Bab 5 Aku Datang Untuk Makan
Akibat memukul Bu Susi, jadi tidak ada makan malam malam ini.
Herny pergi ke dapur untuk bertanya, dan dapur mengatakan bahwa Nyonya Besar telah memerintahkan bahwa tidak ada makanan yang disediakan untuk Taman Bunga Pir malam ini.
Selain Herny dan Bu Susi, ada tiga pelayan lainnya di Taman Bunga Pir. Mereka juga tidak mendapatkan makan malam.
Mereka sebelumnya selalu mematuhi kata-kata Bu Susi, dan sekarang Celia malah membuat mereka tidak bisa makan. Tentu saja mereka jadi kesal.
Herny dengan cemas berkata pada Celia, "Kalau mereka tidak memberi kita makan malam ini, bahkan sampai besok, kita harus apa?"
"Mengadu!" Celia sibuk mencari sesuatu di dalam lemari, hingga menimbulkan suara berisik.
"Mengadu? Tuan tidak suka orang mengadu," bisik Herny.
Celia akhirnya menarik keluar cambuk yang dia simpan di lemari, sambil berkata, "Akhirnya aku menemukannya."
Herny melihat cambuk tersebut, "Bukankah Nona membawanya dari Provinsi Batari? Nyonya Besar bilang kalau seorang gadis tidak boleh berkelahi, kalau tidak mau dijadikan lelucon. Makanya, Nona selalu menyimpannya di lemari."
Celia meletakkan cambuk itu di pinggangnya, "Herny, anak gadis memang tidak seharusnya berkelahi. Tapi kalau mereka diam saja saat ditindas, itu bodoh namanya. Apalagi, tidak ada yang akan kasihan padanya ketika dia mati."
Sama seperti Celia di kehidupan yang sebelumnya.
"Tapi," Celia tersenyum sedikit, lalu mengangkat cambuknya, "Untuk mengatasi masalah makan, kita tidak perlu berkelahi."
Herny menatapnya dengan terkejut.
"Pergi dan cari tahu kapan ayah akan pulang." Celia mencubit pipi Herny, "Beri tahu aku kalau ayah sudah pulang."
"Nona mau apa?" Herny bertanya dengan bingung.
"Pergi saja sana, kenapa malah banyak tanya?" Celia duduk, dia perlahan memainkan duri di cambuknya. Ini adalah cambuk yang diberikan gurunya, dan namanya terukir di pegangan cambuk.
Muridku, Celia!
Di kehidupan sebelumnya, dia baru mengetahui identitas gurunya setelah menjadi menantu Keluarga Haris.
Willy tidak menyukai gurunya, dan melarangnya berhubungan dengan gurunya. Celia malah menurutinya seperti orang bodoh. Dia sampai memutuskan hubungan dengan gurunya, dan membuat gurunya sangat sedih.
Dia ingat, waktu dia baru saja menikah dulu, gurunya yang tidak tahu apa-apa, datang membawa banyak hadiah untuk mengunjunginya. Tapi Celia malah membuatnya menunggu di luar aula selama satu jam.
Kemudian, Willy pergi menemui guru Celia dan mengatakan bahwa keluarga Mansion Adipati Kota Jayakarta tidak mau berurusan dengan orang-orang seperti dia. Celia sendiri bersembunyi di luar saat itu, dia melihat wajah gurunya yang sangat kecewa. Saat memikirkan hal itu sekarang, dia jadi ingin menampar dirinya sendiri.
Dia hampir tidak bisa melepaskan diri dari kenangan masa lalunya.
Setengah jam kemudian, Harny kembali, "Nona, Tuan sudah pulang, dan sekarang dia berada di Paviliun Sinar Terang."
Celia berdiri perlahan, "Ikut aku."
"Baik!" Meskipun Harny tidak tahu apa yang akan Celia lakukan, dia merasa bahwa nonanya satu ini pasti memiliki rencana.
Celia tahu bahwa jika ayahnya pulang larut, Geni pasti akan menyiapkan makanan untuknya.
Jika Taman Bunga Pir tidak diberi jatah makanan, dia sendiri yang akan pergi minta makan.
Marquis Gary saat ini adalah Wakil Inspektur di Kantor Pengawasan Pemerintahan, yang dulunya dikenal dengan nama Gerbang Delapan. Lembaga tersebut bertugas khusus untuk menyelidiki pejabat korup. Baru-baru ini, kaisar telah mengeluarkan dekrit, ingin menemukan pejabat korup di Provinsi Wanson yang berkolusi dengan pejabat di ibu kota. Makanya, Gary selalu pergi pagi dan pulang malam.
Kantor menyediakan makanan, tapi makanannya tidak enak. Kantor Pengawasan Pemerintah harus menjadi teladan dalam memberantas korupsi, makanya urusan makanan pun harus makanan yang sederhana dan hemat.
Geni merasa kasihan pada suaminya, jadi dia selalu menyiapkan sup dan makanan ringan ketika suaminya pulang. Gary juga terbiasa, setiap kali pulang, dia pasti langsung menuju ke Paviliun Sinar Terang untuk makan makanan ringan sebelum pergi ke ruang belajar.
Ketika Geni melihatnya pulang, dia pergi menyambutnya dan membantunya melepas jubah, sambil menyuruh pelayan untuk membawakan makanan dan sup.
"Barusan, waktu aku baru masuk, aku dengar Willy dan Nyonya Cintya datang." Gary duduk, mencuci tangannya dengan air daun jeruk di sampingnya, lalu bertanya, "Ada apa?"
Geni menggantung jubahnya di rak pakaian, lalu tersenyum dan menjawab, "Tidak ada yang penting, mereka hanya datang untuk berkunjung."
"Hmm!" Gary pun tidak bertanya lagi. Dia mengambil teh yang diberikan oleh pelayan, dan meminumnya sedikit, "Pernikahan Celia sudah ditetapkan, tinggal menunggu Tuan Besar Haris kembali agar mereka bisa menikah. Kamu juga harus segera menangani masalah Zayn, dia itu seorang kakak laki-laki, jangan sampai adik perempuannya mengambil alih."
Mendengar ini, Geni mencoba bertanya dengan hati-hati, "Apa Tuan pernah mendengar tentang Marquis Joko? Anaknya, Putri Raisa, baru saja dewasa tahun ini. Kalau kita bisa menjodohkan putra kita dengannya, bukankah itu akan sangat bermanfaat untuk karir Zayn."
Gary menggelengkan kepala, "Tidak, jangan berpikir begitu. Apa kamu lupa seperti apa karakter dan perilaku Zayn? Menurutmu dia layak untuk Putri Raisa? Putri Raisa itu kesayangan Ibu Suri. Apa mungkin Ibu Suri akan menganggap Zayn layak?"
Geni mendengus, "Putri Raisa juga keras kepala, dia juga bukan orang yang sangat baik. Lagipula, apa kurangnya Zayn anak kita?"
Gary langsung memasang ekspresi dingin, "Kamu sendiri tidak tahu di mana kekurangan anakmu? Sudahlah, jangan berharap, cari yang sepadan dengan status kita."
Pelayan membawakan makanan, Gary melihat Geni masih ingin berbicara, tapi segera memotongnya dengan sinis, "Cukup, jangan bicara lagi."
"Baiklah!" Geni membalas dengan putus asa.
Gary baru saja makan sepotong daging, ketika dia melihat bayangan bergerak masuk dengan cepat. Sosok itu memberi salam dengan asal dan memanggilnya 'ayah' sebelum duduk.
Gary mendongak, dia terlihat sedikit terkejut, 'Celia?'
"Ayah," Celia menatapnya, "Ada tiga hidangan dan satu sup di sini, apa ayah bisa berbagi sedikit dengan putrimu ini?"
Geni segera berkata, "Celia, kalau kamu lapar, Ibu akan memerintahkan orang untuk memasak untukmu, makanan ini kan untuk ayahmu."
Celia dengan tenang berkata, "Tidak perlu repot-repot, ayah pasti tidak bisa menghabiskan semuanya."
Gary melihatnya dengan bingung, lalu beralih melihat Geni, ada sedikit ketidakpuasan di matanya. Tapi Gary tidak mengatakan apa-apa, hanya mengangkat tangannya untuk meminta pelayan membawakan mangkuk dan sumpit tambahan.
Pelayan tidak punya pilihan selain membawakan mangkuk dan sumpit lagi.
Selama makan malam ini, Gary tidak mengatakan apa-apa, begitu pula dengan Celia yang fokus menyantap makanannya. Dia makan seperti angin topan, seperti sedang kelaparan. Namun, dia tidak berlebihan, dia hanya makan setengah dari tiga hidangan, dan tidak menyentuh setengah lainnya.
Gary berhenti makan setelah beberapa suap dan menontonnya makan. Setelah Celia selesai makan, Gary baru bertanya dengan tenang, "Kenapa kamu sepertinya kelaparan sekali malam ini, tidak makan malam?"
Celia mengusap sudut mulutnya dengan saputangan, minum sedikit teh, lalu berdiri dan tersenyum padanya, "Aku sudah menampar Bu Susi, makanya Ibu melarang memberiku makan malam. Sepertinya, beberapa hari ke depan juga tidak akan ada makanan. Besok malam, aku akan datang lagi."
"Tunggu!" Tatapan mata Gary tampak suram. Dia melihat putrinya yang biasanya tidak berani berbicara dengannya, "Kenapa kamu menampar Bu Susi?"
Celia tersenyum dingin, "Karena aku tidak mau jadi istri kedua Willy."
"Kenapa kamu harus jadi istri kedua Willy?" Suara Gary meninggi, dia mulai marah.
Geni terkejut sampai wajahnya pucat, dan buru-buru berkata, "Celia, jangan bicara sembarangan, siapa yang menyuruhmu jadi istri kedua Willy? Fely yang akan jadi istri kedua, sementara kamu jadi istri utama."
Celia menatapnya, "Benarkah? Tapi hari ini kamu tidak bilang begitu padaku. Kamu bilang, Fely sudah mengandung anak Willy, dan kamu ingin aku memberikan posisiku pada Fely. Aku menolak, tapi kamu malah menyebutku kejam, dan tidak memikirkan posisi ayah. Kamu bilang bahwa kaisar sekarang sangat menyukai Jenderal dari Keluarga Soron, dan ayah perlu mendekatinya. Saat aku kembali ke Taman Bunga Pir, Bu Susi bahkan menyebutku tidak tahu terima kasih. Aku tidak berani melawan kalian, tapi masa aku sampai tidak boleh menampar seorang pelayan? Sepertinya … memang tidak boleh, ya? Karena setelah aku menampar pelayan itu, aku, putri sah dari keluarga ini, bahkan jadi tidak dapat makan."
Gary menatapnya dengan tenang, lalu berkata, "Kalau ada orang yang mengganggumu di masa depan, katakan pada Ayah."
Celia tersenyum, "Tidak perlu, aku sendiri yang akan membalas orang yang berani menggangguku."
Setelah berkata demikian, dia memberi hormat dan pergi. Dia sama sekali tidak memberi Geni kesempatan untuk membela diri.