Bab 2 Terlahir Kembali
"Hei, bocah, kamu tidak mau mendengarkanku lagi? Kamu kira nona ketiga bisa melindungimu?" Suara dingin terdengar samar-samar.
Sesaat kemudian, suara tamparan terdengar, diikuti oleh suara tangisan seorang gadis muda.
Celia perlahan duduk, tubuhnya basah kuyup oleh keringat dingin, punggungnya terasa lengket, pikirannya sejenak terhenti.
Dia mengenali suara itu, itu adalah suara Bu Susi.
Dia melihat sekeliling, ternyata dia berada di kamarnya saat masih gadis. Saat dia tinggal di Mansion Marquis sebelum dia menikah.
Dia belum mati? Atau, apakah tadi hanya mimpi buruk?
Tidak, itu bukan mimpi buruk, semua itu nyata. Rasa sakit yang menusuk hati itu, dia masih bisa merasakannya dengan jelas sekarang.
Lalu, apa yang terjadi di depan matanya?
Dia perlahan turun dari tempat tidur, berpakaian dan berjalan keluar.
Setiap pemandangan dan suasana di sekelilingnya benar-benar persis dengan saat dia pertama kali datang dari desa ke Mansion Marquis.
Bu Susi? Herny?
Bu Susi mendongak melihatnya, kemudian berkata dengan nada tidak senang, "Nona ketiga, sebagai wanita, kita tidak bisa menghindari hal seperti ini. Apa gunanya Nona cari mati? Lebih baik Nona hidup damai dengan sepupu nona, itu malah bisa membantu Nona menguatkan posisi di keluarga."
Kata-kata itu terdengar familier.
Celia ingat bahwa ibu tirinya, Geni Soron, pernah memberitahunya bahwa
Fely sedang mengandung anak Willy. Geni memintanya untuk mengizinkan Fely menjadi istri kedua. Celia menangis keras karena enggan. Setelah bangun, Bu Susi malah membujuknya seperti ini.
Mata Celia tiba-tiba memancarkan tatapan dingin, apa dia telah bereinkarnasi? Bereinkarnasi ke saat dia belum menikah?
Dia perlahan mengepalkan tinjunya, dan kenangan pahit serta berdarah dari kehidupan sebelumnya membanjiri otaknya. Dia menggertakkan giginya, tubuhnya sampai gemetar.
Dia melihat ke arah Herny. Ada bekas tamparan di wajah Herny, kedua matanya tampak basah oleh air mata. Dia tampak sangat tertekan.
Di kehidupan sebelumnya, Herny pernah menasihatinya secara pribadi agar tidak membiarkan Fely masuk dan menjadi istri kedua. Herny bilang, bahwa Fely memiliki niat jahat dan akan membahayakannya.
Celia perlahan duduk, dia menatap wajah Bu Susi dengan tenang, "Apa maksud Bu Susi, aku harus mengizinkan Fely menjadi selir?"
Bu Susi memasang wajah masam, "Nona Fely berasal dari keluarga jenderal, mana mungkin dia jadi selir? Menjadikannya istri kedua secara sah, justru bisa menunjukkan betapa besar hati Nona ketiga."
"Istri kedua? Apa bedanya istri kedua dengan selir?" Celia berkata dengan sinis.
Bu Susi sedikit terkejut. Apa yang terjadi dengan Nona Ketiga? Celia biasanya sangat sopan saat berbicara dengannya, mengapa hari ini dia malah bersikap seperti ini?
Di kehidupan sebelumnya, setelah ibu Celia meninggal, dia dikirim ke desa dan baru kembali ke kediaman utama saat usianya sudah tiga belas tahun.
Setelah dia kembali, Geni mengutus Bu Susi untuk mengurus segala urusan di tempat Celia. Karena Celia tumbuh besar di desa dan tidak mengerti aturan, Bu Susi yang berperan membuat keputusan tentang segala hal, baik besar atau kecil. Itu juga yang membuat Bu Susi jadi lebih berkuasa daripada Celia sendiri di Taman Bunga Pir ini. Bu Susi pun jadi sombong.
Bu Susi berkata, "Tentu saja istri kedua berbeda dengan selir. Maksudku, Nona ketiga tetap jadi istri utama, hanya saja sekarang Nona Fely sudah mengandung anaknya, tentu dia harus dinikahi dan masuk menjadi keluarga lebih dulu."
Ini sedikit berbeda dengan di kehidupan sebelumnya. Di kehidupan sebelumnya, Geni jelas ingin menjadikan Fely sebagai istri kedua.
Tidak disangka, rupanya mereka dari awal memang sudah berencana menjadikan Fely istri utama.
Melihat dia diam saja, Bu Susi mengira dia sudah menyerah, dan berkata, "Tuan Willy dan Nona Fely akan segera datang, bahkan Nyonya Cintya juga akan datang. Nona Celia sebaiknya bersiap-siap dan berdandan sedikit, baru keluar menemui mereka. Selagi Tuan Besar Haris masih berada di medan perang dan belum kembali, urusan ini harus segera diselesaikan."
Nyonya Cintya Haris, kakak perempuan Willy. Di kehidupan sebelumnya, perempuan itu kerap menyiksanya. Perempuan itu juga orang pertama yang menyebutnya pembawa sial.
Bagus sekali, begitu bereinkarnasi, semua pria sampah dan wanita beracun ini malah datang ke hadapannya.
"Kamu tunggu apa lagi? Kenapa masih berdiri bengong di sana? Kamu minta dipukul lagi, ya?" Bu Susi marah pada Herny. Dia sudah mengangkat tangannya dan hendak memukul Herny.
Celia meraih pergelangan tangannya, dengan dingin berkata, "Bu Susi, kamu sudah tidak ada urusan lagi di sini, pergi sana."
Bu Susi terkejut melihatnya. Dia tidak percaya bahwa Celia berbicara dengannya dengan nada seperti itu. Celia selama ini tidak pernah membantahnya, apa yang terjadi?
Celia melepaskannya, mengabaikan keterkejutan di mata Bu Susi. Dia kemudian berkata kepada Herny, "Masuk, bantu aku menyisir rambut dan berdandan."
Herny juga agak kaget. Apakah majikannya ini tidak takut menyinggung Bu Susi? Menyinggung Bu Susi sama saja dengan menyinggung nyonya besar, dan Nona Celia kan paling takut dengan nyonya besar.
Celia masuk ke dalam kamar dan duduk di depan meja rias. Di cermin tampak wajah dengan riasan tebal yang berlebihan, begitu menor hingga membuatnya terlihat tiga sampai empat tahun lebih tua dari usianya.
Di kehidupan sebelumnya, dia tumbuh besar di desa dan tidak tahu soal etika ataupun cara merias diri. Dia hanya fokus dalam latihan bela diri. Setelah dibawa kembali ke Mansion Marquis, Geni langsung menyuruh Bu Susi untuk mengurusnya. Bu Susi meriasnya dengan tampilan mengerikan seperti ini setiap hari. Katanya, para gadis di ibu kota memang seharusnya berdandan seperti itu. Ironisnya, di kehidupan yang sebelumnya, Celia malah merasa dandanan ini memang cantik.
"Hapus semua riasan di wajahku, pilihkan pakaian berwarna lembut," kata Celia.
Herny langsung girang mendengarnya, "Nona seharusnya jangan memakai pakaian merah dan hijau yang mencolok, itu terlihat sangat kuno. Dan riasan ini, mana ada gadis yang belum menikah berdandan seperti ini?"
Celia menatapnya dengan hangat. Dia melihat tangan lincah Herny sibuk membersihkan wajahnya, hingga akhirnya terpampanglah wajah bersih dan putih alami yang begitu polos.
"Nona cantik sekali." Herny memandangi pantulan orang di cermin sambil memuji.
Celia meraba alisnya, tidak ada bekas luka di sini. Di kehidupan sebelumnya, dia pernah melindungi Willy dari sabetan pisau, membuat dari tengah alis hingga bagian kiri kepalanya berdarah-darah.
Dia tidak mati, tapi setelah sembuh, Willy berkata, bekas lukanya sangat jelek.
Bodoh, dirinya yang dulu sangat bodoh!
Kali ini, Celia sendiri yang merapikan alisnya, lalu mengoleskan sedikit lip balm bening di bibirnya.
Di usia muda yang sedang bertumbuh seperti ini, wajah paling cantik adalah wajah tanpa polesan apa pun.
"Nona, apa Nona tidak takut menyinggung Bu Susi?" Herny ragu-ragu sejenak, tapi akhirnya masih menanyakan hal ini.
Celia mengenakan gaun panjang berlengan lebar dengan motif awan gelap. Beberapa helai rambutnya menggantung di bahu dari bawah sanggul ganda. Wajahnya putih bersih dengan alis yang rapi. Dia terlihat sedikit lebih maskulin, tapi penampilannya tidak kalah dari Fely.
"Memangnya kenapa kalau menyinggungnya?" Celia mengejek, "Herny, ingat, kamu itu bekerja untukku, jadi hanya perlu mendengarkan kata-kataku. Apa pun yang dikatakan orang lain, anggap saja omong kosong."
"Nona, jangan bicara kasar seperti itu." Herny senang bahwa tuannya berani, tapi dia bergegas mengingatkannya.
Celia tersenyum lepas, wajah putihnya jadi memerah, "Aku dibesarkan di desa, tentu saja aku bisa mengatakan kata-kata kasar."
Mengapa harus berpura-pura menjadi putri? Dia adalah gadis liar yang dibesarkan di desa. Di kehidupan sebelumnya, dia berpura-pura menjadi putri, tapi malah dipukuli dan dimaki tanpa bisa melawan, benar-benar bodoh!
"Putri ketiga, Nyonya Cintya dan Tuan Muda Willy sudah datang. Nyonya besar memintamu keluar." Bu Susi masuk, dia melihat Celia dengan sombong.
Celia tidak memedulikannya sama sekali, dan pergi dengan Herny.
Bu Susi marah sampai tercengang. Apakah gadis kecil ini ingin memberontak? Dia harus memberi tahu nyonya besar agar mengingatkan anak itu. Jangan sampai hanya karena berhasil dijodohkan dengan keluarga terpandang, Celia jadi sombong dan mulai meremehkannya dan nyonya besar.