Bab 7 Kembali Hancur di Tangan Dexter
DEXTER BROWN
Aku sudah melemparnya ke tempat tidurku yang super lebar dan empuk, tapi apa yang sedang aku lakukan?
Tangan kiriku masih mencengkram kedua pergelangan tangannya dan tangan kananku berusaha untuk mencekik lehernya sekuat mungkin. Aku berada di atas tubuhnya. Dia sama sekali tidak akan bisa lolos dariku.
Dengan satu perintah besar, aku bisa dengan mudah membunuh perempuan ini tanpa aku perlu menyentuhnya dan mengotori tanganku sendiri. Hanya saja, rasanya akan berbeda jika aku yang melakukannya.
Perempuan ini merintih. Dia berusaha untuk bernapas. Dan aku melihat air mata keluar dari sudut matanya.
Hidupnya berada di bawah kekuasaanku, tapi aku benar-benar tidak bisa menahan diri saat melihat air matanya jatuh dari kedua matanya yang jernih. Ada rasa enggan yang tiba-tiba menguasai diriku tapi ini bukan penyesalan.
Ya, ini hanya perasaan kasihan! Aku berusaha memastikan perasaanku sendiri.
“Jika kamu mengakui kesalahanmu, aku mungkin akan mengampuni nyawamu demi kepentingan April.”
Dia harus mengakui bahwa tiga tahun lalu, dia seharusnya tidak menipuku untuk menikahinya. Seharusnya begitu!
Perempuan ini sudah mengganggu rencana yang sudah aku susun dengan baik untuk menikahi April dan menjadikannya Luna-ku. Lebih buruk lagi, perempuan ini seharusnya tidak naik ke tempat tidurku saat aku sedang mabuk!
Perlahan aku mengendurkan cekikanku dari lehernya.
Dia mulai terbatuk-batuk. Wajahnya begitu merah. Dia hampir saja mati di tanganku.
“Ma-maafkan aku, Dexter. Aku salah,” gumam perempuan itu dengan terbata-bata dan tubuh menggigil hebat.
Mungkin dia berpikir kematian sudah benar-benar dekat dengan urat lehernya. Air matanya terus mengalir dan membasahi wajah. Saat itulah dia menatap langsung ke mataku.
Aku semakin tidak tahan melihat dia seperti itu. Aku sedikit menjauh dari ranjang, sambil tetap memperhatikan perempuan itu yang terisak di tempat tidur dengan tubuh meringkuk.
“Anggaplah dirimu beruntung kali ini!” ujarku. Aku berpaling darinya dan menggertakkan gigi-gigiku dengan cukup keras. “Keluar dan jangan biarkan aku melihatmu lagi!”
Bajingan! Jika saja perempuan ini tidak menipuku, aku pasti sudah menikah dengan April saat ini. Mungkin kami bahkan akan memiliki anak sekarang. Dan tidak ada tiga tahun yang terbuang sia-sia.
Anak? Tiba-tiba kerongkonganku rasanya tercekat. Aku merasa sesak dan begitu mual.
Bagaimana bisa perempuan ini mengatakan bahwa aku adalah Alpha yang mandul? Dari mana rumor itu berasal? Akan aku buktikan bahwa aku bisa memiliki anak.
Lamunanku terbuyarkan oleh suara batuk Kayana. Aku meliriknya.
Dia tersandung ketika turun dari tempat tidur dan berlari menuju pintu tanpa alas kaki. Aku lihat telapak kakinya terluka, tapi aku mengeraskan diri dan pura-pura tidak tahu.
Aku berbicara dengan cukup tegas padanya. “Jangan pernah sekali-sekali kau mengungkit mengenai perselingkuhan kita. Jika kamu berani mengucapkan sepatah katapun kepada April, aku tidak akan membiarkanmu lolos.”
Aku benar-benar tidak akan membiarkan siapapun menyakiti April-ku. Tidak ada yang bisa!
Perempuan itu berhenti sesaat sebelum benar-benar pergi dari kamar pribadiku. Dia menoleh padaku masih dengan sepasang mata yang berkaca-kaca. Dia menatapku dengan begitu dingin setelah menyekah air matanya.
“Dexter Brown, aku memang salah. Aku memang bodoh karena sudah percaya begitu saja pada ucapan dan bujukan keluargaku agar pergi ke tempatmu dan naik ke atas ranjangmu. Aku salah karena tidak menyadari diriku sendiri.”
“April Mislav adalah Luna dari Pack Braka–cahaya bulan perakmu. Siapa aku? Hanya seorang Kayana Mislav. Aku bahkan tidak layak menyandang nama keluarga Mislav di belakang namaku. Aku hanya seorang putri angkat rendahan yang tidak tahu dipungut dari mana.”
“Dexter Brown, aku juga tidak pernah berharap berada di sisimu malam itu. Aku benar-benar korban di sini. Kamu bisa saja membenciku sampai sepuluh kehidupan yang akan datang. Kau juga bebas marah padaku. Tapi, kau tidak berhak merenggut nyawaku. Kau juga tidak berhak merenggut apa yang sudah menjadi milikku.”
Perempuan itu meletakkan tangannya ke dada dan mengepal dengan kuat.
“Aku salah karena sempat menyukaimu dan berpikir mungkin bisa memiliki harapan denganmu. Harusnya aku tahu tidak akan pernah ada masa depan dengan pria mandul sepertimu.”
Aku mengerutkan kening karena terus diprovokasi lagi olehnya.
“Kau?” Aku hampir marah tapi perempuan ini langsung menyelaku.
Dengan putus asa dia berkata, “Yakinlah mulai hari ini dan seterusnya, aku tidak akan pernah menyukaimu sedikitpun! Malam ini di antara kita, tidak akan ada lagi hubungan apapun. Aku, Kayana Mislav dari Pack Braka, mereject-mu, Dexter Brown sebagai Alphaku.”
Dadaku tiba-tiba bergemuruh. Jantungku berdegup dengan kencang dan entah kenapa tiba-tiba aku merasakan sakit yang luar biasa. Melihat tatapan Kayana Mislav yang menantang, kemarahanku pun memuncak.
Brengsek, aku menyadari satu kesalahan yang baru saja aku lakukan. Aku tidak seharusnya melepaskan perempuan ini!
“Kau? Mereject-ku? Berani sekali. Aku yang seharusnya melakukan itu.”
Aku memangkas jarak beberapa langkah darinya dan berdiri di depan perempuan itu. Aku raih pinggangnya dan mengangkat dia dengan mudah. Aku lemparkan tubuhnya kembali ke tempat tidur dengan sangat kasar. Dan aku tekan tubuhnya dengan tubuhku sendiri lalu menggigit bibirnya dengan sangat kuat.
Berani sekali dia mereject-ku? Baiklah, dia sedang menggali kuburannya sendiri.
“Mandul? Kau bilang aku mandul? Akan kau lihat betapa tangguhnya aku dalam menebarkan benih kehidupan!”
“Aaahh… Dexter, hentikan!”
Aku buat dia merintih dan mengerang sekaligus di atas tempat tidurku. Berani sekali dia menghinaku!
***
KAYANA MISLAV
Aku tidak bisa berbuat apapun. Seluruh kekuatan dan energiku seolah dijatuhkan dengan mudah oleh Alpha Dexter Brown. Dia benar-benar merenggut kembali milikku yang paling berharga untuk kedua kalinya malam ini. Dia mencumbuku bolak-balik hingga membuatku hancur. Benar-benar hancur!
Setelah malam yang hina itu, aku akhirnya terhuyung kembali ke penginapan kecilku. Aku benar-benar kelelahan. Aku naik ke tempat tidur dengan hati yang hancur. Air mataku tidak berhenti mengalir. Dengan segera membasahi bantal di bawah kepalaku.
Sudah tiga tahun berlalu, tapi aku sama sekali tidak pernah mengira Dexter Brown masih menyimpan kebencian seperti itu padaku. Aku pikir apa yang aku lakukan di masa lalu akan cukup untuk memuaskan kemarahannya tapi aku salah.
Meski tubuh dan jiwaku rasanya remuk redam, tapi aku tetap tidak bisa memejamkan mata barang semenit pun. Aku sudah tidak tahu jam berapa sekarang. Saat aku mendengar ponselku berdering, aku duduk dengan susah payah dan menjaga air mataku agar berhenti mengalir.
“Apakah itu para penagih utang? Apa yang harus aku lakukan?”
Aku berusaha mengabaikan panggilan itu, tapi ponselku terus saja berdering. Aku ambil telepon genggam yang tergeletak di sampingku dan memeriksa ID si penelpon.
“Aku tidak boleh menangis. Untuk apa aku meratapi semua ini?”
Aku berjuang keras untuk menenangkan suaraku sebelum menjawab telepon.
“Halo?” sapaku lirih.
“Astaga, Kayana? Akhirnya kau menjawab teleponku. Ke mana saja kau semalaman? Kau bahkan tidak menghubungiku sama sekali!”
“Oh, Allan. Aku… Aku….”
“Apa terjadi sesuatu padamu?”
Allan Francis adalah satu-satunya orang yang saat ini bisa aku percaya. Dia adalah sahabat sekaligus rekan kerja yang membuatku bangkit dan bisa bertahan hingga sekarang.
Allan pasti sangat mengkhawatirkan keberadaanku, tapi aku tidak tahu apakah bisa mengatakan semua padanya?
Ketika mendengar suara Allan yang panik dan penuh kekhawatiran, air mataku semakin tidak terkendali. Aku hanya bisa menggerakkan gigi-gigiku.
“Allan, aku bertemu dengan penagih utang kemarin. Dan saat ini, aku tidak tahu lagi harus mencari uang sepuluh juta ke mana? Jika kali ini gagal, orang-orang itu pasti akan datang lagi dan mencariku. Keluarga Mislav… Masih saja menipuku. Aku pikir semuanya sudah berakhir, ternyata tidak!”
“Para bajingan licik itu!” geram Allan. “Apa mereka tidak tahu kapan waktunya berhenti untuk mengganggumu?” Allan hampir meledak di seberang telepon.
“Tapi, Kayana, uang sepuluh juta bukanlah jumlah yang sedikit.”
Aku bisa mengetahui nada suara Allan berubah dan tampaknya dia juga tidak akan bisa membantuku.
Kupejamkan mata erat dan membuat sisa-sisa air mataku pun kembali menetes. Aku tidak bisa berbuat apa-apa saat ini. Aku pun juga tidak mengharapkan bantuannya. Dia selalu ada di sisiku saat aku merasa kedinginan dan sendirian. Itu sudah cukup.
Setelah beberapa waktu, pria itu berkata dengan tenang. “Aku tahu tidak mudah mendapatkan uang sepuluh juta dalam waktu singkat tapi mungkin saat ini ada peluang.”
Aku merasakan ada angin segar menerpa. Buru-buru aku bertanya padanya. “Allan, apa yang bisa aku lakukan?”
“Tapi… Mungkin kau tidak akan suka mendengarnya.”
“Cepat katakan! Biar aku bisa membuat keputusan akan mengambil peluang itu atau tidak?”