Bab 4

Aku hendak kembali menemui mereka dengan membawa nampan berisi tiga gelas minuman es jeruk. Aku letakkan satu persatu gelas- gelas itu di atas meja. Tak kusangka mereka memperhatikan setiap gerak gerik yang aku lakukan. Matanya melotot kedadaku yang tertutupi baju kaos putih agak tembus pandang. Sehingga bh hitam yang ku kenakan menutupi dua gundukan bukit kembar dapat terlihat. Minuman segar yang telah tersaji segera mereka ambil. "Legk legk legk legk" Minuman itu seketika menghapus dahaga di tenggorokannya. Aku kembali ke dapur untuk mengambil beberapa makanan ringan. Membuka rak kayu yang terpampang di atas. Nampak beberapa stoples kue cemilan ringan untuk para tamu. Aku mengambil dua stoples, lantas kembali lagi ke ruang tamu menghidangkan cemilan ringan yang telah aku bawa. Setelah itu aku duduk di kursi tengah berhadapan dengan pak Doyo, hanya terhalang oleh meja di depan. "Jadi bapak-bapak ini yang akan mengangkut barang-barang bekas di gudang ya?" "Betul sekali dek, tapi nanti dulu ya mau ngabisin kue nya dulu. Sayang kalau tak di habiskan." "Kriuk kriuk kriuk" pak Doyo berbicara sambil menggigit cemilan yang terasa renyah dan nikmat di mulut. "Legk legk legk legk" Kembali mengambil gelas yang isinya tinggal setengah. "Makasih dek ya, ayo kita kerjakan dari sekarang saja. Gak enak nanti nyonya nya sampai pekerjaan belum tuntas" ucap pak Karmin. "Iya min, ayok kita hajar" pak Darmaji omongannya tak sengaja keceplosan. Namun keburu di ralat oleh pak Karmin. "Iya hajar kerjaannya sampai tuntas!!" sahut pak Karmin dengan semangat. "Dek kami butuh tali yang kuat ya buat ngikat barang di mobil, sekalian sama lakban hitam buat ngelakban kardus yang akan kami isi sama barang-barang bekas." Pinta pak Karmin padaku, padahal dalam hatinya tali itu akan di gunakan untuk mengikatku, lakban hitam buat menutup mulut ku agar tak berteriak. Tapi waktu itu aku tidak curiga sama sekali, alasannya sangat masuk akal. "Oh tali sama lakban nya sudah ada deh di gudang. Nanti aku tunjukkan jalan ke gudang sama tempat barang yang bapak cari" "Nah, itu baguslah dek. Jadi gak usah repot-repot lagi kan." "Hehe iya pak." Kami pun beranjak dari tempat duduk. Berjalan ke belakang rumah menuju gudang tempat penyimpanan barang-barang bekas yang sudah tak terpakai. Di perjalanan mereka terdengar berbisik satu sama lain, kadang suara cekikikan keluar dari mulut mereka. Namun entah apa yang di bicarakan aku tak bisa mendengarnya dengan jelas. Sampailah kita di tempat yang di tuju. Ku buka pintu gudang yang tadinya gelap, sekarang menjadi terang karena sinar matahari yang masuk dari pintu yang aku buka. "Waduh kok gelap gini dek?" Tanya pak Darmaji. "Lampunya belum aku nyalakan pak, ada di dalam sakelarnya." "Ya udah tolong nyalain dek, kita kan gak tau letak sakelarnya di mana." Aku sangat ragu untuk masuk ke dalam, namun tak ada cara lain lagi untuk membuat ruangan ini terang selain aku harus menyalakannya dari dalam. Langkah kaki ku mulai merangsak maju ke dalam gudang yang gelap. Tangan meraba-raba di dinding mencari sakelar lampu. Agak jauh aku masuk ke dalam. "Uhuk-uhuk, " debu yang memenuhi ruangan yang pengap tak sengaja aku hirup jadi membuatku terbatuk-batuk sejenak. Tanganku terus meraba-raba dinding gudang, akhirnya jemariku merasakan sesuatu benda yang menempel di dinding. Tidak salah lagi itu yang aku cari. Segera menekan salah satu tombol sakelar. Ruangan yang tadinya gelap, kini remang-remang oleh sinar lampu kekuningan. Mereka bertiga pun masuk, "Ahh, terang juga. Mana talinya dek." "Huh, tukang macam apa kalian bisa nya cuman nyuruh aku doang. Mentang-mentang aku pembantu di rumah ini" aku sedikit kesal karena mereka selalu mengandalkan ku untuk mencari sesuatu yang mereka butuhkan. "Sebentar pak aku cari dulu, kayaknya di sebelah sini deh" Aku sedikit berjinjit melihat kotak yang ada di atas lemari gudang yang penuh debu. "Uhuk- uhukk uhuk uhuk, ini pak" Kedua benda itu ada di tanganku. Aku melihat Pak Karmin menutup pintu. "Kok pintunya di tutup pak?" Mendengar perkataanku mereka saling memandang, memberikan isyarat satu sama lain. Pak Doyo dan pak Darmaji saling menatap dan mengangguk. Mereka berdua maju ke hadapanku, merebut paksa lakban dan tali di genggaman. Dengan kasarnya pak Darmaji memeluk tubuh dan tanganku supaya aku tak bisa bergerak. Sontak saja aku berteriak atas apa yang mereka lakukan. "Pak, apa-apaan ini. Tolong.. lepas kan !!!" Pak Karmin mengunci pintu dari dalam. Lalu mematikan sakelar lampu yang tadi aku nyalakan. "Pak,, jangan pak.. jangan..!!" "Aahhh diam kau gadis cengeng. Plak" Sebuah tamparan keras mengenai pipiku. Entah siapa yang melakukannya karena di ruangan ini nampak gelap. Aku pun tak bisa melihat jariku sendiri saking gelapnya. Aku di posisikan untuk tidur di telentang di atas lantai gudang yang kotor, pergerakan kaki dan tangan membuat debu semakin beterbangan. "Uhuk-uhuk, pak.. jangan pak . Hentikan.. uhuk-uhuk." "Ha ha ha, akhirnya kita dapat nyicip juga gadis desa yang bohay dan bahenol gini." "Emmhh, hhhmmpp.. mmmuuaacchh" bibirku terasa di cium oleh seseorang yang aroma bau rokoknya sangat menyengat dari mulut yang mencium ku. Aku hanya bisa mengenali mereka lewat suaranya saja. Kedua tangan di angkat ke atas kepalaku, lalu di tahan oleh kedua tangan pak Darmaji. Begitu pula dengan kedua kaki, dipegangi oleh pak Doyo dengan erat, sehingga pergerakanku tertahan oleh mereka yang memegangi. "Ha ha, tak usah berteriak percuma saja. Disini hanya ada kita. Ha ha ha" Bau asap rokok itu kembali tercium sangat dekat di wajah. Lantas bibir tebal dan bau tujuh rupa pak Karmin melumat bibirku. "Emmhh, lep.. lepaskan a.. aku.. tolong. Emmmhh.." berkata sambil memejamkan mata terasa bibir bau tak sedap memagut bibir merah tipis ku. Lidah menjulur di wajah, menjilati pipi, hidung kembali ke bibir dan memagutnya kasar. Aku sangat tak tahan dengan baunya, dan hampir mau muntah. Lidahnya merangsak masuk ke dalam celah bibir, menari-nari di dalam mulutku. Lalu menghisap liurku dari dalam. "Slurrpp" seperti orang yang di landa kehausan begitu ia menghisap bibir. Ia bergantian memaksakan liurnya untuk di alirkan ke lubang mulut mungilku. Jemarinya menekan hidung sehingga aku kesulitan bernafas. Memaksa untuk bernafas dari mulut yang sudah luber oleh liur pak Karmin. Mau tak mau aku telah menelan liur tak sedap itu sembari menarik nafas lewat mulut. "Uuhhookk, krreekk" tersedak dan terasa sangat bau ketika mengalir di tenggorokan.
Tambahkan ke Perpustakaan
Joyread
UNION READ LIMITED
Room 1607, Tower 3, Phase 1 Enterprise Square 9 Sheung Yuet Road Kowloon Bay Hong Kong
Hak cipta@ Joyread. Seluruh Hak Cipta