Bab 1 Malam yang Mencekam
“Dorrrr! Dor! DOR!”
“Dorrrr! Dor! DOR!”
“Dorrrr! Dor! DOR!”
“Dorrrr! Dor! DOR!”
“ Ariana bangun!! Bangun Ariana!!!” Elena membangunkan putri nya, saat ia mendengar suara baku tembak dari lantai bawah kediaman nya.
“Hoaaaam!! Ada apa bu?” Ariana yang masih dalam keadaan setengah sadar menggosok-gosok mata nya. Dia belum menyadari apa yang terjadi sebab nyawa nya belum sepenuhnya kembali ke raga nya.
“Ariana lekas bangun! Rumah kita di sedang di rampok!” Ujar Elena yang masih mengira kalau rumah nya saat ini sedang di rampok oleh perampok bersenjata.
“Apa??” Sontak Ariana yang tadi nya masih belum terjaga penuh auto melek. Dan suara tembakan yang saling bersahutan di lantai bawah pun terdengar jelas di telinga.
“Ayah mana bu?” tanya Ariana karena ia tidak melihat sosok ayah tiri nya di dalam kamarnya.
“Ayah mu sedang dalam perjalanan bisnis! Sudah Ariana jangan tanya-tanya apa pun lagi! Lekas! Kita harus keluar dari rumah ini.” Ucap Elena, lalu menarik putri nya.
“Ibu sudah telpon polisi?” Walaupun keadaaan sangat kacau waktu itu, Ariana masih teringat untuk menelpon polisi.
“Kabel telpon rumah kita seperti nya telah di potong!” jawab Elena.
“Handphone!!” Seru mereka serentak.
“Handphone mu mana?” tanya Elena pada Ariana.
“Ada bu! Sebentar, aku akan menelpon Zavian!” ujar Ariana, berniat menelpon pacar nya.
“Kau tunggu di sini Ariana!! Jangan kemana-mana! Ibu akan kembali ke kamar ibu untuk mengambil handphone ibu.” Elena berniat untuk keluar dari kamar Ariana dan kembali ke kamar nya.
“Ibu jangan keluar! Di luar berbahaya! Bagaimana kalau ternyata mereka sudah naik ke atas!!” Larang Ariana yang langsung menahan tangan sang ibu.
“Kita telpon ayah dari handphone ku saja. Dan minta dia untuk mengirimkan polisi atau pengawal nya.” Usul Ariana yang tidak setuju dengan ide sang ibu yang ingin keluar dari kamar nya hanya untuk mengambil sebuah handphone.
“Tidak! Percuma saja! Aku tidak percaya pada siapapun saat ini! Aku harus menelpon teman ku Ariana! Hanya dia yang aku percaya dapat menolong kita.” Tegas Elena. “ Kau tetap di sini.”
“Bu,..” pegangan tangan Ariana terlepas karena sang ibu tetap pergi meninggalkan nya walau suara baku tembak sangat jelas terdengar ke dalam kamar nya.
“Dorrrr! Dor! DOR!”
“Dorrrr! Dor! DOR!”
“Dorrrr! Dor! DOR!”
“Dorrrr! Dor! DOR!”
“Dorrrr! Dor! DOR!”
Ariana yang takut terjadi apa-apa pada sang ibu, akhirnya memutuskan untuk mengikuti sang ibu dari belakang. Ariana tidak memikirkan hal itu akan berbahaya atau tidak bagi nya. Yang ada dalam pikiran nya, dia tidak bisa diam sendirian di dalam kamar nya sementara sang ibu terancam bahaya di luar sana.
Sebelum keluar Ariana ingat, dia baru saja membeli sebuah pistol. Sebagai seorang atlit tembak, menggunakan senjata tidak lah hal yang awam untuknya. Ariana pun menyempatkan diri untuk mengambil pistol di dalam lemari nya beserta semua peluru yang dia punya. Setelah itu dia langsung menyusul sang ibu.
Suara tembakan masih terdengar sangat jelas. Seperti nya para pengawal ibu nya sedang mempertaruhkan nyawa untuk melindung mereka.
“Dorrrr! Dor! DOR!”
“Dorrrr! Dor! DOR!”
“Dorrrr! Dor! DOR!”
“Dorrrr! Dor! DOR!”
“Dorrrr! Dor! DOR!”
Ariana meliha ke arah bawah melalui celah pilar yang membatasi lantai atas.”Astaga!! Siapa mereka? Jumlah mereka banyak sekali! Dan senjata yang mereka bawa? Itu bukan senjata biasa! Perampok tidak akan menggunakan senjata itu untuk merampok rumah seseorang!” pikir nya dalam, saat melihat senjata yang mirip dengan FN SCAR.
“Mengapa mereka menyerang dengan senjata yang mirip dengan FN SCAR?” Ariana benar-benar tidak habis pikir. Kemudian dia melihat ke senjata yang di pegang. Ariana pun langsung lemas.
“Habis lah riwayat kami kalau seperti ini! Mana mungkin senjata ini bisa melawan senjata serbu seperti itu!” Seru Ariana yang masih bersembunyi menunggu sang ibu keluar dari kamar nya mengambil handphone milik sang ibu.
Ariana pun mengambil handphone nya dan menelpon sang pacar. “Semoga Zavian masih terjaga!” Gumam nya pelan dan sembunyi-sembunyi menelpon Zavian di tengah-tengah suara tembakan yang tiada henti nya itu.
“Ck! Zavian ini kemana!” Desis nya kesal.
“Ariana! Cepat masuk!!!” perintah Elena dari dalam kamar dan langsung di tembaki dari bawah. Namun belum sempat Ariana masuk, pintu itu keburu di tembaki dari bawah.
“Dorrrr! Dor! DOR! Dorrrr! Dor! DOR!!”
Ariana spontan mendorong pintu kamar ibu menggunakan kaki nya sedang kan diri nya bertiarap di depan pintu kamar itu untuk berlindung.
“Sial!!!” Umpat Ariana dalam hati saat melihat bahu sang ibu tertembak.
“Kau dimana Zavian!!!” gumamnya hampir saja menangis. Tangan Ariana mendadak gemetar, keberanian nya mendadak sirna.
“Aku harus kuat! Aku harus!” gumam nya dengan tangan yang gemetar. Ariana menarik nafas dalam-dalam kemudian mengetuk pintu itu sambil memanggil ibu nya.
“Bu.. Ini aku! buka pintu ini dalam hitungan tiga, dan ibu langsung bersembunyi menjauh dari pintu. Kalau ibu mendengar ku, ketuk pintu ini tiga kali.” Ucap Ariana.
Tidak lama kemudian suara ketukan tiga kali pun terdengar dari dalam kamar.
“Aku akan mulai menghitung bu,” Ariana diam sesaat.
“Satu........”
“Dua.......”
“Tigaaaaaa..”
Dan pintu kamar itu pun terbuka, Ariana yang sedang tiarap bergegas masuk ke dalam kamar dan pintu kamar pun kembali tertutup.
“Kau tidak apa-apa bu??” tanya Ariana panik saat melihat bahu sang ibu mengeluarkan banyak darah.
Waktu seakan berjalan slow motion saat peluru itu mengenai bahu sang ibu dan menembus masuk. Dan waktu baru kembali berjalan normal saat darah keluar dari bahu sang ibu.
“Aku baik-baik saja Ariana! Kau tenang saja! Kau sendiri bagaimana? Apa kau terluka Ariana?” tanya Elena, membolak-balik tubuh Ariana yang masih memakai baju kaos dan celana pendek yang biasa Ariana pakai apabila Ariana tidur.
“Aku baik-baik saja bu!” jawab Ariana, menekan rasa takut yang mulai menguasai nya.
“Senjata ini?” Elena kaget melihat putri nya memegang sebuah senjata.
“Hanya untuk jaga-jaga.” Jawab Ariana menyimpan senjata itu di belakang tubuh nya yang dia tutupi dengan baju nya, lalu dia berdiri untuk mencari sesuatu untuk menekan luka sang ibu.
“Ibu sudah menelpon teman ibu? Atau polisi?” tanya Ariana sambil menekan kain ke luka bekas tembakan di bahu ibu nya.
“Teman ibu tidak dapat di hubungi tapi pengawal nya sedang dalam perjalanan kemari.” Jawab Elena.
“Ayah?” ulang Ariana bertanya.
“Tidak bisa di hubungi.” Jawab Elena dengan raut wajah yang tidak bisa Ariana pahami.
Saat Ariana dan Elena sedang bicara, dari luar terdengar suara gedoran keras yang tidak lama kemudian di ikuti sebuah suara pintu di tendang dari luar.
“BRAAAAAAAKK!” pintu kamar Elena pun terbuka dan seketika Elena dan Ariana melihat lima orang pria bersenjata api lengkap dengan penutup wajah langsung menodongkan senjatanya ke arah mereka.