Bab 2 Kenapa Tidak Datang Menemuiku Di Penjara?
Lenny tahu dirinya tidak bisa kabur.
Dulu, Melvin adalah orang yang paling dekat dengannya dan paling dia percaya. Namun sekarang, Melvin sudah menjadi orang yang paling dia benci dan paling tidak ingin dia lihat.
Daripada berhadapan dengan Melvin, dia lebih bersedia menerima kekalahan dan memilih pergi bersama Hengky.
Setidaknya, Hengky dari awal sampai akhir memang sudah membencinya.
Di hari pertama dia masuk ke Keluarga Limawan, Hengky memperingatkannya, "Walaupun kamu dan aku memiliki hubungan darah, tapi di hatiku, adikku hanya Yunita satu orang saja. Sebaiknya kamu bersikap baik, kalau aku tahu kamu menindas Yunita, aku tidak akan mengampunimu."
Hengky tidak pernah memberinya harapan, jadi dia tidak begitu kecewa. Di depan Hengky, trauma psikologis yang dideritanya bisa diminimalkan.
Ini lebih baik daripada disakiti oleh orang terdekatmu.
Penjara sudah memberinya sebuah pelajaran.
Saat kamu tidak berdaya dan tidak ada pendukung, satu-satunya cara untuk bertahan hidup dengan aman adalah mencari cara untuk mengurangi bahaya.
Jadi, saat teman-teman satu selnya mempermainkannya dan memintanya memilih antara cacat atau ditampar, dia memilih ditampar.
Jika diberi pilihan antara dipukuli dan berlutut, dia memilih berlutut.
Jika diberi pilihan antara minum air toilet dan menggonggong seperti anjing, dia akan memilih menggonggong seperti anjing.
Dia sudah melawan dengan putus asa, namun semakin dia melawan, semakin parah pukulan yang dia terima. Agar dapat bertahan hidup, dia mengorbankan harga dirinya dan membiarkan dirinya dipermainkan.
Lihatlah, walaupun dia dimasukkan ke dalam kelompok penjahat yang sangat kejam, dia tetap bertahan hidup dengan cara mencari aman dan menghindari bahaya.
Lenny berjalan menuju mobil Bentley berwarna hitam milik Hengky.
Saat melewati Melvin, dia tetap memasang ekspresi acuh tak acuh, tidak meliriknya sama sekali.
Kaos longgar itu menyentuh ujung jari Melvin dan sentuhan kosong itu tidak terasa seperti dikenakan di tubuh manusia, tetapi lebih seperti digantung di gantungan baju.
Tangan Melvin membeku di udara. Detik ini, dia merasa udara di sekitarnya seakan-akan sudah membeku, hanya menyisakan sentuhan ujung jarinya yang dingin dan hampa.
Rasa sakit dan kesepian berkelebat di matanya, hatinya seakan digenggam erat oleh tangan tak kasat mata, setiap detak diiringi rasa sakit.
Dulu, pandangan matanya selalu mengikutinya, penuh kepercayaan dan ketergantungan.
Mereka berdua tumbuh besar bersama dan saling mendukung di panti asuhan. Setiap kali dia memanggil Lenny, Lenny bakal menjawab sambil tersenyum, "Kak Melvin, aku di sini."
Zaman sudah berubah, kini dia memperlakukannya seperti bukan siapa-siapa, bahkan tidak mau meliriknya sedikit pun.
Bibir Melvin sedikit bergetar, dia ingin berbicara, tetapi tenggorokannya terasa seperti tercekat oleh sesuatu dan dia tidak dapat mengeluarkan suara.
Lenny masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi belakang. Ke mana pun dia memandang, semuanya adalah jejak yang ditinggalkan wanita itu.
Kursi penumpang ditutupi bantal berbulu merah muda, ada sederet beruang stroberi yang lucu di konsol tengah, dan wanita yang terlihat di kaca spion tampak lebih dewasa dan menawan daripada lima tahun yang lalu.
Dia tersenyum cerah, sekilas dia tampak seperti putri dari keluarga kaya yang dibesarkan dan dirawat dengan penuh kasih sayang.
Ekspresi gembira di wajahnya tampak seperti sedang mengejek Lenny karena dia putri keluarga kaya palsu.
Awalnya mengira dirinya bisa menghadapi semua ini dengan acuh tak acuh, tetapi saat melihat dengan mata kepala sendiri, dirinya masih tetap merasa sedih karena perlakuan yang tidak adil ini.
Lenny menarik kembali pandangannya, namun tanpa sengaja matanya tertuju pada tas tangan di sampingnya.
Di dalamnya ada gaun putih yang tampak murni. Sekalipun tidak bisa melihat keseluruhannya, tapi dari hiasan bulunya, sudah bisa tahu kalau gaun ini pasti sangat indah.
Jari tangannya tanpa sadar mengusap kasar celana jinsnya.
Setiap detail di dalam mobil ini mengingatkannya bahwa dia tidak cocok berada di sini.
Segala sesuatu dari ujung kepalanya hingga ujung kakinya tampak tidak bernilai dibandingkan tas tangan yang berisi gaun.
Dia melihat ke luar jendela mobil, pemandangan di luar bergerak mundur dengan cepat.
Hengky yang sedang menyetir, tidak lupa memperingatkannya, "Ibu dan ayah sudah merindukanmu selama lima tahun ini. Mereka menangis setiap hari untukmu, rambut pun sudah memutih. Setelah kembali, singkirkan temperamenmu yang buruk itu. Aku tidak ingin melihat kamu dan Yunita saling mengerjai atau melakukan hal-hal yang menyulitkan ibu dan ayah. Asalkan kamu patuh, Keluarga Limawan tidak akan memperlakukanmu dengan tidak adil."
Sesudah kata-kata itu diucapkan, terjadi keheningan selama beberapa saat.
Karena tidak mendapatkan respons, Hengky mengerutkan kening dengan tidak senang dan menatap Lenny melalui kaca spion.
"Lenny, aku sedang bicara denganmu, kamu dengar tidak?"
Lenny akhirnya balas menatapnya dan mengucapkan kalimat terpanjang sejak dia dibebaskan dari penjara.
"Berdasarkan Pasal 48 Undang-Undang Penjara Negara Republik, narapidana dapat bertemu dengan keluarga dan wali mereka saat menjalani hukuman di penjara sesuai dengan peraturan yang berlaku."
"Pertemuan ini biasanya sebulan sekali, setiap sesi diberi waktu setengah jam sampai satu jam."
"Aku menjalani hukuman lima tahun penjara, total enam puluh bulan. Aku diizinkan menemui keluargaku sebulan sekali dan bisa bertemu enam puluh kali, tetapi aku tidak pernah bertemu dengan mereka sekali pun."
"Karena kamu bilang ayah dan ibu sangat merindukanku, lalu kenapa mereka tidak datang mengunjungiku di penjara? Apa karena terlalu sibuk, jadi tidak bisa meluangkan waktu setengah jam setiap bulan?"
Suaranya sangat tenang, tetapi setiap ucapannya bagaikan pedang tajam menusuk kebohongan Hengky.
Ada kilatan panik dan rasa bersalah di mata Hengky, perkataan yang ingin dia lontarkan selanjutnya tiba-tiba tersumbat di tenggorokannya.
Matanya tanpa sadar menghindari tatapan mata Lenny yang tenang namun tajam, tangannya juga tanpa sadar mencengkeram setir mobil, bahkan buku-buku jari tangannya sedikit memutih karena cengkeramannya terlalu kuat.
"Itu ... itu juga karena kamu sulit diatur. Ayah dan ibu tidak mengunjungimu karena mereka berharap kamu bisa mengatasi kebiasaan burukmu di sana, semua demi kebaikanmu sendiri."
Bagus sekali, demi kebaikannya.
Yang terbaik untuknya adalah membiarkan dia menanggung kesalahan Yunita dan menderita penyiksaan di penjara.
Kebaikan seperti ini, dia benar-benar tidak mampu menerimanya.
Lenny merasa sangat lelah dan tidak ingin melihat Hengky lagi, jadi dia terus melihat ke luar jendela mobil.
Tak lama kemudian, mobil melaju ke garasi vila Keluarga Limawan.
Hengky tampak sangat gembira, dia mengambil tas tangan di kursi belakang dan segera berbalik.
Tidak lama sesudah berjalan, dia sepertinya tiba-tiba teringat dengan Lenny, tubuhnya menegang. Saat dia berbalik, ekspresi canggung di wajahnya belum sepenuhnya hilang.
"Ganti pakaian yang pantas, lalu pergi ke ruang pesta."
Sesudah berkata demikian, dia pergi tanpa menoleh ke belakang.
Sesudah lima tahun, rumah ini masih terasa asing bagi Lenny.
Dia tidak pernah merasakan sedikit pun kehangatan keluarga di sini. Kehidupan di sini bahkan lebih buruk daripada di panti asuhan.
Di panti asuhan, walaupun dia tidak memiliki kamar pribadi, tapi itu asrama yang sangat layak ditempati.
Saat matahari terbit, sinar matahari memenuhi seluruh asrama, membuatnya sangat hangat.
Waktu itu, dia sangat menyukai aroma selimut yang dijemur di bawah sinar matahari, karena memberinya perasaan hangat seperti di rumah.
Tapi, saat dia benar-benar pulang ke rumah, dia mendapati bahwa rumahnya tidak berbau seperti selimut yang terkena sinar matahari, melainkan berbau lembab dan apek karena tidak terkena sinar matahari.
Dia mendorong pintu hingga terbuka.
Di kamar yang kecil itu, tidak ada jendela dan dipenuhi berbagai barang.
Seluruh ruangan kamar, hanya ada dua perabot, yaitu sebuah kasur lipat tunggal dan sebuah meja tua.
Ini adalah ruang penyimpanan yang sejuk di musim dingin dan hangat di musim panas, yang juga merupakan kamar tidurnya di vila Keluarga Limawan selama tiga tahun.
Hengky menyuruhnya memakai gaun yang pantas.
Namun dia tidak pernah punya gaun.
Dia hanya memiliki satu seragam SMA sepanjang tahun. Bahkan kaos dan celana jins yang dikenakannya dibeli dari toko online dengan uang yang diperolehnya dari pekerjaan paruh waktu selama liburan. Kedua set itu kalau ditotalkan harganya delapan puluh ribu.
Dia ingat, saat dirinya dengan senang hati mengenakan pakaian baru ini dan meminta pendapat Hengky, Hengky hanya mengerutkan kening.
"Apa yang kamu pakai ini? Apakah kamu tidak bisa berpakaian anggun dan sopan seperti Yunita? Cepat lepaskan dan buang, jangan sampai kamu memakainya lagi dan mempermalukan Keluarga Limawan kita."