Bab 16 Mengembalikan Nyawa
Surat wasiat yang lain diberikan untuk Bibi Yuni.
Setelah membuka, dia menemukan alamat terakhir yang ditinggalkan untuk Bibi Yuni.
Calvin bergegas keluar.
Pemakaman Hijau tidak jauh dari sini, hanya sekitar dua puluh menit perjalanan dengan mobil.
Namun, Calvin merasa sangat jauh.
Dia tidak mengerti, bagaimana seseorang yang begitu bersinar dan berkilauan di matanya bisa memilih jalan ini?
Di saat yang sama, Stevi juga sedang menuju ke Pemakaman Hijau.
Hanya saja Stevi datang untuk menjemput Ariel menikah demi uang 600 miliar ....
Pemakaman Hijau.
Hujan deras.
Ariel tergeletak di depan batu nisan, hujan deras membasahi tubuhnya, gaun panjang yang dikenakannya sudah basah kuyup, seluruh tubuhnya tampak kurus, seolah-olah sehelai lumut yang bisa hilang dalam sekejap mata dari dunia ini.
Calvin menerobos hujan dan berjalan cepat ke arah Ariel.
"Ariel!"
Hanya terdengar suara angin dan hujan, Calvin tidak mendapat jawaban apa pun, saat memeluk Ariel, dia baru menyadari ada botol obat yang sudah kosong di samping.
Calvin menggendong Ariel dengan tangan yang gemetar.
Bagaimana bisa begitu ringan?
"Ariel, sadarlah!"
"Jangan tidur!
Dia mengatakannya sambil berlari ke arah kaki gunung.
...
"Nyonya, sudah sampai," ujar sopir.
Stevi menatap ke luar jendela dan melihat seorang pria tak dikenal sedang berlari sambil menggendong ... Ariel.
"Bagus, Ariel!"
Stevi mengernyitkan alisnya, turun dari mobil sambil membuka payung.
Hari ini, Stevi mengenakan congsam warna merah cerah, air hujan membasahi bagian roknya.
Stevi mendekat dengan kesal dan ingin menginterogasi Ariel.
Saat akan marah, dia melihat Ariel yang bersandar lemas dengan wajah pucat dan mata tertutup rapat di pelukan Calvin ....
Dia terdiam di tempat.
"Ariel ...."
Saat Stevi ingin bertanya apa yang terjadi, matanya tertuju pada botol obat yang tertiup angin.
Dia melangkah cepat dan memungut botol obat itu, barulah melihat tulisan ‘obat tidur’ yang tertera di atas botol obat.
Saat ini, Stevi teringat beberapa hari yang lalu Ariel pernah berkata.
"Kalau aku mengembalikan nyawaku, kelak Ibu sudah bukan ibuku lagi dan aku tidak berutang budi karena Ibu telah melahirkanku?"
Payung di tangan Stevi jatuh ke tanah.
Dia meremas kuat botol obat di tangannya, menatap tidak percaya ke arah Ariel, entah matanya basah karena hujan atau air mata.
"Dasar berengsek! Kamu berani?"
"Nyawamu adalah pemberianku!"
Bibir merahnya bergetar.
Kevin juga ada di dalam mobil, dia tidak mengerti apa yang terjadi saat melihat ibunya berdiri di pemakaman dengan diterpa hujan.
Setelah bergegas mendekat, dia juga terkejut.
Dia tidak menyangka, kakaknya, Ariel, benar-benar akan ....
Setelah tersadar, dia agak panik, "Ibu, bagaimana ini? Semua uang Presdir Lukas sudah kupakai untuk buka perusahaan baru."
Mendengar ini, Calvin akhirnya mengerti kenapa Ariel yang semula ceria dan kuat bisa berubah menjadi seperti sekarang!
Stevi meremas kuat tangannya, sorot matanya menjadi ganas.
Dia menatap Ariel dengan penuh kebencian.
"Sudah aku bilang agar tidak melahirkanmu, tapi ayahmu memaksaku untuk melahirkanmu!"
"Sekarang lihatlah, kamu lebih memilih mati daripada memberi kami ketenangan!"
Dia berteriak marah, "Kenapa kamu tidak menikah dulu baru mati? Kenapa?"
Calvin tidak tahan mendengarnya, dia menatap ibu dan anak itu dengan mata merah.
"Pergi!"
"Jangan sampai aku katakan dua kali!"
Stevi dan Kevin baru menyadari pria di hadapan mereka tidak kalah berkelas dari Joseph.
“Kamu siapa?" Kevin berjalan mendekat, "Dia kakakku, kenapa kamu menyuruh kami pergi?"
Setelah mengatakan itu, Kevin berkata pada Stevi, "Ibu, orang dari pihak Presdir Lukas sudah mendesak, kalau tidak segera mengantarkannya, kita benar-benar gawat."
Saat mendengar ini, Stevi perlahan menjadi lebih tenang, dan berkata dengan kejam.
"Bawa dia ke mobil, meski mati, tetap harus hadir di pesta pernikahan itu!"