Bab 4 Mari Berpisah

Cintya berhenti melangkah, sudut bibirnya terangkat, mengulas senyum mengejek. Takut? Meskipun kamu itu putri sah, Celia, kamu cuma gadis yang tumbuh di desa dan tidak tahu tata krama. Bisa bertunangan dengan keluarga adipati jelas sebuah berkah. Jika benar-benar membatalkan pertunangan, lihat saja mau ditaruh mana wajahmu? Cintya berbalik perlahan, dan melihat Celia dengan puas. Celia berjalan ke depannya, dia juga memasang ekspresi mengejek, "Kalaupun harus membatalkan pertunangan, harus aku yang membatalkan. Apa hak Keluarga Haris membatalkan pernikahan? Setelah skandal seperti ini, kamu masih berani membuat kekacauan dan membesar-besarkan masalah, sungguh memalukan." Celia tidak berencana untuk bertindak seperti seorang gadis yang baik. Dia akan bertindak dan berbicara sesuai dengan dirinya yang sebenarnya. Dia tidak akan membuang harga dirinya di depan orang-orang rendahan ini. Ekspresi wajah Cintya sontak berubah. Dia tidak menyangka Celia akan begitu sulit ditangani. Tentu saja Keluarga Haris tidak bisa membatalkan pertunangan. Pertunangan juga tidak bisa dibatalkan sepihak. Apalagi, pertunangan ini sudah diatur oleh ayahnya sebelum berangkat perang. Celia sudah menyelamatkan nyawa Tuan Besar Haris, dan orang itu sangat menjunjung tinggi balas budi. Itulah sebabnya mereka menunggu tuan besar pergi bertugas, baru buru-buru ingin memasukkan Fely ke dalam keluarga mereka. Begitu Fely menjadi bagian keluarga, tuan besar paling akan marah sebentar. Namun, itu tidak akan mengubah kenyataan. Awalnya, mereka berpikir bahwa Celia hanyalah seorang gadis liar yang tidak berpengalaman dan mudah ditipu. Tapi mereka tidak menyangka dia akan menjadi orang yang begitu sulit ditangani. Cintya melihat ke arah Nyonya Geni, yang juga tampak terkejut. Dia tersenyum lembut dan berkata, "Celia, kamu dan Fely kan sepupu, kalian juga sangat akrab .…" Celia memotong kata-katanya dengan sinis, "Dia dan aku bukan saudara sepupu. Pamanku tidak akan melahirkan anak perempuan yang tidak tahu malu sepertinya, dan kami juga tidak dekat. Kalau kami dekat, dia tidak akan merebut calon suamiku. Karena semua ini sudah terjadi, mari kita berhenti berpura-pura dan bicara dengan terbuka." Geni menggigit bibirnya, "Sekarang Fely sudah hamil, kamu mau bagaimana agar dia bisa tetap jadi keluarga?" "Aku tidak mungkin menerimanya, mustahil," Celia menatap Geni. Mengapa dia tidak menyadari bahwa senyumnya palsu di kehidupan sebelumnya? Sekarang melihat senyum itu membuatnya mual. "Tapi, karena dia sudah mengandung anak Willy, aku juga tidak akan menghalanginya. Kita batalkan pertunangan ini, bawa lagi surat tunangannya. Setelah itu, aku tidak akan ada hubungan lagi dengan Willy." Nyonya Geni hampir meledak karena marah, "Bagaimana kalau dia jadi istri kedua dan kamu jadi istri utama?" "Tidak mungkin!" Celia menolak dengan tegas. "Kamu ... kenapa kamu keras kepala sekali? Kenapa sekejam ini? Dia sudah rela menjadi istri kedua, apa lagi yang kamu inginkan?" Amarah Geni akhirnya meledak, dia menunjuk Celia sambil memarahinya. Celia tersenyum sinis, "Merasa tidak adil? Kalau dia merasa ini tidak adil, dia seharusnya tidak menggoda pria orang. Dia sudah menggoda pria orang, dia harus menerima konsekuensinya. Sebaiknya cukup sampai di sini. Aku tidak akan menemani kalian lagi." Setelah berbicara demikian, Celia pergi tanpa memberi mereka kesempatan untuk berbicara atau memintanya untuk tinggal. Ada kemarahan di mata Fely, kedua tangannya terkepal erat hingga kuku-kukunya menembus kulitnya, 'Celia, aku akan membuatmu membayar untuk penghinaan hari ini,' batinnya. Cintya menatap Geni dengan tatapan kecewa, "Sepertinya Nyonya tidak memiliki banyak pengaruh di sini, bahkan putri tiri yang baru kembali dari desa tidak bisa kamu kendalikan." Geni adalah seorang istri Marquis, mendengar ucapan Cintya barusan jelas membuatnya malu sekaligus marah. Dia marah karena seorang istri menteri berani bicara begitu padanya. Dia malu karena dia memang tidak bisa mengendalikan gadis itu hari ini. Tapi yang aneh adalah, gadis itu biasanya tidak berani melawannya, kenapa Celia tiba-tiba hilang akal hari ini? Mengingat sikap Celia barusan membuatnya marah. Namun, dia menahan amarahnya dan berkata kepada Cintya, "Silakan pergi dulu, aku akan bicara lagi dengannya. Kalian harus melanjutkan pernikahan sesuai dengan rencana awal. Kalian harus menikahkan Tuan Willy dan Fely sebelum Tuan Besar kembali. Perut Fely juga akan makin membesar." Fely menatap Willy dengan kedua mata yang sudah berlinang air mata. Sikap Willy hari ini membuatnya sedikit takut. Mengapa pria ini tidak berani membatalkan pertunangan dengan Celia? Willy menenangkannya dengan menggenggam tangannya, "Fely, bersabarlah, aku pasti akan menikahimu." Setelah mengantar Cintya dan Willy pulang, Nyonya Geni menutup pintu dan melihat Fely dengan marah, "Apa yang kamu lakukan? Membuat aib!" Air mata Fely menghilang, ada kebencian di matanya, "Bibi, bunuh dia!" Geni berkata dengan tidak sabar, "Kamu pikir membunuh orang itu seperti menginjak semut? Kamu pikir semudah itu?" "Paman tidak menyukainya, tidak akan ada yang menyelidiki kematiannya." Fely berkata dengan panik. "Kamu salah, meskipun pamanmu tidak menyukainya, dia tidak akan membiarkan anak itu mati begitu saja. Apalagi, gadis kecil itu adalah putri sahnya." "Bibi, apa yang harus kita lakukan? Aku tidak bisa menyembunyikan perutku lagi!" Fely menangis. Geni merasa kesal dan berkata, "Baiklah, jangan berisik, biarkan aku berpikir." Celia kembali ke Taman Bunga Pir, sementara Herny berkata dengan penuh kekaguman, "Nona, Nona tadi sangat luar biasa!" Celia tersenyum, tapi hatinya terasa pahit dan sakit. Adegan sebelum dia bereinkarnasi terus berputar di pikirannya. Dia bisa merasakan kebencian yang seakan remuk redam di antara gertakkan giginya. Dia ingin membunuh Willy dan Fely. Tapi dia tidak bisa. Sebelum dia mati, dia bersumpah bahwa jika dia memiliki kesempatan untuk membalas dendam, dia akan mencincang mereka ribuan kali. Dia duduk perlahan, secara refleks menutupi perutnya dengan tangannya. Rasa sakit di hatinya muncul lagi ketika dia merasakan perutnya yang rata. "Nona ketiga, kamu benar-benar tidak tahu terima kasih." Bu Susi membuka tirai dan masuk, dia langsung marah-marah. Celia menyipitkan mata, dia bersandar pada bantal kursi, dan melambaikan tangan ke Bu Susi, "Sini, ada yang mau kubicarakan denganmu." Bu Susi mendekat dengan kesal, "Nona ketiga, ucapanmu tadi ...." Tatapan mata Celia terlihat sangat sinis, dan sebelum Bu Susi bisa bereaksi, dia sudah lebih dulu mendapat dua tamparan di wajah. Celia lalu berkata dengan dingin, "Katakan, siapa yang tidak tahu terima kasih?" Bu Susi memegangi wajahnya dan menatapnya dengan tatapan tidak percaya, "Kamu menamparku?" "Ya, apa masalahnya? Apa aku tidak boleh menamparmu?" Celia tersenyum lepas, tapi tampak menakutkan. Bu Susi terkejut, bagaimana gadis ini bisa begitu keras kepala? Ini pasti pura-pura! Dia lalu berkata dengan keras, "Baiklah, kalau Nona ketiga tidak menyukai hamba tua ini, hamba tua ini akan segera melaporkan kepada nyonya besar, agar hamba bisa keluar dari sini." Dia sengaja menyebut nyonya besar untuk melihat apakah Celia takut atau tidak. Namun, Celia hanya menatapnya dengan dingin, "Pergilah, cepat pergi." Melihat bahwa dia tidak bisa menakut-nakuti Celia, Bu Susi pun malu dan berkata dengan dingin, "Hamba tua ini akan pergi sekarang." Herny melihat punggung Bu Susi yang bergegas pergi. Dia jadi merasa khawatir, "Nona ketiga, apa kamu tidak takut pada nyonya besar?" "Kalau memang harus sampai berkelahi, bahkan lelaki tua itu pun bukan tandinganku!" Celia berkata dengan datar tanpa ekspresi. Herny ikut datang dari desa dengannya, jadi dia tahu bahwa Celia sangat ahli dalam bela diri. Hanya saja, dia berpikir cukup lama, siapa lelaki tua yang dimaksud barusan? Celia tentu saja merujuk kepada ayahnya, Marquis Gary. Orang yang membuangnya di desa selama tiga belas tahun tanpa peduli. Dia tidak membenci pria itu di kehidupan sebelumnya, dia berpikir semua ayah seperti itu. Meskipun dia sering melihat Gary memperlakukan kakak dan adiknya berbeda dari dirinya. Tapi Geni selalu berkata bahwa itu karena dia tumbuh di desa dan jarang bertemu. Makanya, wajar saja jika hubungan Celia dan ayahnya tidak sedekat anak-anak yang selalu bersamanya.
Tambahkan ke Perpustakaan
Joyread
UNION READ LIMITED
Room 1607, Tower 3, Phase 1 Enterprise Square 9 Sheung Yuet Road Kowloon Bay Hong Kong
Hak cipta@ Joyread. Seluruh Hak Cipta