Bab 5 Hanya Kejutan Kecil
Wali Kelas, Guru Eka membawa Riani masuk dari luar ruangan.
“Sudah datang! Sudah datang!”
Semua murid menjulurkan leher bagaikan jerapah, mereka ingin melihat orang desa ini.
Alhasil, sebuah bayangan yang kecil dan ramping muncul di sisi Guru Eka.
Semuanya tercengang setelah melihat dia.
Ini murid baru yang dimaksud?
Ternyata zaman sekarang gadis desa begitu putih dan cantik?
Manusia adalah makhluk yang menyukai kecantikan, kebanyakan orang tidak tega menyakiti lawan yang memiliki raut wajah secantik ini.
Murid-murid yang berbisik tadi, sontak sunyi.
“Semuanya diam!” Guru Eka berada di depan kelas, dia berdeham, “Ini adalah murid baru di kelas kita, kelak kalian harus saling membantu!”
Setelah itu, Guru Eka menatap Riani dengan ramah dan berkata, “Perkenalkan diri dengan teman-teman sekalian.”
Riani mengangguk.
“Nama aku Riani.”
Kemudian, kesunyian menyelimuti ruangan.
Guru Eka menunggu sejenak lalu tersentak, “Sudah?”
Riani mengangguk.
Sontak semuanya tertawa terbahak-bahak.
Guru Eka juga merasa canggung.
“Baiklah, kamu cari tempat duduk saja.”
Tempat duduk dalam ruangan diatur berdasarkan prestasi ujian terakhir. Siswa yang berada di atas peringkat 12 memiliki prioritas memilih tempat duduk, sedangkan yang lainnya di atur oleh guru.
Namun kondisi Riani agak unik, sehingga sementara memilih tempat duduk sesuka hati dulu.
Maka itu, dia mencari tempat duduk yang dekat dengan jendela.
Setelah mengatakan sesuatu, Guru Eka meninggalkan ruangan kelas dan suara keributan kembali mengisi ruangan.
“Wah, murid baru ini cantik sekali.”
“Benar sekali, sepertinya nama bunga kelas akan berubah.”
“ ... ”
Riani malas mendengarkan mereka yang kepo, dia hanya duduk menikmati pemandangan di luar jendela.
Tiba-tiba, ada orang yang menyerahkan kertas.
“Hai, namu aku Olivia Clark.”
Riani menoleh dan menatap gadis itu, lalu membalas dengan, “Hai.”
Gadis itu dengan senang dan segera melanjutkan, “Senang bisa berkenalan denganmu, kelak harap saling tunjuk ajar.”
Sepanjang jam pelajaran, banyak pandangan dan bisikan yang terlontar ke Riani.
Namun dia hanya fokus pada pemandangan di luar jendela, lengan yang putih dan halus saat menahan rahang bawah, membentuk suatu sudut pandang yang indah.
Bel istirahat berbunyi, ruangan kelas XII A dikelilingi dengan kerumunan.
Bahkan bunga kelas Jenny Jusuf yang dikatakan sebelumnya juga ikut kemari, Sumi melihat bunga kelas sehingga juga turut ikut serta.
Sumi menyibak rambutnya, sambil berkata dengan perlahan, “Pria seperti mereka sungguh buta, mereka mengatakan dia sebanding dengan dirimu.”
Jenny sontak muram.
Dia adalah bunga kelas SMA Kartini, julukan ini sudah dimiliki selama 2 tahun.
Namun, dengarnya hari ini kedatangan siswi pindahan dan membuat semua pria mengila. Tidak berhenti mengunggah foto Riani di Twitter, tindakan ini membuat dia merasa terancam.
“Ngomong-ngomong kamu juga bermarga Utomo ‘kan? Apakah dia adalah saudara kamu?” tanya Jenny sambil menatap sekilas Sumi.
“Tentu tidak, dia adalah orang desa yang kolot, mana mungkin.” Sumi bergegas menjelaskan.
Jenny tampak mulai khawatir. Dia bergumam, “Alangkah baiknya kalau benar orang kampungan.”
Saat ini teman sebangku Riani, Olivia sedang mengawasi Jenny, lalu menoleh dan berbisik, “Riani, apa kamu tahu? Kamu telah berbuat masalah besar.”
Riani tercengang, “Apa itu?”
Olivia melirik ke sekitar lalu berkata, “Barusan tadi bunga kelas datang ke sini, namanya Jenny ....”
“Oh.” Mendengar itu, Riani hanya mengangguk.
Olivia tidak menyangka dia begitu tenang, sama sekali tidak peduli.
“Hey, Riani, apa kamu tahu ini masalah yang serius! Aku beritahu kamu, Jenny akan dendam dengan gadis yang lebih cantik dari dirinya!”
Riani melihat teman sebangku yang penakut sehingga menghibur, “Terima kasih atas pemberitahuanmu, tapi aku tidak takut! Aku percaya akan Langit, kalau dia mencari masalah denganku, pasti akan mendapatkan karmanya.”
Olivia, “ ... ”
Sudahlah, dia sia-sia!
Setelah pulang sekolah, supir Keluarga Utomo datang menjemput, tapi Riani menolak untuk naik mobil dan ingin berjalan kaki ke rumah.
Saat di tengah jalan, dia merasa ada orang yang mengikuti di belakangnya.
Dia menghentikan langkah, lalu berkata dengan dingin, “Keluar.”
Dia bergegas meoleh ke balakang, ternyata seorang pria yang bersemangat, “Duh, dengarnya kamu adalah bunga kelas SMA Kartini! Apakah ingin bermain dengan Kakak?”
Usai berkata, beberapa teman di sampingnya juga tersenyum menyeringai.
Riani merasa senang hati, karena sudah lama dia tidak menunjukkan pencak silatnya, dia sudah tidak sabar!
Dia memaki, “Cari mati!”
Melihat kulit yang putih, beberapa pria ini sontak timbul niat jahat. Namun mereka penasaran melihat gadis tersebut tidak takut dan masih tersenyum.
Mereka merasa diremehkan gadis, sehingga ingin bertindak kasar padanya.
Riani telah bersiap untuk melawan, tapi tiba-tiba muncul seseorang.
Pria itu menghampiri dan melindungi dia dalam pelukannya.
Beberapa bandit mencari kesempatan, tapi tidak sangka tendangan mengenai pria.
“Buk!”
Suara tendangan, pinggang pria mendapat tendangan keras.
Riani kaget saat melihat jelas pria yang sedang melindungi dirinya, “Kamu!”
Para bandit tidak menyangka tiba-tiba muncul pria ini, sehingga sekalian menghajarnya.
Sontak merasa girang hati.
Namun, selanjutnya pria itu tampak bergerak.
Pria itu menendang terbang beberapa bandit, lalu mengerutkan kening, “Kamu tidak apa-apa?”
“Kenapa mengikuti aku?” balas Riani sambil membebaskan diri dari pelukan, Riani bertanya sambil mengangkat alis mata.
Beberapa bandit itu segera melarikan diri setelah ditendang.
Zayn berdiri di depan Riani, “Sebab, aku ingin menghaturkan terima kasih padamu.”
Riani, “???”
Riani mengerutkan kening, “Kamu jangan mengikuti aku lagi, aku juga tidak membelimu di acara lelang UN kemarin.”
Hingga tiba di depan pintu, Zayn masih mengikuti di belakang Riani. Riani merasa sangat terganggu.
Sungguh tidak bisa lagi menahan asmara, dia berkata, “Tolong jangan mengikutiku lagi!”
Mendengar itu, Zayn mengerutkan kening dan menghampiri Riani. Dia tersenyum menyeringai, “Tadi aku cedera demi menyelamatkanmu, bagaimana dengan itu?”
“Hah!” Riani tersenyum dingin, “Kalau bukan karena kamu, aku sudah menghabisi mereka!”
Zayn tersenyum sinis sambil menatap pintu besar Keluarga Utomo, “Baiklah! Kamu masuk dulu, aku akan menemuimu lagi.”
Riani tidak menghiraukannya dengan memutar badan. Tiba-tiba pria merangkul dan memeluknya, lalu berbisik di samping telinga, “Kenalan dulu, nama aku Zayn.”