mata yang bengkak sambil menangis terisak, membuat Rania kebingungan dengan apa yang terjadi pada perempuan lebih muda darinya itu. "J-jihan?" Jihan menghambur ke pelukan Rania. Dia menangis terisak di bahu Rania dengan suara tangis yang pecah, bahkan suaranya terdengar berat dan serak. "Rania, j-jangan ambil M-mas Raihan, k-ku mohon ... hiks ...." Jihan menjatuhkan tubuhnya ke bawah dan terduduk memeluk kaki Rania. Dia rela bersimpuh di bawah dan menurunkan derajatnya lebih rendah dari Rania. Rania yang terperanjat atas aksi Jihan, ikut berjongkok untuk menenangkan Jihan yang menangis. "Jihan, kau kenapa? Kenapa kau menangis seperti ini? Apa yang terjadi padamu?" "Maafkan aku Rania, aku m-mohon ... j-jangan ambil Mas Raihan ... Rania ...." Jihan memukul-mukul dadanya yang sesak, dia tidak bisa kehilangan Raihan saat ini. Jihan hanya ingin calon suaminya tidak pergi dan tetap melangsungkan rencana pernikahan yang telah dirancang dari jauh-jauh hari. Rania mengelus punggung Jihan pelan dengan tatapan yang khawatir, ia tidak tega pada Jihan. Gadis itu tampak kusut dengan muka yang sembab dan terlihat sedikit mengenaskan, entah apa yang terjadi padanya. "Jihan, jangan menangis ... a-aku tidak mengambil Mas Raihan darimu. Mas Raihan hanya ingin bertemu anak kandungnya ... aku harap kau mengerti dan menerima Vano menjadi anakmu kelak …," ujar Rania pelan sekali dengan nada bicara yang penuh pengertian. Sret! Jihan kembali memeluk Rania. "J-jangan bilang Mas Raihan kalau aku mengetahui cukup lama bahwa Vano adalah anaknya ... a-aku tidak ingin berpisah dari Mas Raihan ... h-hatiku sakit Rania ...." Rania membalas pelukan Jihan. "Jihan ... tenang saja, aku tidak akan bilang padanya. Kau duduk dulu di sofa, aku akan membangunkan Mas Raihan, dia sedang tidur bersama Vano." Rania membantu Jihan berdiri dan menuntunnya untuk duduk di sofa ruangan tengah. Ibunya Vano juga memberikan segelas air untuk menenangkan Jihan yang masih tersedak dengan isak tangisnya. "R-rania ... terima kasih." "Sama-sama. Aku bahagia jika wanita pilihan Mas Raihan adalah dirimu. Aku yakin kau itu sebenarnya sangat baik Jihan," lontar Rania dengan senyum yang tak pernah lepas terpatri dari bibir tipisnya. Jihan menggelengkan kepalanya. "T-tidak, Rania lebih baik dari apapun ... aku iri ...." Rania tersenyum getir dan menepuk pelan pundak Jihan. "Semua wanita yang ingin menjadi istri atau ibu, pasti memiliki kebaikan dan kehangatan hati. Jihan juga akan menjadi seorang ibu yang paling baik untuk anaknya kelak. Dan juga … akan menjadi istri yang paling di sayang Mas Raihan karena kelembutan hatimu." *** Wanita yang baik adalah wanita yang tidak pernah lupa dan selalu memahami sesamanya. Saling mendukung dan memberi titipan nasihat untuk saling mendoakan. Kepercayaan memang sangat mahal harganya, tapi sangat mudah didapatkan ketika kamu dikenal sebagai manusia yang memiliki akhlak mulia. Percayalah, semua akan terasa mudah jika saling mempercayai satu sama lain. Jalan dia masih panjang dan berliku, tapi dia tahu dan sudah siap untuk menghadapinya. Akan ada banyak cobaan yang datang menghampiri dan dirinya akan melewati sesuai arus air berkelana. Dia percaya Tuhan tidak akan pernah meninggalkannya seorang diri dalam kegelapan. Kudengar, mawar manapun tidak akan bisa menggantikan tahtanya. •••
Pengaturan
Latar belakang
Ukuran huruf
-18
Buka otomatis bab selanjutnya
Isi
Chapter 1 Kemarahan Raihan Chapter 2 Mempermalukan Rania Chapter 3 Sikap aneh Raihan Chapter 4 Bertemu Dino Chapter 5 Kesakitan Rania Chapter 6 Pertemuan Rania dan Hani Chapter 7 Kemarahan Rania Chapter 8 Vano Terluka Chapter 9 Raihan Menyadari Chapter 10 Raihan Bermimpi Chapter 11 Mereka Kembali Bersatu? Chapter 12 Euphoria Raihan Chapter 13 Sebatas Orang Tua Chapter 14 Mobil Putar Chapter 15 Vano Sesak Nafas appChapter 16 Kemarahan Raihan appChapter 17 Raihan Baru Tahu appChapter 18 Tidur Berdua appChapter 19 Operasi Vano appChapter 20 Raihan Cemburu appChapter 21 Plinplan appChapter 22 Pernikahan Diundur appChapter 23 Long distance relationship appChapter 24 Memories appChapter 25 Ada yang menunggu appChapter 26 Pasar Malam appChapter 27 Swiss ; Solusi? appChapter 28 Emosional appChapter 29 Renan dan kesetiaannya appChapter 30 Mau Kencan appChapter 31 Percaya appChapter 32 Sosis Panggang dan Selai Nanas appChapter 33 Demam dan Penghianat appChapter 34 Ketahuan appChapter 35 Nekat appChapter 36 Memilih Jihan appChapter 37 Diculik appChapter 38 Filipina appChapter 39 Tembakan appChapter 40 Vano Drop appChapter 41 Rania manja dan sebuah ciuman appChapter 42 Memaafkan appChapter 43 Skenario Takdir appChapter 44 Kilas balik Vano appChapter 45 Kilas balik Vano (2) appChapter 46 Selamat tinggal bayi kecil buna appChapter 47 Berusaha mengikhlaskan appChapter 48 Mencari Irene appChapter 49 Helm kecil kenangan appChapter 50 Makan es krim dan insiden? appChapter 51 Satu ginjal appChapter 52 Satu ranjang appChapter 53 Rania Nekat appChapter 54 Tawaran Jeffrey appChapter 55 Kebingungan Rania appChapter 56 Mengerjai Rania appChapter 57 Menuju altar pernikahan appChapter 58 Keputusan Renan appChapter 59 Rayla, dia sudah beristri appChapter 60 Rania tahu appChapter 61 Rania Hamil appChapter 62 Pemotretan Rania appChapter 63 Naik Kuda appChapter 64 Lahiran appChapter 65 End app
Tambahkan ke Perpustakaan
Joyread
UREAD GLOBAL PTE. LTD.
101 Upper Cross Street #05-40A People's Park Centre Singapore 058357
Hak cipta@ Joyread. Seluruh Hak Cipta