Chapter 13 Tikus dan Kucing
Seorang gadis yang sudah pulang kini berada di halaman rumahnya. Dia sangat kesal karena ayahnya menggodanya sepanjang perjalanan tadi. Perasaan menyenangkan yang biasa ia rasakan kini beralih karena ada satu orang pria yang ikut ke dalam mobilnya tadi.
Angga pria yang menyebalkan dan Seila sangat gemas jika melihat pria itu. Ingin rasanya dia mencabik-cabik baju Angga. Mencubit-cubit pipi Angga dan membungkam mulut bawelnya. Bisa-bisanya pria itu bilang jika dia akan
on the way
menjadi pacar Seila di hadapan sang ayah sampai wajah Seila merah bagaikan tomat.
Belum lagi Surya membuat Seila mati gaya. Terus saja meladeni omongan Angga.
Seketika Seila ragu jika motor Angga memang tidak apa-apa alias tidak mengalami kerusakan. Jangan-jangan tadi hanya sebuah kebohongan yang di buat Angga agar pria itu bisa menumpang di mobilnya.
Besok Seila akan berangkat lebih pagi untuk memeriksa motor Angga. Jika motor itu terlihat baik-baik saja. Dia akan membuat bannya kempes.
Awas saja Angga. Berani-beraninya menjahili Seila. Amarah gadis ini mendidih laku meluap.
Dia juga tidak enak tadi pada Aksara. Mungkinkah pria itu melihat interaksi Angga tadi padanya. Mungkinkah Aksara cemburu.
'Ah … masa iya Aksara cemburu. Memangnya aku siapa?' tanya Seila di dalam hati. Satu sisi dia tidak enak telah mengabaikan Aksara. Di sisi lain dia tidak ingin menjadi bahan tontonan atau bahan gunjingan gadis-gadis lain di sekolah barunya itu.
Jujur Seila tidak ingin pindah lagi sampai dia akhirnya lulus dan bisa berkuliah. Seila ingin kuliah di jurusan bisnis dan bisa mengelola klubnya agar lebih bagus lagi. Dia juga ingin menekuni hobinya sebagai bartender. Dia ingin seperti sang idola Steve Schneider. Seila ingin membuktikan bahwa, menjadi seorang bartender bisa sukses dan di kenal banyak orang. Kemudian menjalani bisnis klub begitu menjanjikan dan mengantarkan dia pada kesuksesan. Hanya saja jalan ibu dan ayahnya yang menjadi mucikari itulah yang salah. Awalnya sang ayah membantu temannya yang kesusahan saat pergi ke klub, meminta untuk di carikan klien karena dia butuh sekali uang. Setelah itu makin banyak pelanggan serta temannya yang juga ingin di carikan pria sebagai klien. Mulai saat itulah kedua orang tua Seila nenjadi mucikari. Tapi mereka berdua tidak sampai menjerumuskan anaknya sendiri ke dunia hitam. Mereka melindungi Seila saat di klub, siapapun yang hendak menggoda atau mengusik Seila saat asyik dengan semua koktail dan gelas-gelas kaca favoritnya akan di usir dari tempat itu.
Lamunan Seila terhenti saat sang ayah membukakan pintu rumah untuk anak gadisnya ini masuk.
Seila melempar tatapan tajam pada sang ayah. Dia sangat kesal dan ingin meluapkan semua emosinya. "Ayah nyebelin. Aku bilangin sama mama, nih!" Seila ingat momen mati gayanya tadi. Sang ayah begitu jahil.
"Silahkan, wle." Surya menjulurkan lidahnya. Dia tidak takut jika perbuatannya tadi di laporkan pada istrinya. Tentu mama Seila pasti akan memihak kepadanya.
"Nanti ayah bilang sama mamah kamu kalo kamu itu pacaran!" Surya sedikit mengancam sambil menggoda Seila lagi.
"Ih Ayah. Seila gak pacaran, suer!" Seila mencebik sang ayah yang tetap kekeh mencurigainya berpacaran dengan Angga. Padahal yang dia suka adalah Aksara. Untuk apa dia menyukai pria nakal seperti Angga. Bisa darah tinggi lama-lama jika dekat dengan pria menyebalkan itu.
"Anak ayah pacaran. Anak ayah pacaran!" Surya terus saja mengejek Seila. Padahal dia sudah jelas mendengarkan Angga tadi bahwa mereka sama sekali belum pacaran. Candaan ini menjadi hiburan tersendiri dan dia membuat Seila kesal. Wajah cantik anaknya sangat lucu jika memasang ekspresi kesal, begitu menggemaskan.
"Mamah …. Mamah …." Seila berteriak memanggil mamahnya. Dia ingin mengadukan perbuatan sang ayah yang terus saja jahil.
"Apa anak mama paling cantik!" Mama Seila mendekat ke arah sumber suara. Dia meraih tas yang Seila kenakan. Begitu beratnya beban di tas yang Seila bawa ini. Tidak lupa wanita berambut coklat ini juga mencium punggung tangan suaminya dan mencium kening Seila, putri semata wayangnya.
"Mamah marahin Ayah, Ma." Seila bergelayut manja. Meski tubuhnya sedikit berbau asam oleh keringat dan debu, mamanya sama sekali tidak risih dan tidak terganggu dengan bau itu.
"Memang ayahmu salah apa?" tanyanya penasaran dengan keributan dua orang yang paling berharga di hidupnya.
"Gini, nih, Ma. Seila di gangguin sama satu cowok yang nyebelin. Eh dia maksa nebeng dong, Mah, ke mobil ayah. Eh si ayah malah ngijinin. Kan ngeselin." Seila menyilangkan tangan di depan dada sembari mengerutkan dahi dan melempar tatapan tajam pada Surya yang berdiri mematung di depan pintu.
"Masa iya gak di ajak. Kan, kasihan, Sei." Nia belum tahu persoalan sebenarnya. Dia juga tidak tahu pria yang Seila maksud ini seperti apa.
"Ngapain di kasihani anak macam dia, Mah. Orangnya ngeselin tau." Seila kemudian menjelaskan semua tingkah dan kelakuan Angga di sekolah, bagaimana dia mengenal angga dan bagaimana bisa pria itu ikut ke mobilnya.
"Ah … ngeselin-ngeselin juga kamu cinta, kan?" tambah Surya. Dia malah mengganggu Seila yang menceritakan detail mengenai Angga pada Nia.
"Enak aja. Selera Seila bukan cowo kek dia. Tipe Seila tu kaya … ah udah ah malu." Seketika Seila mengingat Aksara yang memang tipikal pria yang ingin Seila dapatkan. Sayangnya dia harus mengubur keinginan itu dalam-dalam. Tidak mungkin seorang remahan bubuk ranginang bersanding dengan seorang yang bagaikan sebuah berlian.
"Mamah masa ayah sangka aku pacaran sama cowo nyebelin itu," timpalnya yang di tuduh berpacaran dengan Angga. Padahal jelas-jelas Seila tidak pernah memiliki kekasih, teman pria saja tidak punya, terkecuali para bartender di club malam miliknya. Seila sudah menganggap semua pria pegawai club sebagai saudaranya. Seila tidak membeda-bedakan derajat serta profesi semua orang. Dia menghargai setiap orang yang ia temui.
"Abis mereka serasi walau kaya tikus dan kucing, Ma." Surya menyampaikan pendapatnya. Meski Angga begitu menyebalkan di mata Seila, tapi di mata Surya, Angga anak yang menyenangkan. Dia lebih suka oria yang banyak berbicara alih-alih pria yang dingin.
"Mamah … marahin ayah. Seila gak punya pacar. Malah di ejekin mulu pacaran sama cowo tadi, Mah," ointanya sambil merengek manja. Ingin rasanya Seila di bela oleh Nia.
"Ayah … jangan nakal, kasihan Seila." Nia memarahi Surya sambil mengedipkan sebelah matanya. Dia marah pura-pura hanya karena ingin menyenangkan hati sang putri.
"Tuh, kan, mamah belain aku, wle!" Seila menjulurkan lidahnya pada Surya.
"Mah belain papa, dong, Mah." Surya melingkarkan tangannya di tangan Nia. Dia juga ikut merengek manja, tidak ingin kalah dari Seila. Mereka merebutkan kasih sayang dan perhatian Nia.
"Pah … jangan jahilin Seila, Pah. Kasihan anak satu-satunya mamah." Nia sedikit menepis lengan suaminya.
"Iya, maaf, Ma." Surya menunduk seperti anak kecil yang sedang di marahi suaminya.
"Kasian deh di omelin!" Seila senang dia menang.
Seketika wajah suram Surya berubah. Dia tersenyum lalu berkata, "Seila pacaran, wle, Seila pacaran, wle." Menjulurkan lidahnya berkali-kali pada Seila.
"Ih Ayah ngeselin!" Seila mencubit pinggang Surya dan berlari ke kamarnya.
Surya berlari menyusul Seila.
"Hei jangan berantem!" teriak Nia.