Bab 6 Keracunan

Berjalan keluar dari halaman, Celia mendengar suara marah ayah dan suara penjelasan Nyonya Geni yang terbata-bata. Celia mengangkat bibirnya dan tersenyum dingin. Saat ayahnya dianugerahi gelar Marquis waktu itu, dia memang sangat mulia selama beberapa periode waktu. Namun sejak ibu meninggal, ayah mengalami keterpurukan dan tidak berpartisipasi dalam medan perang, hanya mengandalkan jabatan resmi untuk melewati hari-harinya. Kemuliaan Mansion Marquis sudah lama terkikis menjadi cangkang kosong. Marquis Gary memang berniat untuk memenangkan hati ayahnya Fely, yaitu Gian, dan pemikiran ini hanya boleh dia yang tahu, orang lain tidak boleh tahu. Mengungkapkan informasi tentang Fely yang tengah mengandung anak Willy dan juga Gary yang berusaha memenangkan hati Gian, dua informasi ini saja sudah cukup untuk menyebabkan gempa bumi di Paviliun Sinar Terang malam ini. Dan percayalah bahwa besok akan ada makanan yang terus disajikan di Taman Bunga Pir. Benar saja, keesokan paginya, Herny datang sambil tersenyum dan berkata, "Nona, sarapan sudah datang." Bu Susi secara pribadi memberi perintah kepada seseorang untuk membawakan sarapan dan setelah menyuruh orang itu pergi, dia berkata dengan nada dingin, "Nona ketiga benar-benar hebat, bahkan sudah tahu cara mengadu ke Tuan Marquis. Tapi, Nona Ketiga jangan lupa, Tuan Marquis sangat sibuk dengan urusannya dan masalah keluarga selalu ditangani oleh Nyonya." Barusan dia ingin pergi mencari Nyonya untuk mengadu bahwa dirinya dipukuli, tetapi tidak diduga dia melihat Celia pergi menemui Tuan Marquis untuk mengadu lebih dulu, hal ini membuat dia sangat marah. Baik, kamu ingin makan, makanlah terus sampai kamu mati. Celia baru saja mengangkat sumpitnya, tetapi saat mendengar ucapan ini, dia langsung meletakkannya dan melambaikan tangan kepada Bu Susi, "Kemarilah." Bu Susi menatapnya dengan waspada sambil bertanya dengan nada tajam, "Apakah Nona Ketiga mau memukulku lagi?" "Aku tidak akan memukulmu." Celia menaruh beberapa potong daging di mangkuk lain. "Kamu bawa keluar dan berikan kepada Ogi. Nanti aku akan bicara denganmu nanti bagaimana menangani masalah Fely." Melihat sikap Celia menjadi lembut, Bu Susi mengira Celia takut, jadi dia mengambil mangkuk itu sambil berkata, "Sikap nona Ketiga seperti ini sudah benar, semua masalah bisa dibicarakan. Kalau tidak bisa membiarkan Nona Sepupu menjadi istri utama, maka biarkanlah dia menjadi selir." "Masuk akal juga!" Celia berkata sambil tersenyum. Bu Susi menganggukkan kepala dengan puas, lalu berbalik pergi. Celia segera berkata kepada Herny, "Tutup pintunya!" Herny segera berlari untuk menutup pintu, lalu tersenyum dan berkata, "Nona Ketiga sangat waspada, kalau tidak, hidangan ini tidak bisa dinikmati dengan baik." Celia sebenarnya tidak punya nafsu makan, jadi dia berkata kepada Herny, "Kamu makan saja, aku tidak lapar." Herny menatap makanan di atas meja sambil menelan ludah. "Tidak, aku makan nanti saja." "Kamu tidak makan tadi malam, cepat makan!" Celia berdiri, kemudian mendengar Bu Susi mengetuk pintu di luar sambil berkata dengan marah, "Nona Ketiga, buka pintunya!" Celia mengabaikannya, dia hanya memerintahkan Herny untuk makan dan sesudah Herny selesai makan, barulah pintu dibuka. Bu Susi berkata dengan marah, "Apa maksud Nona Ketiga?" "Tidak ada maksud apa-apa." Celia langsung duduk di kursi. "Kenapa? Aku ingin makan dengan pintu tertutup, kamu seorang pelayan ingin melarangku?" Bu Susi menatap Celia dengan marah, lalu menatap hidangan yang tersisa setengah di atas meja sambil menunjukkan senyum jahat. Dari pandangan matanya, Celia tampak melihat sesuatu, kemudian dia perlahan mengalihkan pandangannya ke makanan. "Aduh!" Herny mendadak memegangi perutnya, lalu berjongkok menahan sakit, wajahnya langsung pucat pasi. "Herny, kamu kenapa?" Celia mengulurkan tangan untuk menopang Herny, lalu melihat Herny sangat kesakitan sampai tidak mampu berdiri. "Aku tidak tahu." Wajah Herny berkerut, bola matanya melotot, dia memegang tangan Celia dan hampir menangis, "Nona, perutku ... sakit sekali." Di luar pintu, mendadak terdengar suara gonggongan Ogi. Celia melepaskan Herny dan berjalan keluar untuk melihat, kemudian melihat Ogi berguling-guling di tanah, kelihatannya sangat kesakitan. Dia berbalik dan melihat hidangan di atas meja, lalu teringat dengan tatapan mata Bu Susi tadi, dia seketika menyadari bahwa sudah diracuni! Di kehidupan sebelumnya tidak ada kejadian seperti ini. Itu tentu saja, karena di kehidupan sebelumnya, dia sangat patuh terhadap Nyonya Geni dan Bu Susi. Kalau ingin memberinya pelajaran, mana perlu sampai menggunakan racun? Bu Susi melihat Celia menatapnya, kemudian dia mendengus, "Kenapa Nona ketiga menatapku? Jangan-jangan dia makan sesuatu yang membuat perutnya sakit?" "Racun apa yang dimasukkan ke dalam makanan itu?" Celia bertanya dengan nada tegas. Bu Susi berkata dengan suara keras, "Nona ketiga, jangan bicara sembarangan. Meracuni majikan adalah kejahatan berat. Kamu jangan menuduhku. Aku sudah bertahun-tahun di mansion ini dan selalu bersikap setia." Celia menatapnya, tatapan matanya sangat tajam, tetapi kemudian tersenyum, "Betapa setianya dirimu, aku akan memberi hadiah yang sangat besar untukmu." Dia menjambak rambut Bu Susi dengan satu tangan, lalu menariknya ke belakang dan menampar wajahnya, setelah itu, menekannya ke depan meja makan sambil menyeringai, "Ini masih ada sisa makanan, aku akan memberikannya kepadamu sebagai hadiah." Bu Susi berteriak seperti seekor babi yang sedang disembelih, "Seseorang kemarilah, Nona Ketiga mau bunuh orang." Hani, si gadis pelayan yang sedang menyapu di depan pintu, mendengar teriakan Bu Susi, dia langsung bergegas masuk. Celia mencengkeram bagian belakang lehernya, lalu berbalik dan berkata kepada Hani dengan suara tegas, "Pergi panggil tabib!" Hani tidak tahu apa yang sedang terjadi. Saat mendengar suara teriakan marah Celia, dia tanpa sadar ingin keluar dan memberitahu Nyonya. Kemudian suara dingin Celia terdengar dari belakang, "Jangan pernah berpikir untuk melapor kepada Nyonya. Jika tabib tidak datang dalam waktu setengah jam, nasib Bu Susi akan menjadi nasib kalian!" Sesudah Celia selesai bicara, dia mengambil piring dan membantingnya ke kepala Bu Susi. Bu Susi meraung, kemudian pingsan. Hani ketakutan sampai wajahnya pucat, dia dengan cepat bereaksi dan keluar. Hati Celia dipenuhi dengan kebencian. Bagaimanapun juga, dia itu putri sah di Mansion Marquis ini, tetapi seorang pelayan berani meracuni makanannya. Bagus, mengira dirinya ini bisa ditindas sesuka hati, kalau hari ini tidak membuat takut sekelompok orang ini, maka kedepannya hal seperti ini tetap akan terjadi lagi. Dia menjambak rambut Bu Susi sambil menyeretnya keluar, lalu mengikatnya ke pilar di depan koridor. Bu Susi berkata dengan marah, "Nona ketiga, aku ini diutus oleh Nyonya. Kamu berani melakukan ini padaku, Nyonya tidak akan mengampunimu." Tatapan mata Celia berubah dingin, dia membungkuk melepaskan salah satu sepatu sulamnya, kemudian mengayun sepatu itu ke wajah Bu Susi, menghantamnya belasan kali berturut-turut sampai jeritan Bu Susi teredam, baru dia merasa sedikit lega. "Aku akan mengurusimu nanti!" Dia melempar sepatu sulam itu ke wajah Bu Susi, lalu berbalik dan pergi melihat Herny. Herny sudah berguling-guling di tanah karena kesakitan, butiran-butiran keringat mengalir dari dahinya, "Nona ... aku sudah sekarat. Aku ... tidak bisa melayanimu ... lagi." "Jangan bicara, tidak akan ada masalah. Mereka tidak berani membunuhku, mereka cuma ingin memberiku pelajaran." Celia memijat titik akupuntur untuk meredakan rasa sakit. "Nanti tabib datang dan meresepkan obat untukmu, setelah meminumnya, kamu akan baik-baik saja." Dia membantu Herny berdiri. Herny memegang tangannya sambil berkata dengan ekspresi kesakitan, "Nona ... jangan mengadu lagi. Jika mengadu terus-menerus, Tuan Marquis ... akan merasa kesal." Mata Celia terasa hangat, gadis ini .... "Berhenti bicara!" Sesudah menenangkan Herny, dia keluar dan menggendong Ogi, Ogi sudah aman. Di kehidupan sebelumnya, dia tahu kalau tubuh Ogi kebal terhadap racun dan bakal pulih dalam beberapa saat setelah diracuni. Hanya saja di kehidupan sebelumnya, Ogi meninggal di tangan Nyonya Adipati Kota Jayakarta. "Lihatlah dia, kenali dia, dialah yang sudah menyakitimu!" Celia berjalan ke arah Bu Susi sambil menggendong Ogi, lalu berkata dengan suara dingin.
Tambahkan ke Perpustakaan
Joyread
UNION READ LIMITED
Room 1607, Tower 3, Phase 1 Enterprise Square 9 Sheung Yuet Road Kowloon Bay Hong Kong
Hak cipta@ Joyread. Seluruh Hak Cipta