Bab 5 Memadamkan Api
Ketika kedua serigala itu melompat bersamaan untuk menerjang Michael, Jofa pun ikut melompat tapi untuk menyeret Michael ke samping. Semua orang terkejut dengan aksi Jofa yang heroik dan begitu tiba-tiba.
Kedua serigala itu berputar dan menggeram bersama-sama ke arah Jofa dan Michael. Mereka terduduk di permukaan tanah berumput.
“Hei, Mike! Kau baik-baik saja, kan?”
Jofa berusaha mengurai kegugupannya karena begitu nekat melompat di antara serangan kedua serigala itu. Dan kini dia pun menjadi sasaran berikutnya.
Michael diam-diam merasa lega karena ada orang yang mencoba menyelamatkannya.
Tidak hanya Michael, tapi juga seluruh siswa yang berkerumun di lapangan tersebut tersita perhatiannya pada sosok Jofa yang menyamar menjadi Miller. Tiba-tiba dia muncul dan merusak suasana. Jofa kini berdiri dengan terengah-engah. Posisinya tidak jauh dari Michael. Jofa bersiap dalam posisi kuda-kuda. Dia siap menghadapi kedua serigala dengan tangan kosong.
Michael terkejut karena sosok yang menyelamatkannya adalah Miller.
“Apa maumu, Miller?” ujar Michael. “Apa kau gila? Kau mau bunuh diri bersamaku di sini?”
“Kau mau menyerah begitu saja, Mike? Ide membawa obor itu sangat keren. Karena itu, aku tertarik ikut bergabung denganmu. Kau juga masih ada urusan denganku. Sebaiknya kita selesaikan sekarang sebelum aku benar-benar marah!” ujar Jofa sambil menirukan gaya bicara Miller. Tapi, usaha itu sia-sia. Dia sama sekali tak terlihat seperti Miller yang dikenal oleh teman-temannya di sekolah.
Michael menyeringai dan terlihat muak. Sedangkan siswa lain yang mengerumuni lapangan, tertawa terpingkal-pingkal melihat upaya Miller.
“Guys, makin seru sekarang! Pasangan pecundang sudah berkumpul lagi.”
“Yeah, ini akan menjadi hiburan yang menarik. Miller, apa kau juga ingin menjadi mangsa kami?” sindir salah satu siswa yang berubah menjadi serigala dan siap menerjangnya.
Jofa terlihat kebingungan. “Kenapa aku harus menjadi mangsa kalian? Sebaliknya, kalianlah yang harus berlutut di hadapanku sambil mengibaskan ekor!”
“Keparat!” teriak salah satu serigala.
“Ini semua salahmu, Miller!” teriak Michael.
Jofa segera menoleh pada Michael. ‘Apa-apaan dia itu?’
“Ini tidak akan terjadi jika kau tidak mengalami kecelakaan hari itu.”
Jofa terkejut. Dia tidak salah mengira bahwa Michael mengetahui sesuatu.
“Tampaknya, kecelakaan yang terakhir belum membuatmu jera?” salah satu serigala maju selangkah sambil memamerkan taringnya. “Kecelakaan... begitulah mereka menyebutnya di berita-berita! Haha....”
Jofa mengepalkan tangan kuat-kuat. Dia sangat marah. Di sisi lain, dia juga harus mencari cara untuk menyelamatkan diri dari serangan kedua serigala di depannya.
Jofa tersenyum getir. "Hari pertama masuk sekolah aku mendapatkan sambutan yang luar biasa. Baiklah, kalau kalian ingin sedikit meregangkan otot bersamaku! "Jofa menantang kedua serigala itu dengan tangan kosong.
Sesaat Michael terlihat kebingungan. Dia juga tidak ingin berada pada situasi yang rumit seperti sekarang. Tapi dia juga tahu apa yang menimpanya bukan kesalahan Miller.
“Jangan berlagak bodoh, Miller. Kau tahu betul ini bukan sekolah tapi neraka!” balas Michael. “Sebaiknya, kita segera kabur dari sini.”
Tatapan Jofa tiba-tiba menjadi tajam. Sikapnya yang tampak ceria seketika menjadi serius dan waspada.
“Kau tidak tahu apa-apa. Neraka yang sebenarnya ada di luar sekolah. Ketika kau harus belajar mati-matian untuk ujian masuk universitas atau ketika kau harus bekerja paruh waktu sampai tulangmu patah demi membiayai uang sakumu yang terbatas.”
Kedua serigala menyerang Jofa. Gadis itu melawan dengan seluruh tubuh dan kekuatannya. Di mata Jofa saat ini, mereka bukan hanya serigala, tapi juga musuh yang sudah menyakiti Miller.
Michael tiba-tiba tersentak kaget. Pemuda itu menyadari ada yang berbeda dari sorot mata dan sikap Miller. Seolah-olah dia menghadapi sosok yang sama sekali berbeda dari yang selama ini dia kenal. Tanpa banyak bicara lagi, Michael mengambil obor yang sudah padam dan ikut membantu Jofa melawan kedua serigala tersebut semampunya.
Kedua serigala itu juga kewalahan. Mereka tidak mengira jika Miller bisa mengimbangi serangan mereka.
Seekor serigala menyerang Jofa. Gadis itu menendang moncong serigala dengan tumitnya. Seekor lagi berusaha menggigit lengannya, tapi Jofa berhasil mengelak dan bersalto ke belakang.
Teriakan dan sorakan semakin terdengar kencang di sekitar lapangan. Mereka mendapatkan pertunjukan gratis. Sedangkan kedua serigala yang terus menyerang dan mendesak Jofa dan Michael, semakin bersungut-sungut karena merasa dipermalukan.
Saat kedua serigala menyerang lagi, Jofa berguling ke permukaan rumput. Pakaian dan rambutnya kotor, tapi dia berusaha berdiri tegak. Michael kehilangan kayunya. Salah satu serigala menargetkannya.
Jofa berada cukup jauh dari Michael. Dia tidak memiliki waktu untuk menyelamatkan pemuda itu.
“Damn it!” gerutu Jofa.
Sedangkan di hadapannya sendiri seekor serigala yang lain sudah menyerangnya dengan cakar-cakar yang mencuat. Jofa berhasil meraih kayu obor dan menghunuskan ujungnya ke arah serigala itu.
Buk!
Serigala itu sempat terguling karena Jofa berhasil memukul perutnya. Saat mereka akan kembali bertarung, Jofa melihat lengan Michael sudah berdarah karena gigitan serigala yang lain.
Terdengar suara peluit ditiup dari kejauhan. Para siswa yang sebelumnya antusias bersorak, mulai berhamburan melarikan diri.
“B4!” teriak para siswa sambil berlarian.
“Sialan! Mereka pasti akan menghukum kita. Karena peraturan sekolah jelas melarang kita mengubah diri menjadi serigala di sekolah apa pun yang terjadi.”
Seluruh siswa berhamburan pergi dan lapangan pun menjadi lengang. Kedua serigala pun melompat pergi dan kembali ke wujudnya sebagai manusia. Hanya tertinggal Jofa dan Michael di sana.
Jofa mendekati Michael dan memeriksa luka di lengan pemuda itu.
“Lepaskan aku!” Michael menunduk dan tidak ingin disentuh oleh siapa pun. “Jangan ganggu aku, Miller! Bagaimanapun semua ini salahmu.”
Tiba-tiba Jofa menyeringai. “Kenapa kau membiarkan mereka melakukan itu padamu? Mereka hanya sekumpulan pecundang yang berusaha terlihat keren! Kau pikir kenapa aku masih bernyali dan kembali ke neraka ini? Aku akan membuat mereka membayar setiap perbuatannya!”
Kata-kata Jofa mengagetkan Michael. Michael tak mengira keberanian itu akan muncul dari bibir seorang Miller Fallon yang biasanya sangat pendiam, lemah, dan penakut.
***
Media sosial digemparkan oleh viralnya berita upaya bunuh diri salah satu siswa SMA Abraham akibat perundungan. Mereka juga mulai menyoroti Miller yang selain tampan juga berjiwa besar telah menyelamatkan temannya dari upaya bunuh diri. Hanya dalam hitungan hari, nama Miller Fallon tiba-tiba menjadi terkenal dan dikagumi banyak pelajar di luar SMA Abraham.
“Bunuh diri?” desis Jofa yang merasa muak usai membaca berita di surat kabar.
Dia meremas koran itu dan membuangnya ke tempat sampah.
“Bagaimana bisa mereka memelintir kasus penyerangan di sekolah menjadi upaya bunuh diri? Jelas sekali ada banyak saksi bahwa kami diserang oleh dua werewolf. Ini sangat tidak masuk akal!”
Akibat keributan itu, sekolah memutuskan meliburkan para siswa sampai waktu yang tidak ditentukan. Mereka mencegah keributan yang lebih besar. Gerbang SMA Abraham setiap hari didatangi warga dan wartawan.
Di website sekolah juga muncul banyak protes dan petisi untuk menutup sekolah Abraham. Para wali murid khawatir jika anak-anak mereka yang akan mendapatkan perundungan. Beramai-ramai mereka menuntut dibentuk komite anti kekerasan di sekolah.
Gelombang protes dari masyarakat terus bermunculan. Mereka menyoroti eksklusivitas sekolah Abraham yang hanya menerima para siswa dari ras werewolf dan sedikit sekali dari ras manusia. Itu pun harus dari keluarga kaya dan terpandang. Mereka terus melancarkan demo di jalan-jalan menuntut pembubaran sekolah Abraham.
Direktur utama Abraham Group mematikan layar televisi di ruang kerjanya. Dia membanting remote ke lantai hingga pecah. Perempuan itu juga melempar sejumlah surat kabar yang ada di meja. Dia dorong semua barang-barang yang ada di meja sambil berteriak lantang.
Seorang sekretaris pria datang ketika mendengar keributan itu.
“Maafkan saya,” ujar pria itu. “Bagian humas sudah mengendalikan situasi ini.”
Perempuan itu menarik napas berat selalu berteriak. “Terkendali? Kau sebut ini terkendali? Bagaimana kau bisa membiarkan para wartawan menyebut-nyebut nama Hunter Abraham di koran dan televisi? Anakku tidak ada sangkut pautnya dengan upaya penyerangan itu.”
“Maafkan saya, Nyonya,” ujar sang sekretaris.
“Kau tahu kenapa opini publik itu begitu mengerikan? Karena mereka bodoh! Mereka seperti bahan bakar yang disulut oleh api. Sekali menyala, tidak akan bisa padam. Mereka tak akan mau mendengarkan alasan apa pun. Satu-satunya cara adalah kita harus membuat orang yang menyulut api memadamkannya.”
Seorang sekretaris perempuan memasuki ruangan sambil. “Bu, Menteri Pendidikan menelepon.”
Wajah sang direktur tampak lebih frustrasi. Dia menerima telepon itu dari meja kerjanya dan berusaha terdengar tegar.
***
Tiga orang pria bersetelan hitam berdiri di depan rumah keluarga Fallon. Salah satu pria itu mengetuk pintu dengan keras.
Jofa membuka pintu dengan malas karena orang tuanya belum kembali dari restoran. “Ya?”
“Kau siswa SMA Abraham yang bernama Miller Fallon?” tanya pria itu.
Jofa terkejut. Dia tidak mengenakan riasan. Tapi, ketiga pria itu bahkan tak mengenalinya sebagai seorang perempuan.
“Ya,” jawab Jofa. “Apa aku mengenalmu?”
“Maafkan aku jika mengganggu waktu istirahatmu. Ada sesuatu yang perlu aku sampaikan padamu. Bisakah kau ikut dengan kami sebentar?”
Jofa tiba-tiba waspada. Saat itu sudah pukul 11.00 malam dan dia sendirian di rumah. Dia melirik ke kanan dan kiri. Dia berhadapan dengan tiga pria pria dewasa yang memiliki kekuatan di atas rata-rata. Jofa menyadari situasinya. Dia takkan bisa selamat jika tiga pria itu menyerangnya.
“Maaf, aku harus istirahat karena besok aku harus bangun pagi-pagi untuk sekolah.” Jofa mundur dengan cepat dan menutup pintu.
Salah seorang pria mengayunkan kaki dan menahan pintu itu sehingga gagal menutup. Wajah Jofa memucat dan tubuhnya menegang seketika.
“Apa mau kalian?”