Bab 9 REWARD

Angga : “Ayah tidak apa-apa?” Muhar “Tidak apa-apa. Ayah hanya shock aja kemarin. Lira sangat ganas tidak seperti ayah kira.” Angga : “Itulah kenapa Angga nggak ngizinin dia masuk. Perempuan itu nekad.” Muhar : “Ayah yang menyuruh Joko membuka pintu. Ayah tidak berpikir sejauh itu. Maafkan ayah!” Angga : “Sudahlah Yah. Ayah istirahat saja. Besok Angga baru pulang ke Bandung.” Muhar : “Iya Nak. Hati-hati. Jaga kesehatan.” Angga : “Iya yah. Ayah juga jaga kesehatan.” Angga menutup teleponnya. Angga segera memutar mobil untuk bertemu dengan Cika. Hanya tiga puluh menit. Dia sudah tiba ruangan Cika. “Kamu harus cerita detail padaku!” pinta Cika. Semua cerita Angga membuatnya ternga-nga. Apalagi kalau mereka sama-sama sudah bercerai. “Cik, aku ingin menyiapkan tiket holiday untuk Mahra. Gimana menurut kamu?” ujar Angga. “Wow, good idea. Berarti sudah saatnya kamy menyambarnya secara langsung face to face,” Cika senang mendengarnya. “Tidak, Cik. Aku masih ingin memberikan hadiah ini secara diam-diam juga. Makanya aku mau minta tolong sama kamu!” jelas Angga. “Wah wah wah, Aku ngga paham dengan jalan pikiran kamu. Lantas buat apa hadiah itu jika kamu masih menyembunyikan diri?” Cika melipat tangan di dada. “Cik, aku sedang tidak berpikir imbalan. Apa yang aku lakukan hanya semata-mata agar Mahra bahagia. Bagi aku melihat dia tersenyum lebih dari cukup, Cik” lirih Angga sambil merebahkan punggungnya ke kursi. Cika menatap Angga dalam-dalam. Pancaran ketulusan, tanpa mengharap apapun selain Mahra bahagia. Cika terdiam tanpa membantah apapun. Angga menatap langit-langit ruang kerja Cika. Bayangan Mahra tersenyum menari-nari di platform ruang hijau itu. Angga tersenyum, seakan dia sedang membalas senyum Nona Aceh dengan senyum terbaiknya. Angga menegakkan punggungnya kembali. “Jadi kemana tiket holiday yang mau kamu berikan untuk Mahra?” Cika melanjutkan diskusi mereka. “Kemana dia mau. Negara yang hendak dia kunjungi. Nanti itu jadi urusan kamu ya. Segera kabari dia. Dan jangan lupa, itu tiketnya bonus dari penerbit untuknya.” tegas Angga lagi. “Oke, sejak kapan aku tidak bisa diandalkan, “ Cika tergelak tawa. “Sip, kamu memang paling bisa aku andelin, Cik.” Angga menatap temannya ini dengan penuh rasa terima kasih. ** Mahra membaca email dari penerbit dengan mata berkaca-kaca. Diulangi lagi membacanya. Bunyinya tetap sama. Dia mendapat tiket holiday ke luar negeri selama dua minggu. Segera direngkuh telpon gemgamnya di atas nakas. Mahra memastikan pada Cika bahwa email yang diterimanya tidak keliru. Cika tergelak di ujung sana, karena terdengar Mahra sangat terharu. Meskipun dia tidak mengatakan bahwa dia sangat ingin pergi jauh dari Indonesia. Agar hatinya bisa sedikit terobati. Setelah menutup telpon Cika merasa. Ide Angga sangat tepat. Dia sangat yakin Mahra sangat bahagia atas reward tiket holiday itu. Mahra berlari ke ruang tengah melihat ayahnya sedang membaca buku. Dia segera memeluk laki-laki yang berprofesi sebagai wartawan legendaris itu. “Ayah penerbit memberikan bonus untukku, berupa tiket holiday!” jelasnya dengan mata berbinar-binar. “MasyaAllah, senang Ayah dengarnya. Kemana tiiket holidaynya?” sahut Pak Burhan. “Terserah Mahra mau kemana, ke benua antartika juga boleh, hehe.” Mahra tersenyum sumringah. “ Keren sekali anak Ayah ini, sudah beri tahu Ibumu?” “Belum Yah, Sepetinya Mahra mau ke Eropa saja yah, ke Spanyol. Karena di sana ada sejarah yang patut kembali di angkat. Sejarah Andalusia Ayah, Mahra ingin sekali mengangkat sejarah itu dalam tulisanku,” Mahra menjelaskan pada ayahnya dengan penuh semangat. Ayah tidak sabar menunggunya, Ayah akan menjadi pembaca pertamamu Mahra,” tutur Ayahnya sambil medekap putrinya. Hatinya lega. Ternyata anaknya masih bisa mengukir rencana-renacana yang besar. Padahal masih basah goresan luka dihatinya oleh ulah cinta yang mengabaikannya. Pak Burhan berharapa anaknya akan terus disibukkan dengan kegiatan-kegiatan. Sehingga dia tidak sempat meratapi nasip malangnya di kamar. ** Angga telah mengurus segala keperluan keberangkatan Mahra ke Spanyol. Semuanya full di tanggung Angga dari rekening pribadinya. Angga memfasilitasi semua itu dengan ikhlas. Saking ikhlasnya. Semua pemberiannya itu bukan atas namanya tapi atas nama penerbit. Yang sama sekali tidak memberikan untung untuk Angga. Cika dan direktur penerbit menggeleng-geleng kepala. Takjub pada kebaikan Angga. Sungguh mulia hatinya. Dia rela menghambur-hamburkan uangnya demi kebahagiaan seorang wanita yang dicintainya. Meskipun dia sama sekali tidak meliriknya. Meskipun wanita itu bagai berada di langit ke tujuh. Yang tidak pernah bisa digapainya. “Inilah cinta lelaki sejati, Cika. Lelaki sejati jika sudah jatuh hati takkan pernah merasa rugi untuk menyenangkan hati pujaannya,” ungkap Pak Nasir di rektur Penerbit Mayor itu. “Tapi, Pak. Ini satu dari seribu lelaki,” Cika mnimpali. “Benar, Cika. Sungguh beruntung wanita yang mampu menaklukkan hati lelaki seperti Angga,” Cika terdiam, Pak Nasir juga terdiam. Mereka sama-sama terlarut dalam pikiran masing-masing. Merenungi nasip masing-masing, Cika yang tak kunjung bertemu dengan lelaki idaman. Juga Pak Nasir yang belum bisa menjadi lelaki baik diusianya yang sudah kepala lima. “Semoga aku bisa dapatin orang kamu Ngga!” Cika berharap dalam hati.Munafik kalau dia tidak tertarik pada Angga. “Wanita mana yang tidak akan jatuh cinta pada laki-laki se perfect Angga?” ** Mahra menyiapkan semuanya untuk menenangkan pikirannya ke Eropa. Bonus tiket holiday dari penerbit memang tidak ada sangkut paut dengan projek novelnya. Tapi, Mahra berusaha untuk memanfaatkan peluang itu untuk menelurkan karya barunya. Dia nampak bersemangat menyiapkan semuanya agar sesampai di Eropa dia tidak kocar-kocir. Apalagi, dia hanya berangkat seorang diri. Dia berusaha memaksimalkan waktu untuk menyibukkan diri. Agar semua permasalahan hidupnya tak ada celah untuk memainkan hatinya dalam kegalauan. Perempuan kurus dengan mata hitam sekelam malam menatap sebuah kardus. Semua itu, foto-foto kenangan bersama Refans. Dari pertemuan pertama hingga pernikahannya selama empat tahun. semuanya sudah dikarduskan bersama hatinya. “Selamat tinggal selamanya, masa lalu,” lirih Mahra sembari memegang kardus yang berisi kenangannya itu. Kakinya melangkah pelan, menuruni tangga, lalu berbelok ke gudang. Meletakkan kotak itu di gudang. Mahra berharap kenangan itu juga memisahkan diri darinya secara baik-baik. “Aku kuat, aku bisa, aku kembali!” ujar Mahra sambil menatap langit yang biru. Perasaannya masih sakit, tapi dia yakin perlahan semuanya akan sirna. Lenyap ditelan masa. Kini dia hanya butuh waktu. Di atas rumput yang rapi dia melihat sebuah kartu yang tergeletak di sana. Dia mengambil lalu memperhatikan dengan seksama. KTP Angga Kurniawan. Dia terkejut melihat identitas sepenting itu tercecer. “Laki-laki itu sangat ceroboh!” gumam Mahra dia segera memasukkan ktp itu ke dalam saku piyamanya. Lalu dia simpan di dalam laci meja riasnya.
Tambahkan ke Perpustakaan
Joyread
UREAD GLOBAL PTE. LTD.
101 Upper Cross Street #05-40A People's Park Centre Singapore 058357
Hak cipta@ Joyread. Seluruh Hak Cipta