Bab 4 Teriakan Meminta Tolong
DEXTER BROWN
“Alpha, kenapa kamu harus datang ke distrik terlarang selarut ini? Bukankah fated mate-mu sudah berada di sisimu? Apalagi yang kau cari di tempat ini?”
“Kamu tidak mengerti!” tuturku tanpa melihat ke arah Randy white.
Aku sadar sopir sementara yang baru saja aku rekrut itu terus-menerus melirik ke arahku yang duduk di kursi penumpang. Aku melihat raut wajah ketakutan Randy.
Mungkin dia merasa terintimidasi oleh keberadaanku. Padahal kami sudah tumbuh bersama sejak masih kanak-kanak. Tapi, tetap saja, sepertinya Randy masih belum terbiasa dengan karakterku yang dingin.
Oh, kurasa bukan itu alasannya. Randy bersikap begitu berhati-hati semenjak aku memegang kepemimpinan sebagai Alpha Pack Wolk sekaligus Presiden Direktur di perusahaan Brown Group Internasional.
“Randy, awas!” teriakku.
Aku melihat seseorang melompat ke jalan yang gelap di depan kami. Randy segera menginjak pedal rem sekuat mungkin hingga kudengar suara decit ban Maserati yang kami kendarai. Aku mencari pegangan untuk menahan badan dari benturan.
Randy terlihat begitu syok. Wajahnya memucat. “Alpha, kau baik-baik saja?” Dia menoleh ke arahku dengan panik.
“Apa-apaan itu tadi?” teriakku dengan kesal. “Siapa orang bodoh yang melemparkan dirinya ke tengah jalan? Apa dia bermaksud ingin bunuh diri dan melemparkan masalah pada kita?”
“Tolong! Tolong!”
Aku dan Randy benar-benar saling bertukar tatapan karena kaget. Rupanya, orang yang hampir kami tabrak adalah seorang perempuan.
Dia menghentikan mobil kami. Bahkan dia berjalan mendekati pintu tempat Randy berada. Dia menggedor-gedor kaca jendela sambil meminta tolong dengan ketakutan.
“Siapa itu–”
Aku belum sempat menyelesaikan kata-kataku tiba-tiba aku melihat sekelompok pria membungkam mulut wanita itu dan menyeretnya pergi.
Melihat hal ganjil itu, tentu saja sepasang alisku yang sudah sedikit berkerut semakin berkerut. Tanpa ragu-ragu aku segera membuka pintu mobil dan keluar.
Aku mencari-cari keberadaan perempuan dan sekelompok pria yang tampak sedikit menakutkan tadi, tapi mereka menghilang begitu saja dari pandangan. Tanpa ragu-ragu aku pun melangkah ke dalam gang, tempat aku menyimpan kenangan.
“Alpha! Mau ke mana kau? Tempat ini berbahaya. Mungkin saja mereka sekelompok penipu atau perampok.”
Aku mendengar Randy berteriak panik dari mobil. Tapi aku mengabaikannya dan terus berjalan menuju ke gang.
“Aku tidak akan membiarkan hal kotor terjadi di sini! Apalagi tepat di depan mataku.”
Aku berjalan cukup jauh hingga tiba di pertengahan gang. Di sana terdapat tanah datar kecil dengan penerangan yang redup.
Aku benar-benar melihat sesuatu yang tidak ingin aku lihat. Beberapa pria bertubuh besar menarik paksa pakaian perempuan yang berlari ke arah mobilku tadi. Akan tetapi perempuan itu dengan keras kepala tetap memeluk dirinya erat-erat sambil menatap ke arah para lelaki yang mengepungnya.
Aku tidak bisa melihat dengan jelas wajah perempuan itu. Selain karena dia dalam posisi memunggungiku, juga karena tertutupi oleh sekelompok pria yang mengepungnya. Aku hanya mendengar dia berteriak.
“Aku akan membayar kembali uangnya! Tolong beri aku waktu. Aku pasti akan menemukan cara untuk membayarnya.”
“Hehe, menunggumu membayar 10 juta? Apa menurutmu, kamu masih Luna dari Pack Braka yang bermartabat?”
Langkahku terhenti seketika saat mendengar salah satu pria itu menyebutkan Luna dari Pack Braka. Siapa yang dia maksud? Bukankah April sedang ada di rumah saat ini?
Setelah berbicara dan merendahkan perempuan itu, para pria itu semakin mendekat. Aku bisa merasakan dia begitu putus asa. Bahkan aku bisa merasakan aura tubuhnya yang gemetar. Dia memegang sepotong pecahan kaca di tangannya. Kurasa dia pungut potongan kaca itu dari salah satu tumpukan sampah di dekatnya.
***
KAYANA MISLAV
Aku begitu menggigil ketakutan. Rasa putus asa sudah menguasai sekujur tubuhku. Bahkan mereka tidak mau mendengarkan permohonan serta bujukanku.
Aku sudah memutuskan bahwa jika mereka bersikeras untuk menyentuhku dan berbuat buruk padaku, aku akan melawan dengan seluruh kekuatanku!
Kugenggam kuat potongan kaca yang berhasil aku temukan di sudut gang. Aku tidak peduli meski telapak tanganku tergores. Rasanya perih, tapi ini lebih baik daripada harus menyerah di tangan mereka.
Saat aku menatap wajah mereka yang begitu menakutkan di bawah cahaya lampu yang temaram, aku benar-benar jijik. Para bajingan ini menyeringai seolah-olah siap menerkamku. Pakaianku bahkan sudah tidak layak karena mereka merobeknya dengan paksa. Aku merasa menggigil.
Tangan-tangan mereka terulur untuk meraihku. Aku benar-benar putus asa dan tidak ada tempat untuk mundur lagi. Aku sudah siap mengayunkan pecahan kaca ini, saat bayangan seseorang tiba-tiba muncul dan menghalangi cahaya bulan di langit.
Seorang pria jangkung dengan proporsi tubuh yang begitu sempurna berdiri di depanku. Aku yakin tingginya tidak kurang dari 190 cm. Aku tidak tahu dia datang dari mana. Aura kuat yang terpancar darinya menindas orang-orang yang ingin menyerangku, bahkan juga menindas keberanianku. Aura kuatnya membuat semua orang tidak bisa bergerak, seolah-olah udara di sekitar kami menjadi begitu tipis.
Siapa pria ini? Lawan ataukah kawan?
“Siapa... Siapa kamu?” teriak para preman itu dengan suara yang jelas-jelas sangat ketakutan. Suara mereka begitu bergetar.
Aku hanya bisa duduk di permukaan tanah yang dingin sambil tetap menggenggam pecahan kaca. Aku mendengar pria jangkung itu berbicara dengan suara rendah seperti hantu di malam yang dingin.
“Pergilah!”
Para preman tersebut begitu kaget sedangkan aku tidak kalah kaget dari mereka. Aku sangat akrab dengan suara itu. Tanganku mulai gemetar.
‘Itu dia! Itu suaranya!’
Aku benar-benar kebingungan dan ketakutan. Aku tidak tahu bagaimana situasi ini bisa terjadi. Akan tetapi, meskipun para preman itu takut, mereka tetap tidak mau menyerah.
“Dari mana asalmu, bajingan cilik? Kau berani sekali mengganggu urusan kami. Aku mencium bau serigala yang menyengat dari tubuhmu. Di zaman sekarang ini, kau masih ingin berperan sebagai pahlawan hanya untuk menyelamatkan seorang perempuan? Kau benar-benar bodoh. Kau mungkin tidak tahu apa yang sedang kau hadapi.“
Pria besar sang bos preman itu mengangkat satu tangannya dan memberikan perintah pada para anak buahnya.
“Tangkap dia!”
Setelah mengatakan itu, para preman itu berubah menjadi serigala dan mengelilingi pria jangkung itu satu demi satu.
Sedangkan pria jangkung itu masih bergeming dalam wujud manusia. Dia terlihat begitu tampan meski dari belakang.
Menyadari akan terjadi pertempuran sengit, aku hanya bisa meringkuk tidak berdaya di sudut gang sambil menatap kosong ke arah sekelompok pria di depanku. Aku tidak mampu menghentikan mereka.
Aku mendengar pria tampan yang sedang dikepung oleh kawanan serigala preman itu mencibir. Wajahnya tidak begitu jelas karena suasana gang yang remang-remang. Aku mendengar dia mengucap dua kata.
“Kau mencari kematian?”
Gerakan pria itu begitu cepat. Hampir tidak bisa memberikan kesempatan kepada para serigala preman itu untuk mendekat. Sedangkan kawanan serigala preman itu terus menggeram sambil memamerkan taring-taring tajamnya.
Setiap kali para serigala menyerang, pria jangkung itu pun membalas dengan cukup cepat. Setiap gerakannya begitu mematikan. Pukulannya mendarat di tubuh para serigala dan tidak lama kemudian dia dengan mudah menjatuhkan mereka semua.
Para serigala itu merintih kesakitan dan jatuh bergelimpangan di gang. Lalu tubuh mereka kembali ke wujud manusia. Kurasa mereka semua terluka dan berguling-guling di tanah.
Aku bisa merasakan tatapan tajam dan dingin pria jangkung itu menyapu para preman. Aku bahkan sampai melupakan rasa terkejutku.
Entah apa yang terjadi. Tiba-tiba aku melihat para preman itu buru-buru pergi dalam keadaan yang menyedihkan. Mereka melarikan diri.
Kini hanya tertinggal sang bos–pria berbadan besar yang masih berdiri berhadapan dengan pria jangkung yang baru saja menyelamatkanku. Beberapa detik kemudian, tanpa berbicara sepatah kata pun, sang bos juga ikut kabur dan lari dari gang.
Tiba-tiba, gang kecil itu terasa sepi. Seperti aku berada di dunia lain. Hanya ada kami berdua. Pria jangkung itu berbalik dan menatapku.
Saat itulah wajahnya tersorot langsung oleh cahaya bulan. Aku bisa melihat dengan jelas tatapan matanya yang terlihat begitu dingin dan penuh dengan kebencian.
“Itu kamu!” tudingnya ke arahku. “Beraninya kamu!