Bab 5 Mimpi Anak Naga
Candaka lagi-lagi bermimpi, cuman kali ini dia bermimpi berada di sebuah hutan yang gelap dengan pohon-pohon besar mati berwarna hitam yang seakan hendak menelan dirinya bulat-bulat. Di tengah kegelapan dia melihat cahaya terang di ujung hutan yang menyinari sebuah air terjun yang turun dari perbukitan di atas hutan mati ini. Saat dia berusaha memasuki gua di belakang air terjun mendadak muncul sekelebat cahaya putih yang makin lama makin nyata menyerupai Naga. Mulut Naga terbuka menyemburkan Api berwarna putih ke arahnya, dan Candaka terbangun kaget dengan seluruh badan hitam oleh jelaga hitam yang menambah kedekilan dirinya,
Dia masih berada di kamar penginapan tapi anehnya tubuhnya serasa habis dibakar api meninggalkan sisa-sisa pembakaran di tubuhnya yang masih bau hangus tapi badannya baik-baik saja.
“Besok harus aku tanyakan ke Ki Wicaksono arti mimpi aku ini” pikirnya lagi. Dia juga baru sadar kalau dia lupa menanyakan keberadaan pamannya kemarin.
Candaka ketiduran lagi dan mengalami mimpi yang sama seperti sebelumnya. Kali ini dia berada di Kota Naga Emas dan rakyat mengelu-elukan dirinya sebagai Pendekar Naga. Penampilan dirinya juga berbeda dengan sekarang. Di dalam mimpinya dia terlihat gagah perkasa dengan sebilah pedang panjang tersanding di belakang punggungnya.
Setelah matahari mulai menampakan dirinya, secepat itu juga Candaka pergi menuju rumah Ki Wicaksono untuk menanyakan arti mimpinya, Jika benar berarti mimpinya ini merupakan petunjuk untuk menemukan Kitab Naga Jurus Pertama, lebih bagus lagi jika lokasi yang ditunjukkan sama dengan lokasi ditemukannya kitab pertama oleh Ki Wicaksono.
Sesampainya di Pondok Ki Wicaksono tampak pemandangan yang mengenaskan. Rumah yang semula terlihat indah tampak habis terbakar. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Ki Wicaksono maupun Gayatri. “Apa yang sebenarnya terjadi di sini?” pikirnya
Masih penuh tanda tanya, Candaka menelusuri hutan sekitar Pondokan Ki Wicaksono, tapi dia tidak menemukan sosok yang dicarinya. Dia hanya melihat beberapa pohon bertumbangan seperti terjadi pertarungan besar antar Pendekar hebat. “Mungkin mereka pergi ke Penginapan …,” kata Candaka dalam hati berusaha menebak-nebak kemana perginya kakek dan cucu hebat ini.
Sesampainya di Penginapan, Candaka tidak melihat tanda-tanda keberadaan Ki Wicaksono dan Gayatri. Dia hanya melihat kerumunan penduduk desa yang lagi mengerumuni sekelompok bandit yang sedang berteriak lantang.
“Penduduk Desa Kabut Hitam, kalian wajib bayar upeti kepada bos kami jika tidak ingin bernasib seperti kakek dan cucu yang terlalu banyak ikut campur urusan kami ini!” teriak salah satu kepala bandit.
“Lihat dan simak baik-baik, jika kalian bayar upeti akan selamat … Jika tidak silahkan temani 2 mayat ini!” sambungnya sambil mengelindingkan 2 mayat di depannya.
Candaka terkejut saat melihat 2 mayat yang dipamerkan oleh bandit-bandit tadi yang ternyata mayat Ki Wicaksono dan Gayatri
“Bagaimana mungkin bandit-bandit ini bisa mengalahkan dan membunuh mereka berdua?” pikirnya.
Pikirannya jadi kacau membuat amarahnya meledak dan langsung menghampiri kumpulan bandit-bandit sambil melancarkan pukulan membabi buta.
“Kamu yang dibela Tuan Putri kemarin, beraninya kamu unjuk muka kamu lagi … Cari mampusss kamu...!” salah satu bandit tadi langsung melancarkan pukulan yang telak mengenai muka Candaka.
“Kalian sampah masyarakat beraninya keroyok orang tua dan perempuan! Cuiiih … tidak tahu malu!” teriak Candaka dengan penuh kemarahan.
Candaka langsung mengeluarkan Jurus yang baru dipelajarinya setelah pikirannya agak tenang. Bandit-bandit itu ternyata bukan tandingan jurus yang dikeluarkan Candaka. Hanya dalam sekejab saja, mereka sudah bertumbangan.
Saat Candaka hendak menghajar mereka lagi mendadak dia terjungkal terkena tendangan dari bayangan hitam yang memakai penutup wajah. Hanya kelihatan dari matanya kalau dia seseorang yang dikenalnya.
“Bram?”
Buuukkkk …!
Sebuah tendangan menghajar wajahnya dan dalam keadaan babak belur Candaka melihat pria bertopeng tersebut mengeluarkan pedang yang sama persis dengan pedang dalam mimpinya.
Creeeppp …
Candaka merasakan tubuhnya mati rasa ditusuk pedang yang berkilauan. Inikah akhir hayatnya?
Candaka memejamkan mata dan pasrah dengan hidupnya.
Candaka terbangun dengan rasa kaget di hati. Dia meraba-raba seluruh tubuhnya, tidak ada darah sama sekali. Ternyata dia sedang bermimpi yang terpanjang sepanjang hidupnya, tapi mimpi itu terasa nyata dalam hidupnya. Dia mengalami mimpi di dalam mimpi yang jarang sekali terjadi.
Banyak misteri yang menghantuinya setelah dia sampai di Desa Kabut Hitam ini. Benarkah Bram yang dilihat dalam mimpinya? Siapa sebenarnya Bos dari bandit-bandit yang berkeliaran di desa ini? Bagaimana nasib paman yang ingin dijumpainya? Benarkah dia Sang Pendekar Naga yang diagung-agungkan jadi penyelamat rakyat Kamandaria? Apa sebenarnya Kabut Hitam yang begitu menghantui desa ini?
“Aku harus menemukan jawaban dari ini semua jika tidak ingin mimpi-mimpi ini terus menghantuiku,” tekad Candaka.
*****
“Hey pemuda dekil, kamu dipanggil Bos...!!!”, seru salah satu bandit yang wajahnya brewokan
“Jangan melawan kalau kamu mau selamat”., lanjutnya
Timbul niat untuk menggunakan Jurus yang baru diajarkan Bram tapi diurungkan niatnya karena Candaka juga penasaran ingin mengetahui siapa bos bandit-bandit ini yang sangat ingin ketemu dengannya.
Candaka mengikuti rombongan bandit ini menuju ke sebuah bangunan mewah yang ada di desa ini. Halaman yang ada kolam ikan serta taman yang asri membuat Candaka merasa bukan memasuki rumah bos bandit.
Si Brewok terus berjalan menuju ke ruang tengah bangunan ini. Tampak dari kejauhan sosok berbaju hitam tapi sosok ini menutupi hampir seluruh wajahnya sehingga tidak bisa dikenali siapa dirinya. Tapi dari penampilannya Candaka menduga kalau sosok bos bandit ini adalah wanita.
Dugaannya menjadi nyata saat bos ini mulai menegurnya. “Kamu yang bernama Candaka, yang kabarnya lagi mencari pamanmu Syailendra?”
“Kamu tahu keberadaan pamanmu sekarang/”, tanya wanita ini lagi
“Ada hubungan apa Nyonya bertanya mengenai paman saya?”, tanya Candaka sopan
Tanpa disangka bos bandit ini malahan marah kepada dirinya. “Jangan panggil aku Nyonya, aku belum setua itu...!!!”
“Terus aku mesti panggil apa, sedangkan muka Nyonya ketutup semuanya”, sambung Candaka tidak mau kalah
“Nyonya lagi...Nyonya lagi...sudah aku bilang jangan panggil aku Nyonya..”, suara bos bandit ini makin meninggi membuat si Brewok pun mundur ketakutan
“Jadi aku harus panggil Nyonya apa?, tanya Candaka lagi. Dia tidak peduli dengan kemarahan bos bandit ini karena merasa sudah benar memanggil wanita ini Nyonya
“Grrrrr....panggil aku Kakak, Adik, Adinda, atau apa saja asal bukan Nyonya...Pahaaammm kamu..”, kali ini bos bandit benar-benar murka membuat Candaka yang tadinya tenang agak merasa gentar
“Iya Adinda, aku anggap kamu lebih muda sajalah biar kamu tidak marah-marah lagi’, jawab Candaka setelah merasa tenang kembali
Bos Bandit itu sedikit tenang setelah Candaka tidak memanggilnya Nyonya lagi. “Aku tanya tadi, kamu tahu pamanmu ada di mana?”
Candaka merasa kesal sekali dengan perlakuan Adinda berengsek ini. Tapi dia tahu kemarahan tidak akan menyelesaikan masalahnya malahan bisa mencelakakannya.
“Aku juga lagi cari pamanku, jadi aku masih belum tahu dia ada di mana?”, tuturnya
“Pamanmu berutang sama klan ini dan belum dibayar. Aku sudah panggil kakek tua itu ke sini untuk melunasi hutang anaknya tapi dia menolak datang. Hufffhh...”, kesal bos bandit ini
“Apa tadi kamu bilang? Pamanku anak Ki Wicaksono?”, tanya Candaka penuh rasa kaget. Kenapa Ki Wicaksono tidak memberitahunya saat tahu dia mencari pamannya
“Kasihaaaannn deh kamu....”, ejek bos bandit
“Ternyata kamu dibohongi oleh kakek tua itu. Hmmmnn....Bagaimana kalau kamu kerja sama aku saja”, tawarnya
“Aku tidak sudi bekerja sama penjahat kayak kamu. Cuiiihhh!!!”, Candaka yang merasa dibohongi bertambah marah
“Kok kamu marah sama aku. Harusnya kamu marah sama kakek tua itu. Aku kan sudah berbaik hati menawarimu pekerjaan”, tenang saja bos bandit ini menanggapi kemarahan Candaka
“Kalau tidak mau kerja sama aku ya udah pergi sana cari kakek tua itu dan suruh dia bawa anaknya ke sini bayar hutang!!!”
Bos Bandit menggerakkan tangannya pertanda menyuruh anak buahnya membawa Candaka keluar dari ruangannya