Bab 13 Malam Kembang Api
Namun Ariel membuktikan bahwa orang dengan pendengaran lemah, juga bisa bermain piano, menari, dan bernyanyi, dia tidak lebih buruk dari orang normal.
Berita-berita ini bagai cahaya, yang menguatkan Calvin untuk bangkit perlahan-lahan.
Saat Calvin menceritakan momen-momen gemilangnya, Ariel sendiri bahkan hampir melupakannya.
Setelah tiba.
Ariel berkata padanya sambil tersenyum, "Terima kasih, aku saja hampir lupa seperti apa aku sebelumnya."
Calvin juga menemaninya makan.
Sepanjang hari, dia dengan penuh perhatian tidak bertanya apa pun mengenai hal-hal yang terjadi setelah Ariel menikah.
Ariel pun menetap di sini.
Ia melihat kalender, hanya tersisa belasan hari dari tanggal 15 Mei, hari dia harus kembali mengurus perceraiannya.
Teringat hal yang dia janjikan pada Stevi.
Di suatu pagi, dia pergi ke Pemakaman Hijau.
Pertama-tama, dia pergi ke makam ayahnya, saat menatap wajah lembut ayahnya yang ada di foto di atas batu nisan, suara Ariel terdengar agak serak.
"Ayah, aku sangat merindukan Ayah."
Angin sepoi-sepoi menyentuh pipi Ariel.
Hidungnya mulai terasa perih, "Ayah, kalau aku pergi menemui Ayah, Ayah tidak akan marah padaku, ‘kan?"
Dia mengulurkan tangan dan membersihkan satu per satu daun yang jatuh di atas batu nisan.
"Aku tahu aku harus kuat, tapi ... maaf ...."
Setelah berdiri sangat lama di depan batu nisan, Ariel baru pergi.
Saat pergi, dia membeli kotak abu.
Lalu, dia pergi ke studio foto, dan mengambil foto hitam putih diiringi dengan tatapan aneh dari staf.
Setelah menyelesaikan semuanya, dia pun pulang.
Dia menatap kosong keluar jendela mobil.
Saat itu, ada telepon masuk.
Itu dari Bibi Yuni.
"Ariel, bagaimana keadaanmu belakangan ini?"
Mendengar suara lembut Bibi Yuni, Ariel memaksakan diri untuk tersenyum, "Cukup baik."
Bibi Yuni menghela napas lega, lalu memarahinya, "Kenapa kamu diam-diam menaruh uang di tempat tidur? Aku tidak membutuhkan uang itu, aku simpan untukmu. Kelak kalau kamu mau buka bisnis atau yang lainnya ...."
Selama beberapa tahun ini, Ariel sering diam-diam memberikan uang padanya.
Bibi Yuni hanyalah orang desa, sangat jarang memakai uang, jadi setiap kali dia selalu menyimpan uang itu.
Mendengar omelan penuh perhatian Bibi Yuni di ujung telepon, tanpa sadar air mata membasahi wajah Ariel.
"Apa Bibi Yuni bisa menjemputku pulang seperti waktu kecil dulu?"
Bibi Yuni bingung.
Ariel melanjutkan lagi, "Tanggal 15, aku mau Bibi menjemputku pulang ke rumah kita."
Bibi Yuni tidak mengerti, kenapa harus menunggu sampai tanggal 15.
"Oke, tanggal 15, Bibi akan menjemputmu pulang."
Beberapa waktu ini, pihak rumah sakit kembali mengirimkan pesan singkat pada Ariel agar melakukan pemeriksaan ulang, tapi dia menolak dengan sopan.
Lagi pula, ia sudah memutuskan untuk pergi, dia tidak akan membuang-buang uang untuk pengobatan lagi.
Ariel melihat rekeningnya, masih tersisa beberapa ratus juta, setelah dia pergi, semua uang ini bisa diberikan untuk Bibi Yuni sebagai tabungan hari tua.
Belakangan ini, hujan terus membasahi Kota Malika.
Calvin juga sering datang mencarinya.
Sering melihatnya duduk melamun sendirian di teras.
Dia juga menyadari pendengaran Ariel makin lemah, sering kali ketika mengetuk pintu saat datang, Ariel tidak mendengarnya sama sekali.
Kadang saat berbicara, Ariel juga harus memperhatikan gerakan bibirnya, baru bisa memahami apa yang dia katakan.
"Ariel, aku dengar akan ada kembang api di tepi sungai dua hari lagi, mau lihat?"
Ariel terdiam cukup lama sebelum akhirnya tersadar.
"Oke."
Ada sebuah tradisi di Kota Malika, setiap hari Sabtu kembang api akan dinyalakan di tepi sungai, sangat indah.
Orang-orang mengatakan bahwa kalau ada pasangan datang ke Kota Malika, asalkan mereka melihat kembang api di sini bersama, maka hubungan mereka akan langgeng.
Setelah menikah, Ariel juga pernah mengajak Joseph ke sana, tapi pria itu menolaknya dengan dingin.
Dibandingkan orang luar kota, mereka memiliki sangat banyak kesempatan untuk melihat kembang api di sana, tapi mereka tidak pernah melihatnya sekali pun.
...
Hari Sabtu.
Keduanya pergi melihat kembang api pukul delapan.
‘Dor!’
Cahaya kembang api yang berkilauan tampak di langit, keindahannya hanya sekejap.
Ariel menengadah dan menatap langit, tampak air mata yang jernih dalam matanya.
"Calvin, terima kasih, aku merasa sangat gembira hari ini."
Saat melihat Ariel yang kurus dan lemah di sampingnya, meskipun tersenyum cerah, masih bisa merasakan bahwa wanita itu tidak gembira sedikit pun.
"Hm, kebetulan tahun ini aku akan tinggal di Kota Malika, kelak kita bisa lihat kembang api setiap minggu."
Ariel tidak menanggapinya.
Karena dia tahu, dia tidak bisa melakukannya.
Setengah jam kemudian, kembang api berakhir.
Dia menolak tawaran Calvin untuk mengantarnya, dia ingin pulang dengan berjalan sendirian menyusuri tepi sungai.
Hari ini, ada banyak orang di jalan.
Melalui kerumunan orang, Ariel seolah-olah masih bisa melihat Joseph.
Namun ketika orang itu mendekat, Ariel baru tersadar bahwa dia salah mengenali orang.
Sejak berpisah, saat berjalan di jalan, dia sering bertemu orang yang agak mirip dengan Joseph, dan dia akan selalu salah mengenali orang itu sebagai Joseph.
Saat dia sampai di persimpangan jalan, dan menunggu lampu hijau.
Layar besar di seberang jalan sedang menayangkan berita hiburan, orang yang diwawancarai adalah Ella.
Reporter bertanya, "Ella, kamu bilang kali ini kamu pulang untuk merebut kembali cinta pertamamu, apa keinginanmu sudah tercapai?"
Di hadapan kamera, Ella tidak mengaku, juga tidak menyangkal, melainkan berkata.
"Malam ini jam 8, aku akan menonton kembang api di Kota Malika bersamanya."
Ini jelas-jelas sedang mengumumkan hubungan asmara.
Saat menyeberang, televisi mulai memutarkan lagu untuk Ella di waktu yang tepat.
"Cinta Seumur Hidup".
Cinta seumur hidup ....
Seumur hidupnya, Ariel hanya menyukai Joseph.
Bagaimana dia bisa menyukai pria itu?
Ariel mengenang sejenak, sepertinya di suatu siang sepuluh tahun yang lalu, saat pulang sendirian ke rumah Keluarga Moore, dia kebetulan melihat Joseph yang mengenakan kemeja putih di sebelahnya.
Atau mungkin, saat masa sekolah, saat dia ditindas orang, Joseph membantu mengatasi hal itu bagai dewa penolong.
Atau mungkin, orang tua Joseph pernah bercanda dengan ayahnya mengenai dia dan Joseph, dan bilang kelak ketika dewasa, dia akan dinikahkan dengan Joseph ....
Terlalu banyak kenangan, sampai sekarang, Ariel juga tidak tahu kenapa dia bisa menyukai Joseph.
...
Di sisi lain.
Joseph tidak melihat berita itu.
Setelah selesai bekerja, dia langsung melihat ponsel seperti biasanya, sorot matanya langsung suram saat tidak melihat pesan dari Ariel.
Lalu, dia mematikan ponsel dan melemparnya ke samping.
Asistennya, Mark, mengetuk pintu dan masuk.
"Presdir Joseph, sudah ditemukan, pria itu bernama Calvin Avalon, sepertinya teman masa kecil Nona Ariel."
Baik dalam pemikiran Joseph maupun dalam berita media sebelumnya.
Teman masa kecil Ariel selalu adalah Joseph.
Asisten memberi tahu bahwa Calvin adalah orang yang dikenal Ariel saat dia tinggal di desa.
Jadi, Ariel mengenal pria itu lebih awal daripada mengenalnya.
Alis Joseph mengernyit saat mengingat pria berwajah nakal dengan mata besar itu.
"Presdir Joseph, Tuan Bobby masih menunggu Anda di luar."
Setelah mendengar ini, Joseph memerintahkan, "Beri tahu dia, aku punya urusan hari ini."
Asisten itu kebingungan.
Beberapa hari ini, setelah pulang kerja, Joseph selalu bersenang-senang dengan anak-anak muda kaya seperti Bobby, kenapa hari ini berubah?
Joseph menaiki lift khusus Presdir untuk menuju garasi di basemen, lalu menyalakan mobil dan langsung menuju ke hotel tempat Ariel tinggal.
Namun ketika sampai di sana, dia baru sadar kalau Ariel sudah pindah beberapa hari lalu.
Joseph tiba-tiba merasa sangat kesal, dia mengeluarkan ponsel dan membuka daftar kontak berulang kali.
Saat memutuskan untuk menelepon Ariel, panggilan dari Ella pun masuk.
"Ada apa?"
"Joseph, aku dengar Bibi Stevi bilang Ariel akan segera menikah."
Mata hitam Joseph langsung menyipit.