Chapter 14 Mimpi Basah
Seorang gadis tengah menggebrak-gebrak kasur di balik selimut dengan kedua kakinya, dia sangat kesal dengan kejadian sore ini. Pria yang menyebalkan merusak moodnya yang baik. Merusak momen yang tadinya indah dan cerah menjadi gelap gulita.
Suara ketukan pintu terdengar dan Seila harus segera membuka pintu kamarnya.
“Ada apa, Ayah?” tanya Seila saat menengok ke arah luar kamar ternyata yang datang adalah ayahnya.
“Boleh ayah masuk?” tanya Surya sopan. Dia ingin meminta maaf untuk kejadian tadi. Seila bisa marah sangat lama kepadanya.
“Boleh.” Seila membuka lebar pintu kamar agar ayahnya bisa masuk. Keduanya duduk di kasur sembari saling bertatapan.
Surya menarik tangan Seila lalu memeluknya erat. “Cup, cup, cup. Maafin ayah udah godain kamu dari tadi, ya.” Pria berumur ini mengusap pundak anak gadis semata wayangnya.
“Enggak apa-apa kok!” Seila melepaskan pelukan Surya, dia sudah merasa lebih baik, apa lagi jika ayahnya tidak membahas lagi hal ini.
“Kamu seneng sekolah disitu?” tanya Surya, berharap Seila betah dan tidak pindah lagi. Dia sudah bosan memindah-mindahkan anaknya. Tentu Seila tidak akan pindah dengan cepat jika tidak ada yang membantu proses kepindahannya.
“Seneng dong, yah.” Mood Seila membaik. Kini dia sudah tidak kesal pada ayahnya lagi.
“Jadi suka Angga atau Aksara?” tanya Surya pada anak gadisnya ini. Seila langsung berubah ekspresi menjadi datar dan seperti tidak suka jika membahas hal ini.
“Ih Ayah … kalau aku suka salah satunya emang mereka suka sama aku?” Seila sadar diri, dia bukan lah gadis yang paling cantik dan paling populer, tidak pintar dan juga tidak cerdas. Apa kelebihannya yang bisa membuat dua orang pria tampan itu menyukai Seila. Membayangkannya saja membuat kepala Seila pusing. Ayahnya ini menghalu apa, ya?
“Kamu di sukai oleh dua orang anak itu, kok.” Ke haluan Surya membuat Seila menggelengkan kepalanya. Dia tidak habis pikir, bisa-bisanya Surya mengatakan itu. Seila hanya bisa berucap ‘aamiin’ di dalam hatinya. Lebih tepatnya untuk doa dia di sukai oleh Aksara.
“Masa iya?” Seila menanggapi kehaluan Surya.
“Iya. Ayah lihat Angga suka sama kamu.”Binar dari mata Angga tidak bisa di pungkiri. Sebagai seorang pria, Surya sudah paham bagaimana cara tatapan seorang pria pada gadis yang sangat ia sukai. Surya melihat hal itu dari Angga.
“Ih … males banget di sukai sama dia.” Seila memalingkan wajahnya. Dia tidak suka jika memang Angga menyukainya.
“Aksara juga kayanya, deh!”
“Ayah makin ngaco, ah. Sana, sana, Seila mau tidur!” Seila mendorong Surya agar keluar dari kamarnya. Dia tidak ingin di ganggu. Terlebih lagi, Gusti malah semakin mengada-ngada saja.
Ponsel Seila berbunyi. Dia mengerutkan dahi karena tidak tahu ini nomor siapa. Setelah di tanya-tanya, ternyata ini adalah nomor Aksara. Hah Aksara? Ada apa menghubungi Seila? Dapat nomor gadis ini dari siapa? Seila pun membalas lagi pesan Aksara sambil memposisikan dirinya sangat nyaman di atas kasur.
"Ada apa malam-malam kirim pesan ke aku, Kak?" tanya Seila yang penasaran. Dia sangat merasa kagetseorang Aksara menghubunginya lebih dulu. Sungguh kehormatan bagi Seila jika Aksara mau berteman dengannya.
"Enggak kenapa-kenapa. Udah ngantuk belum?" tanya Aksara balik. Sepertinya laki-laki ini ingin ditemani untuk chatting.
"Belum," jawab Seila singkat.
"Tadi antar Angga sampai mana?" Tiba-tiba Aksara menanyakan tentang Angga ada apa ini, apa Aksara cemburu?
"Sampai toko sodaranya," jawab Seiila sejujur-jujurnya, karena memang Angga meminta diantar bukan ke rumahnya langsung.
"Lain kali jangan bantu dia lagi, ya. Nanti dia geer!" Apa yang dimaksud dengan pernyataan Angga ini. Kenapa terkesan mengatur Seila. Sungguh permintaan yang membuat Seila bertanya-tanya.
"Iya, Kak. Kakak sendiri gak ngantuk?" Seila hanya bisa berkata iya, dia juga ingin tahu apakah Aksara sudah mengantuk apa belum, jujur Seila juga ingin ditemani chatting oleh pria tampan ini.
"Belum. Kepikiran sesuatu!" jawaban dari aksara ini membuat Seila bertanya-tanya kenapa pria ini penuh dengan misteri. Kenapa pria ini juga sangat tidak bisa ditebak.
Betapa senangnya Seila saat ini karena Aksara menghubunginya, tapi dia harus jual mahal. Seila membalas pesan Aksara agak lama. Berjarak hanya satu menit saja.
"Kepikiran apa?" tanya Seila balik.
"Boleh aku telpon? Susah di jelaskan lewat chatting." Wow sungguh, permintaan telepon dari Aksara membuat Seila kaget. Dia harus berbicara apa ditelepon. Mungkin lidahnya akan kaku dan mati rasa, mungkin mulutnya akan sulit untuk terbuka karena nerves. sungguh senang sekali jika bisa mendengar suara aksara dari telepon.
"Boleh, silahkan!" Setelah Seila mengirimkan jawaban kata boleh, tidak perlu waktu lama ponselnya langsung berdering, sebuah panggilan masuk dari Aksara. Gadis ini menarik napas dalam-dalam terlebih dahulu agar dia bisa menjawab setiap pertanyaan Aksara dengan lantang. Seila juga mencoba untuk tenang.
"Halo, Kak. Ada yang bisa Seila bantu?" Suaranya dibuat lemah dan merdu.
"Halo, Sei. Kenapa tadi tidak mau mau pulang bersamaku?" Aksara sangat kecewa padahal dia sangat ingin pulang bersama Seila. Tawaran ini tidak berlaku untuk gadis lain.
"Hmm … tadi, kan, aku dijemput ayahku, Kak. Lain kali saja, ya!" Seila benar-benar merasa tidak enak karena menolak ajakan Aksara. Tapi mau bagaimana lagi, nanti dia kalau di marahi oleh fans fanatik Aksara bagaimana. Seila mengambil langkah aman.
"Besok berangkat sekolah diantar ayah?" Pertanyaan aksara ini membuat Seila berpikir bahwa Aksara ingin berangkat sekolah bersamanya.
"Iya biasanya diantar ayah," jawab Seila jujur, karena memang ayahnya yang selalu mengantar dia ke mana-mana.
"Aku aja yang jemput, ya!" Aksara menyampaikan keinginannya untuk berangkat sekolah bersama Seila.
"Hah … Kakak yang jemput?" Pipi Seila merona merah. Merasa senang oleh ajakan ini.
"Iya, aku yang jemput. Jangan nolak, ya!" Aksara sudah memperingatkan agar Seila tidak menolak ajakannya.
"Emmm … tapi …." Seila sedikit takut bagaimana jika besok banyak yang memperhatikan mereka berdua di parkiran sekolah. Pasti akan menjadi trending topic.
"Pokoknya kirim saja alamat rumahnya nanti besok aku jemput. Oh iya, besok istirahat sekolah kita ke rooftop, ya!" Aksara ingin mengungkapkan isi hatinya pada Seila.
"Ada apa?" Gadis ini di buat kebingungan lagi. Yang pertama karena diajak berangkat bersama, yang kedua karena diajak untuk pergi ke rooftop.
"Ada yang ingin aku sampaikan, ini penting!" Aksara tidak bisa mengungkapkan hal ini lewat telepon.
Panggilan telepon pun diputus, Seila menatap langit-langit kamarnya. Dia sangat gugup sekali, apa yang akan terjadi besok.
Seila gemas melihat wajah tampan pria yang ada di hadapannya, tubuhnya berbalut pakaian basket dan keringatnya membasahi seluruh tubuh. Terbayang lekuk otot sixpack di balik baju itu membuat darahnya bergejolak. Tubuhnya pun menghangat karena merasakan sensasi aneh ini.
Sekujur tubuh Seila tiba-tiba berdesir. Sepasang tangan yang kokoh perlahan bergerak, melingkari pinggangnya. Tangan Aksara memeluknya dengan posesif, membuat Seila ingin mengelak.
Permukaan rahang Aksara yang lembut, beradu dengan pipi halus Seila. Pria itu menyapukan pipinya dengan gemas ke wajah Seila membuat tubuh Seila yang sudah bergejolak, semakin bergolak.
Aksara membisikinya sambil mengecup lembut. "Kamu terlihat lebih cantik Seila. Jujur, aku terpesona akan kecantikanmu! Disini hanya ada kita berdua.”
Debaran jantung yang semula lambat menjadi semakin kencang hingga Seila tidak bisa mengontrolnya. Bisikan itu membuat tubuhnya kaku, mata tidak bisa berkedip dan deru napas hilang. Kungkungan Angga membuat Seila bahkan tidak berani bernapas. Perkataan pria ini berhasil membuat hati Seila terbang ke awang-awang.
Aksara beralih menyapu pipi Seila, menuju seulas bibir ranum yang merona merah serupa kelopak mawar. Bibir lembab itu sedikit terbuka, segera ditangkup Seila dengan bibirnya, Aksara mencegah wanita yang di hadapannya ini berkata-kata. Aksara membenamkan ciumannya dengan perlahan-lahan, agar Seila terbuai dan usahanya tidak sia-sia.
Seila menggeser tubuhnya saat merasa dia seharusnya tidak melakukan ini.
Bruk ….
“Astaga … apa ini yang di namakan mimpi basah? Kenapa aku memimpikan Aksara?”