Bab 6 Kedatangan Selebriti Populer
Hari Kedua, SMA Kartini kedatangan seorang selebriti terkenal di Kota S, yaitu Yosi Wibowo.
Riani baru saja duduk di bangku langsung mendengar suara diskusi teman sekelas.
“Aku mendengar tuan muda Keluarga Wibowo akan datang ke sekolah kita!”
“Apa? Maksudmu penyanyi Yosi?”
“Bagaimana mungkin? Kenapa bisa datang ke sini?”
“Kenapa tidak, dengarnya SMA Taruna Nusantara dan SMA Santa Maria menelpon Tuan Muda Yosi untuk sekolah di sana, tapi ditolak secara halus.”
“Waduh! Benarkah? Tuan Muda Yosi sangat tampan, aku ingin sekali pacaran dengannya.”
Padahal Riani ingin berbaring tidur di meja, tapi suara gadis dalam ruangan sangat ribut, sehingga dia terpaksa mendengarkan mereka.
Mendengar nama yang akrab, dia tercengang lalu berkata, “Yosi?”
Olivia menatap sekilas setelah mendengar suara dia.
“Riani, apa kamu tidak pernah mendengar nama Yosi?”
Meskipun dia tahu Riani hidup di desa, masih perlu dijelaskan.
“Yosi, aktif saat berumur 15 tahun, sudah 3 tahun syuting film dan drama. Hal yang terpenting adalah dia tergolong penyanyi muda yang jarang ditemui dalam negeri. Dia pernah mendapat Penghargaan Lagu Pemuda dengan judul lagu [ Cinta Terpendam ] dan langsung menjadi terkenal.”
Saat memperkenalkan idolanya, Olivia secara tidak sadar tersenyum menyeringai.
Riani, “ ... ”
Apakah ini adalah Yosi yang dia kenal?
Di saat Riani kebingungan, terdengar suara riuh dari depan pintu.
Olivia segera meninggalkan dia dan merapat dengan teriakan, “Yosi, tampan sekali!”
Pria yang masuk berpostur tinggi dan kurus, memakai kemaja putih dan terlihat sangat semangat.
Dia masuk ke ruangan dengan ekspresi dingin.
Sumi mengambil kesempatan dengan menghampiri dia, “Yosi, selamat datang. Aku ketua kelas di kelas ini.”
Yosi menatap Sumi dengan dingin, lalu mengangguk, “Hai.”
Melihat itu, gadis-gadis di sampingnya kembali berteriak, “Wow! Yosi sungguh dingin!”
Sumi tersenyum sinis, hmm, betapa dingin pun dirimu, pasti akan menjadi milikku.
“Yosi, aku sini masih ada tempat duduk, kamu boleh duduk bersamaku.” ujar Sumi sambil menunjuk tempat duduknya.
Yosi menggelengkan kepala, “Tidak perlu, biar aku cari sendiri.”
Sambil berbicara, dia menatap sekilas tempat duduk di belakang. Dia tercengang ketika melihat gadis yang berada di pojok.
Waduh!
Apa yang terjadi?
Pengarang Lagu Andalan juga berada di sini?
Yosi mengusap mata dirinya, saat melihat kembali gadis yang berada di pojok sedang bermain ponsel.
Benar dia!
Sumi melihat Yosi tertegun sehingga bertanya dengan bingung, “Yosi, ada apa denganmu?”
Selanjutnya, Yosi tidak menghiraukan Sumi langsung menuju ke barisan paling belakang, lalu duduk di sana.
Sontak, semua murid tercengang.
Kenapa Yosi ingin duduk di belakang Riani!
Padahal terdapat banyak tempat duduk kosong.
Senyuman Sumi membeku, dia tidak mengerti kenapa Yosi tidak ingin duduk bersamanya, melainkan duduk di belakang Riani yang solot.
Dia menahan asmara dan terus berusaha, “Yosi, lebih baik kamu duduk bersamaku saja. Prestasi teman di belakang kurang baik, hal ini akan memengaruhi pembelajaranmu.”
Wajah Yosi penuh dengan kekesalan, “Tidak perlu.”
“Akan tetapi ....”
Sumi masih ingin melanjutkan, tapi bel belajar telah berbunyi.
Guru Bahasa Inggris masuk dengan membawa buku cetak.
“Teman-teman! Mari mulai pembelajaran, semuanya kembali ke tempat duduk.”
Sumi memelototi Riani dengan tajam, lalu pergi dengan enggan.
Setelah dia pergi, Yosi mecolek pinggang Riani, “Ternyata Pengarang Utomo Andalan juga sekolah di sini?”
Mendengar suara Yosi, Riani yang sedang main ponsel pun menoleh kebelakang, “Mau cari mati?”
Apa ingin membongkarkan status dia di depan teman-teman sekelas?
Dia mengangkat wajah kecilnya, dengan sikap yang ganas, tapi tampak sangat imut.
“Baik baik baik, aku kecilkan suara.” Yosi pun berdeham.
“Aku penasaran kenapa kamu bisa di sini?”
Riani menjawab dengan pelan, “Arahan keluarga, katanya pendidikan aku rendah sehingga sangat memalukan.”
Oh tidak, Utomo Andalan itu sangat luar biasa.
Dapat memilih sekolah seni sesuka hati, ‘kan?
Apalagi lagu yang terkenal berjudul [ Meraih Bintang ] adalah karya Kak Riani juga.
Olivia menepuk bahu Riani, bermaksud menyuruh dia diam, karena guru Bahasa Inggris di depan sangat ganas.
Saat ini juga, gurunya menghempaskan buku ke meja, dengan marah, “Murid di barisan belakang sedang buat apa?”
“Murid baru yang berada di pojok, maju ke depan untuk mejawab pertanyaan ini.” Winnie bertunjuk pada Riani dan memanggil dengan nyaring.
Winnie telah mengetahui kelas ini kedatangan murid baru dari desa, hari ini terbukti sungguh kampungan.
Berbisik saat pelajaran berlangsung, sungguh tidak sopan.
Riani berdiri sambil melihat pertanyaan di papan tulis. Dia mengerutkan kening dan akhirnya maju ke depan kelas.
Teman-temannya ingin melihat dia malu di depan, terutama Sumi.
Apa dia sanggup?
Dia tidak mungkin bisa menjawab pertanyaan Bahasa Inggris kelas XII, paling hanya bisa berbicara beberapa kata.
Begitu Riani termenung beberapa menit di depan papan tulis, lalu menoleh ke arah Winnie, “Bu, aku tidak pernah mempelajari Bahasa Inggris SMA.”
Yosi yang duduk di belakang sama sekali tidak percaya dengan itu, karena lagu inggris album dia semua karya Riani.
Kelihatannya Riani meremehkan pertanyaan yang dikemukakan guru ini.
Winnie mengira orang desa tidak mengerti Bahasa Inggris, bahkan masih mengobrol dengan Tuan Muda Yosi. Sungguh gadis genit.
“Tidak bisa? Teman-teman, Riani tidak bisa mengerjakan soal ini, siapa yang bisa maju ke depan.”
Sumi mengambil kesempatan, dengan sombong, “Bu Guru, aku bisa.”
Winnie menganggukkan kepala, “Baik, Sumi biar kamu yang mengerjakan.”
Dia sangat yakin dengan Sumi, karena dia adalah murid teladan.
Sungguh, Sumi menyelesaikan soal itu dalam 2 menit.
Winnie tersenyum dengan bangga sembari berkata, “Sumi, kamu tetap teladan seperti dulu.”
Usai bicara, dia menatap Riani dengan dingin dan berkata, “Kembali ke tempat duduk dan dengarkan dengan baik.”
Riani kembali duduk. Padahal dia hanya ingin mendengarkan dengan tenang, tapi tidak menyangka guru ini tidak melepaskannya. Teguran dia sebenarnya adalah sindiran, “Aku tidak peduli bagaimana cara kalian masuk ke sekolah ini, tapi kalian harus fokus saat memasuki jam mata pelajaranku! Jangan menggoda pria saat masih umur kecil.”
Murid di bawah mulai bercanda, “Wih! Keduanya memiliki marga yang sama, tapi kenapa kemampuannya berbeda jauh?”
Riani membuka buku dengan lamban, matanya melirik tajam muka Winnie yang kejam, dia menemukan kecuekan dari pandangannya.
Olivia sedang memperhatikan buku, merasakan suasana hati teman di sampingnya semakin buruk, maka dia pun mengusap bahunya dan berbisik, “Kenapa tiba-tiba begitu dingin?”