Bab 10 Harapan

"Sayang," ucap Andra lembut lalu mengendurkan pelukannya. "Jangan," lirih Reisa dengan tubuh gemetaran. Dia mencoba mendorong tubuh besar itu sembari meronta untuk melepaskan diri. "Gak apa-apa,ya. Kamu gak usah takut." "Tolong ...." ucapnya di antara isak tangis. "Gue gak akan ngelakuin itu lagi sama lu." Andra mengusap kepala Reisa dengan lembut dan penuh kasih sayang. Sementara wanita itu masih saja meronta sehingga Andra mengendurkan pelukannya. Dia terduduk di lantai sembari menangis. Andra ikut bersimpuh di hadapan Reisa dan mengusap banbu Reisa sembari berkata, "Tenang, ya. Tenang." Reisa menutup wajah dengan kedua tangannya. Kiniz Andra masih mengusap rambutnya dan mencoba menenangkan. Wanita itu masih menangis sesegukan, tetapi dia hanya diam dan tak dapat berbuat apa-apa. "Lu mau makan bubur?" Tidak ada jawaban, sehingga Andra mengusap wajahnya lalu membuang napas dengan kasar. "Adek mau bubur?" Andra mencoba mengusap perut Reisa, tetapi tangannya ditepiskan lagi. "Lu mau bubur apa gak? Kalau mau, gue suapin," bujuknya lembut. Reisa terdiam. Kepalanya mendongak dan memandang Andra. Wajah iblis yang dia benci dan ingin dihindari tetapi tak dapat dilakukan. Reisa pernah mencoba melarikan diri tetapi Inah menahannya. Wanita paruh baya itu bersumpah akan menjaganya dengan segenap jiwa dan raga. "Mau, ya?" Reisa menggeleng dan kembali menunduk. Di matanya terpancar sejuta ketakutan. Andra melepaskan tangannya, lalu bergegas mengambil sendok dan mangkok. Untungnya bubur itu tidak tumpah. Dia membuka bungkusnya dan mencoba menyuapkan. "Ayo, makan." Andra mendekatkan sendok di ujung bibir Reisa. "Ayo, Dek. Makan, ya." Andra menunduk dan berbicara ke arah perut Reisa, lalu beralih menatap wajah cantik itu. Dalam hatinya berdoa semoga Reisa mau membuka diri. "Lu makan, ya? Kasian anak kita kalau lu kelaperan." "Anak ... kita?" tanya Reisa dengan bibir gemetar. Ya benar, janin itu adalah hasil dari mereka berdua, sekalipun adanya karena dipaksakan. Reisa tak dapat menyangkalnya sedikitpun karena memnag itulah kenyataannya. Andra tersentak lalu meralat ucapannya. Dia memang harus merebut kembali hati Reisa agar Wisnu tak memisahkan mereka. Hanya saja, sikap dan tindakannya tak boleh gegabah. "Maksud gue kasihan dedeknya. Gue cuma pengen bantu." Reisa menghapus air mata dan mulai membuka mulut dan mulai mengunyah. Wanita itu makan tanpa bersuara dengan posisi mereka yang duduk di lantai. Tak perduli sekalipun itu kotor. Sesuap demi sesuap dia nikmati hingga tak terasa seporsi bubur itu habis. Dia memang kelaparan sejak tadi. "Mau minum susu?" Andra menawarkan itu ketika Reisa menghabiskan suapan terakhir. "Mau. " Alhamdulillah. Dia mau ngomong sama gue, batin Andra sembari mengelus dada. Andra bergegas membuka kulkas dan mengambil sekotak susu UHT lalu menuangkannya di gelas. Laki-laki itu duduk di depan Reisa dan berniat membantunya minum. "Biar aku sendiri. Aku ... bisa," jawabnya terbata. Reisa masih tampak canggung, tetapi sikapnya sudah sedikit mencair. Itu terlihat ketika dia menggeser posisi duduk sehingga mereka berjauhan. Andra menyodorkan segelas susu, yang langsung diambil Reisa dengan cepat. Dalam sekejap semua habis tak bersisa. Reisa mengusap perutnya yang begah dan agak mual. Wanita itu mencoba menahannya gar tak kembali muntah. "Tambah lagi?" "Gak usah. Cukup." Andra meletakkan gelas di meja, bahaya jika sampai tersenggol. Serpihan kacanya bisa bertebaran ke mana-mana. Dia khawatir itu bisa melukai Reisa. "Aduh. " Reisa memegang perut dan mencoba berdiri. Laku, rasa sakit itu menyerang perutnya. Melihat puhaan hatinya kesulitan, Andra dengan sigap meraihnya lalu memapahnya agar tak jatuh. "Lu nisa jalan?" "Perutku ngilu." "Yaudah gue bantuin. Lu gak mungkin ke atas sendirian." Andra melingkarkan lengan Reisa di lehernya. Sementara dia sendiri menahan tubuh itu dengan kuat. "Gak usah," tolaknya. "Bahaya Rei." "Aku bisa pelan-pelan." "Adek gak mau sama papa, ya?" Reisa tersentak. Andra memang ayah biologis dari anaknya, tidak bisa dipungkiri karena faktanya begitu. Dia mengabaikan ucapan itu dan mencoba berjalan. "Aduh." Tanpa menunggu persetujuan, Andra langsung meraih tubuh Reisa dan menuntunnya ke atas. Mulai besok, kamarnya harus pindah ke bawah. Tidak baik bagi ibu hamil naik turun tangga. Apalagi mendekati harinya melahirkan nanti. Andra baru menyadarinya malam ini. Selama ini tak pernah terpikirkan karena sibuk bekerja. Setelah membuka pintu dengan pelan, dia membantu Reisa duduk di ranjang, kemudian mengambil bantal untuk menyangga punggungnya. "Istirahat, ya," ucapnya sembari menatap Reisa dengan lekat. Andra memilih mundur untuk menjaga jarak, takut jika wanita itu trauma kembali dan mengamuk. "Makasih, Ndra," lirih Reisa. "Masih sakit perutnya? Besok gue antar ke dokter, mau?" "Gak usah. Tadi udah, kok." "Udah ke dokter?" "Iya. Dianter Bik Inah sama Pak Nok." "Kok gak bilang gue?" "Kamu sibuk." "Gue juga pengen tau perkembangan adek." Reisa tersentak, lalu menjawab dengan singkat. "Dia sehat. Berat sama panjangnya cukup." "Mana hasil USG-nya?" "Ada di tas Bik Inah." "Gue gak ikut gak apa-apa, kalau lu ngerasa gak nyaman. Yang penting semuanya sehat." "Itu--" Reisa kembali menatap wajah Andra dengan gamang. Ucapan terhenti karena ada rasa ragu di hati. Hanya keheningan dan kesunyian malam yang menemani mereka malam ini. "Ada yang mau gue bantu lagi?" tanya laki-laki itu dengan hati berdebar-debar. Rasanya Andra ingin mendekap Reisa dengan erat untuk menumpahkan kerinduan. Ingin mengusap perut rata itu dan merasakan bayinya. "Kata dokter--" "Apa?" "Nanti kalau periksa lagi, papanya--" "Papanya?" "Harus ikut." Reisa tertunduk setelah mengatakan hal itu. Andra tertegun sesaat, lalu mengulum senyum bahagia. Laki-laki itu merasakan seperti ada kupu-kupu di menari di sekitarnya, juga bunga-bunga yang bermekaran indah. Kata-kata Reisa tadi membuatnya bahagia. Ada secercah harapan di sana. Harapan untuk bisa bersama Reisa seperti dulu lagi, juga kehidupan baru bersama anak mereka. Andra tersenyum mengangguk. Dia akan mendampingi Reisa apa pun keadaannya, sampai kapan pun, bahkan sampai maut memisahkan. Lalu, percakapannya dengan Wisnu malam itu kembali berkelebat. "Om serahkan Reisa kepadamu. Berhasil atau gak kamu menyembuhkan lukanya, itu tergantung dari usahamu." Wisnu mengucapkan itu sembari menatap wajah Andra dengan tajam. Dia tidak main-main karena ini menyangkut masa depan putri dan cucunya. Jika Reisa tidak bahagia maka dia akan membawa mereka pergi jauh untuk melupakan semua. Andra mengangguk. Malam itu mereka berdua berbicara tentang banyak hal. "Kalau sampai kamu gagal, Om akan membawa Reisa dan anakmu pergi. Om kasih kamu waktu sembilan bulan ini, sampai Reisa melahirkan," ancam Wisnu. "Baik, Om. Aku akan berusaha." "Jika kamu berhasil, maka pernikahan kalian akan dilangsungkan setelah bayi itu lahir." Andra mengangguk dan mendengarkan itu tanpa menyela. Tangannya gemetaran karena menahan sesak di dada. Perasaannya bercampur aduk antara takut dan senang. "Jika kamu memang tulus, buktikan dengan kesungguhan."
Pengaturan
Latar belakang
Ukuran huruf
-18
Buka otomatis bab selanjutnya
Isi
Bab 1 Malam Ternoda Bab 2 Pagi Hari Itu Bab 3 Hati Seorang Ayah Bab 4 Luka Bab 5 Positif Bab 6 Janji Seorang Lelaki Bab 7 Mencoba Bab 8 Periksa Bab 9 Trauma Bab 10 Harapan Bab 11 Bunga Matahari Bab 12 Pemeriksaan Lanjutan Bab 13 Mau Ya? Bab 14 Rayuan appBab 15 Luluh appBab 16 Dimas appBab 17 Peringatan appBab 18 Harinya Tiba appBab 19 Mengulang Hari Itu appBab 20 Kemesraan appBab 21 Sang Penggoda appBab 22 Resah appBab 23 Bertemu Lagi appBab 24 Tanya appBab 25 Mata-mata appBab 26 Bekas Lipstik appBab 27 Ada yang Merayu appBab 28 Gathering appBab 29 Pool appBab 30 Serigala appBab 31 Outbond appBab 32 Penjelasan appBab 33 Makan Malam appBab 34 Di Rumah Sakit appBab 35 Pendekatan appBab 36 Papa appBab 37 Sidang appBab 38 Ijab Kabul appBab 39 Nervous appBab 40 Kejutan appBab 41 Positif appBab 42 Romansa appBab 43 Peluang appBab 44 Dekat Kembali appBab 45 Kecewa appBab 46 Bertemu Bimo appBab 47 Papa Datang appBab 48 Andra Cemburu appBab 49 Kenangan appBab 50 Permohonan Maaf appBab 51 Sayang Papa appBab 52 Di Pesawat appBab 53 Pertolongan appBab 54 Pertolongan Kedua appBab 55 Hilang appBab 56 Kasih Sayang appBab 57 Ketegasan Hati appBab 58 Hidup Baru appBab 59 Kecurangan appBab 60 Keyakinan appBab 61 Keputusan appBab 62 Final appBab 63 Deal appBab 64 Pejantan Tangguh appBab 65 Mesra appBab 66 Marah appBab 67 Peluang Baru appBab 68 Bahagia appBab 69 Semangat appBab 70 Janji appBab 71 Musibah appBab 72 Tabrakan appBab 73 Tanggung Jawab appBab 74 Khilaf appBab 75 Keajaiban appBab 76 Tanda-tanda appBab 77 Iba appBab 78 Periksa appBab 79 Andreas appBab 80 Perhatian appBab 81 Ungkapan Cinta appBab 82 Permintaan Gila appBab 83 Empati appBab 84 Kesetiaan appBab 85 Bertindak appBab 86 De Javu appBab 87 Misi appBab 88 Jatuh Cinta appBab 89 Rahasia appBab 90 Dua Sisi appBab 91 Pergi appBab 92 Nasihat Papa appBab 93 Curahan Hati appBab 94 Tanggung Jawab appBab 95 Malam yang Indah appBab 96 Malam Indah appBab 97 Niat Baik appBab 98 Pernikahan appBab 99 Ending app
Tambahkan ke Perpustakaan
Joyread
FINLINKER TECHNOLOGY LIMITED
69 ABERDEEN AVENUE CAMBRIDGE ENGLAND CB2 8DL
Hak cipta@ Joyread. Seluruh Hak Cipta