Bab 3 Pemaksaan
Celia berdiri di luar ruangan utama, dan mendengar suara percakapan dari dalam.
"Nyonya Geni, kamu kan bibinya Fely, kami harap kamu bisa membantu dalam hal ini. Ibuku berharap sebelum ayahku kembali ke istana, pernikahan antara Fely dan Willy bisa diselenggarakan terlebih dulu."
Orang yang berbicara adalah kakak perempuan Willy, Cintya Haris, seorang istri pejabat. Bahkan jika Celia bereinkarnasi sepuluh kali, dia tidak akan pernah lupa suara ini.
Geni tersenyum dan berkata, "Nyonya Cintya tidak perlu sungkan. Fely sangat beruntung bisa menikah dengan keluarga adipati. Aku pasti akan membantu dalam hal ini."
Celia tersenyum sinis. Dia tidak pernah mendengar kata-kata ini di kehidupan sebelumnya. Dia mengira semua orang memikirkan yang terbaik untuknya dan berpikir bahwa semua wanita yang baik seharusnya seperti itu.
Celia mengambil napas dalam-dalam dan melangkah masuk.
Tatapan matanya jatuh pada wajah Willy.
Wajah mengerikan dalam ingatannya tiba-tiba muncul di depannya, disertai dengan suara dirinya sendiri memohon di tanah, api yang membumbung tinggi, dan Nyonya Linda yang memasang wajah dingin. Semua ingatan itu berputar di kepala Celia, membuat amarahnya nyaris meledak.
Willy juga menatap Celia dengan tatapan sedikit terkejut. Dia hanya pernah melihat Celia dua kali. Seingatnya, Celia dulu selalu memakai baju merah, kalau tidak, hijau. Perempuan itu juga memakai hiasan rambut emas di kepalanya, dengan riasan wajah yang tampak menakutkan seperti palet warna. Namun, Celia berpakaian sederhana dan tampak sangat cantik hari ini.
"Celia, kamu datang di saat yang tepat!" Geni, yang mengenakan gaun sutra dengan motif bunga merambat, tersenyum lembut dan menyambutnya dengan hangat.
Pandangan Celia berpindah dari wajah Willy ke wajah Fely.
Wajahnya yang putih seperti giok tampak malu, matanya merah, bulu matanya basah oleh air mata, seperti mau menangis. Fely mengenakan gaun sifon putih dengan sulaman daun bambu biru halus di lengan. Dia tampak sangat rapuh, tapi memikat.
Begitu melihat Celia, Fely langsung mengerjapkan mata dan menunduk. Air matanya mengalir makin deras, bahunya sedikit bergetar seolah sedang menangis terisak.
Willy yang duduk di sampingnya pun meraih tangannya begitu melihat Fely sedih, "Jangan takut, aku di sini."
Fely pun tersenyum malu-malu, pipinya merona merah.
Celia menyaksikan adegan ini dengan tatapan dingin, benar-benar sepasang kekasih yang … menjijikkan.
Ketika Cintya melihat Celia, dia berkata, "Celia, aku yakin kamu tahu mengapa kami datang hari ini. Ibumu bilang kalau kamu selalu berperilaku baik. Kamu dan Fely kan sepupu, aku yakin kamu akan mempertimbangkan hubungan antara saudara perempuan dan membiarkan Fely juga menjadi bagian dari Keluarga Haris, 'kan?"
Celia duduk perlahan, tepat di seberang ketiga wanita itu.
Cintya hari ini mengenakan rok lipat dengan bordir bunga emas dan perak, kepalanya penuh dengan perhiasan, tampak sangat mewah.
Celia menatapnya dan berkata perlahan, "Apa? Aku belum tahu."
Geni tampak sedikit tidak senang, "Celia, mana mungkin kamu tidak tahu. Fely sudah mengandung anak Willy, dia harus segera dinikahi."
Celia melihat Fely dan berkata, "Benarkah?"
Wajah Fely memerah karena malu, dia berbisik, "Kak, maafkan aku, aku ... kami hanya tidak bisa menahan diri."
"Tidak bisa menahan diri? Itu berarti kamu sudah kehilangan keperawanan sebelum menikah. Menurut hukum, kamu harus ditenggelamkan dalam kolam." Celia berkata dengan dingin.
"Berhenti bicara omong kosong!" Nyonya Geni meliriknya sinis, "Fely dan Willy sudah saling mencintai sejak lama. Kalau bukan karenamu, mereka akan menikah."
"Kalau mereka saling mencintai," Celia menatap Willy dan berkata dengan dingin. "Kenapa kamu setuju saja bertunangan denganku? Ternyata apa yang disebut cinta hanyalah untuk kesenangan sesaat."
Willy marah, "Apa yang kamu bicarakan? Seorang gadis yang belum menikah berani bicara seperti ini, apa kamu tidak malu?"
Celia tersenyum sinis, "Aku malu? Setidaknya aku tidak memiliki hubungan rahasia dengan orang lain dan melakukan hal yang tidak bermoral. Aku tidak tahu bagaimana orang-orang di ibu kota, tapi di Provinsi Batari, kami menyebut orang-orang seperti itu sebagai pria dan wanita yang tidak bermoral!"
Geni terkejut, "Celia, apa yang kamu katakan? Apa ucapan seperti itu pantas kamu ucapkan? Kamu itu putri ketiga dari Mansion Marquis. Kamu harus menjaga sikap dan kata-katamu."
Celia melirik Nyonya Geni dengan dingin, "Apa ini terdengar buruk? Aku bahkan belum menyebutnya pelacur."
Wajah Fely seketika memerah seperti terbakar, dia menangis dan berkata, "Kak, aku tahu kamu tidak akan memaafkanku. Setelah hal ini terjadi, aku bahkan juga tidak mau hidup lagi. Aku akan mati di depanmu sekarang."
Setelah berbicara demikian, dia bangkit dan ingin menabrakkan diri ke tiang, membuat Willy menariknya dengan panik, "Fely, jangan! Jangan pedulikan ucapannya, aku pasti akan menikahimu."
"Tidak, Kak Willy. Lebih baik biarkan aku mati, aku tidak bisa menatap orang lain, biarkan aku mati dengan anak kita!" Fely menangis sedih.
Nyonya Geni marah dan berteriak pada Celia, "Lihat apa yang sudah kamu lakukan pada Fely? Apa kamu tidak mau minta maaf padanya?"
Celia menatap adegan ini dengan tatapan dingin, "Ini benar-benar konyol. Aku harus minta maaf padanya? Apa aku yang hamil sebelum menikah? Apa aku yang sudah dengan tidak tahu malunya merebut tunangan orang lain? Kenapa malah aku yang harus minta maaf? Memangnya dia pantas menerima permintaan maafku?"
Celia berdiri, berjalan ke depan Fely, dan berkata dengan keras, "Kamu ingin mati, 'kan? Kalau begitu matilah!"
Fely menangis, "Kak Willy, lepaskan aku, lepaskan aku …."
"Celia, kamu ...." Willy sangat marah, dia sudah mengangkat tangannya dan hendak memukulnya.
Celia menangkap pergelangan tangannya, menariknya ke belakang, dan membuat Willy hampir tidak bisa berdiri tegak. Pria itu bergegas mundur dua langkah untuk menstabilkan dirinya.
Celia kemudian berdiri di depannya dan berkata dingin kepada Fely, "Sekarang tidak ada yang menahanmu, cepat bunuh diri sana!"
Fely menatapnya dengan bingung, dia seolah tidak mengenali Celia yang sekarang.
"Kenapa diam saja?" Celia tiba-tiba berteriak marah, membuat Fely gemetar dan menangis.
"Kak Celia, kenapa kamu sekejam ini padaku? Kalau aku melakukan kesalahan, kamu bisa memarahi atau memukulku, kenapa kamu harus sekejam ini padaku?" Fely menangis.
Usai dia berkata demikian, Celia pun langsung menamparnya, menampar pipi kiri dan kanannya. Dia terus menampar Fely beberapa kali sebelum akhirnya berhenti.
"Karena kamu sendiri yang sudah memintaku memukulmu, aku akan melakukannya!" Celia berkata dengan sinis.
Fely merasa malu karena ditampar beberapa kali, tapi dia juga tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Jadi, dia hanya melemaskan tubuhnya dan berpura-pura pingsan di tanah.
Nyonya Geni kaget dan cepat-cepat membantunya. Dia lalu memarahi Celia dengan ekspresi pucat, "Sebagai putri dari Mansion Marquis, kamu sudah sangat kejam dan keterlaluan. Bisa-bisanya kamu menampar orang di depan umum, apa kamu masih menganggapku sebagai ibumu?"
Celia membalas, "Apa kamu masih menganggapku sebagai putrimu? Terlepas dari hal lain, kamu membantu orang-orang yang tidak bermoral ini untuk menindasku, apa begini sikap seorang ibu?"
Cintya tiba-tiba berdiri, dengan wajah pucat dia berkata, "Kalau kamu tidak bisa menerima Fely, kita batalkan saja pernikahanmu. Keluargaku, keluarga Adipati Kota Jakayarta, juga tidak mau punya menantu perempuan kasar yang bisa bicara kotor sepertimu. Nanti aku akan mengutus orang untuk mengirimkan surat pembatalan pertunangan. Willy, ayo kita pergi."
"Ya, batalkan saja!" Willy juga enggan menikahinya. Jika bukan karena perintah ayahnya, dia tidak mau menikahinya.
Celia jelas melihat Fely yang tadi "pingsan" tiba-tiba membuka matanya, ada sedikit ekspresi kaget di matanya.
"Tunggu sebentar!" Celia tiba-tiba memanggilnya.