Bab 6 Mau Memfitnahku Lagi
Api amarah di hati Lenny seketika membara.
Dia berdiri dengan kedua tangan menopang tanah, tetapi agak terhuyung-huyung karena rasa sakit di kakinya.
Dia menggertakkan gigi sambil menatap Hengky dengan tajam, "Tuan Muda Hengky benar-benar orang yang lugas! Jelas-jelas dia yang menabrakku, tetapi kamu menuduhku tanpa mencari tahu kebenarannya. Kenapa? Karena sudah terbiasa menuduhku, jadi tidak membutuhkan alasan apa pun?"
"Kamu …."
"Ada puluhan mata yang mengawasi di sini. Sebenarnya aku yang tidak punya mata, atau Tuan Muda Hengky yang tidak punya mata?"
Hengky segera melihat sekelilingnya dan mendapati semua tamu yang hadir tengah menatapnya dengan tatapan tajam.
Semua tamunya adalah orang-orang kaya dan berkuasa. Walaupun mereka meremehkan Lenny, seorang mantan narapidana yang pernah mendekam di penjara, tapi pendidikan yang baik tidak membuat mereka bingung untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah.
Seseorang tidak tahan lagi dan berkata dengan adil, "Tuan Muda Hengky, memang Yunita yang menabraknya, kami semua melihatnya."
Satu orang memimpin dan yang lain menganggukkan kepala.
Raut wajah Hengky menjadi sangat muram, tatapan matanya dingin, dia yakin kalau Lenny sengaja mencoba merusak pesta ulang tahun Yunita dan mempermalukan seluruh Keluarga Limawan di depan pejabat tinggi Kota Aksana.
Dia sangat mengenal Lenny.
Lenny sangat berpikiran sempit dan pendendam, bahkan mampu menjebak orang lain. Apakah ada yang tidak bisa dia lakukan?
Hengky mengerutkan kening sambil berkata dengan nada sinis, "Meskipun Yunita menabrakmu, itu juga bukan sengaja, apakah kamu tidak bisa menghindarinya? Kamu jelas-jelas sengaja."
Saat Lenny mendengar ini, dia merasakan darahnya mengalir deras, kepalanya berdengung dan hampir menggila.
Menghindar?
Dia bahkan harus berjalan dengan pincang dan tidak bisa berjalan dengan cepat, jadi bagaimana caranya menghindar?
Oh, benar.
Saat keluar dari penjara, Hengky meremehkan dirinya dan merasa dia pura-pura pincang.
Hengky hanya melihat Yunita ditabrak olehnya.
Hanya saja Hengky tidak melihat kalau dia juga jatuh ditabrak Yunita.
Karena begitu suka mempermalukan dirinya, dia juga tidak perlu lagi mempertimbangkan wajah mereka. Dia segera mengangkat lengan bajunya di hadapan semua orang.
Sikutnya berlumuran darah, warna merah mencolok itu sangat kontras dengan kulit pucat di sekitarnya, benar-benar mengejutkan.
Telapak tangannya pun tak luput, kulit yang terluka masih berdarah. Darah perlahan mengalir ke ujung jari dan menetes ke tanah.
Lenny mengangkat tangannya tinggi-tinggi, jadi semua orang bisa melihatnya dengan jelas.
"Apakah aku perlu sengaja jatuh seperti ini? Aku membuat tubuhku penuh memar hanya untuk mendapatkan omelan dari Tuan Muda Hengky, apakah aku begitu murahan?" Suaranya bergetar, matanya memerah karena sedih.
Melihat goresan yang mengejutkan di telapak tangan dan lengannya, pupil mata Hengky mengecil dan wajahnya terasa panas. Untuk sesaat, dia tidak berani menatap mata Lenny.
Nyonya Nia menjerit dan segera melepaskan Yunita. Dia melangkah maju, ingin menyentuh Lenny, tetapi takut menyakitinya.
"Lenny, kamu sudah terluka, apakah terasa sakit?" Sambil berkata demikian, dia meniup angin ke luka Lenny, ekspresi sedihnya kelihatan sangat nyata.
Yunita menangis sambil berkata, "Kakak, maafkan aku. Aku sedang terburu-buru dan tidak sengaja menabrakmu, karena gaun mewah yang dipesan khusus oleh Kak Hengky untukku entah kenapa rusak. Tolong jangan marah lagi pada Kak Hengky. Kak Hengky juga salah paham padamu karena dia mengkhawatirkanku. Aku bisa meminta maaf padamu atas namanya."
Tatapan yang diberikannya pada Lenny tampak sangat kasihan dan malu-malu, air matanya seperti bunga pir di tengah hujan, bahkan tangisannya pun terlihat begitu cantik.
Dia meminta maaf, tetapi sikapnya seolah-olah Lenny sudah menindasnya.
Selama tiga tahun di Keluarga Limawan, setiap kali Lenny ditindas, Yunita bakal bertindak seperti korban.
Lima tahun sudah berlalu, dia tidak berubah sama sekali.
"Maksudmu, kakakmu khawatir padamu, jadi dia bisa menuduhku sesuka hatinya, begitu 'kan?"
Ekspresi Lenny sedingin es, matanya bagaikan bintang dingin, seluruh tubuhnya dingin sampai ke tulang.
"Tidak, bukan seperti itu." Seolah takut dengan aura agresif Lenny, Yunita menyusut ke pelukan Ibu Nia, air mata mengalir di wajahnya, "Kakak, kenapa kamu bisa salah paham seperti ini?"
Nyonya Nia memeluk Yunita dengan sedih, sambil mendesah tak berdaya, "Lenny, kamu benar-benar salah paham terhadap Yunita. Yunita sangat pengertian dan bukan seperti yang kamu katakan. Hari ini adalah hari ulang tahun Yunita. Kamu harus segera minta maaf pada Yunita dan ucapkan selamat ulang tahun padanya, masalah ini anggap selesai."
Lenny mengangkat alis matanya, "Ini bukan pertama kalinya terjadi seperti ini. Apakah aku salah paham padanya? Apakah Nyonya Nia benar-benar tidak tahu? Apakah perlu aku ingatkan Nyonya Nia tentang kejadian lima tahun yang lalu ...."
"Sudah cukup." Wajah Nyonya Nia menjadi pucat, dia berkata dengan rasa bersalah, "Jangan katakan apa-apa lagi."
"Heh!"
Lenny mencibir, tawanya sangat sarkastis.
Antara dia dan Yunita, ibu kandungnya tetap memilih Yunita tanpa ragu, seperti yang dilakukannya lima tahun yang lalu.
Dia tidak tega melihat Yunita menderita ketidakadilan, tapi dia tega membiarkan putrinya sendiri menderita segala macam ketidakadilan dan kesulitan.
Lenny hanya merasa sangat menyesakkan.
Sambil menahan rasa sakit di tubuhnya, dia menegakkan punggungnya dan berjalan tertatih-tatih menuju depan pintu.
Tapi, baru berjalan dua langkah, tangannya dicengkeram erat oleh sebuah tangan kekar, "Jelaskan."
Lenny menoleh dan menatap Hengky dengan tatapan tidak sabar di matanya, "Jelaskan apa?"
Hengky ingin melampiaskan amarahnya, tetapi saat dia bertemu dengan tatapan mata Lenny yang penuh kebencian, hatinya tiba-tiba bergetar. Dia akhirnya menahan amarahnya dan mencoba berbicara dengan nada tenang, "Ada apa dengan gaun Yunita?"
Bulu-bulu pada gaun yang dikenakan Yunita berlapis dan bersinar di bawah sinar matahari, membuatnya tampak sangat cantik. Namun, ada sepotong besar bulu yang hilang dari keliman gaunnya, tampak jelas kalau bulu itu sudah dicabut seseorang.
Lenny mengepalkan tangannya dan tubuhnya sedikit gemetar karena marah.
"Jadi, Tuan Muda Hengky berpikir aku dengan sengaja merusak gaun adikmu?" Dia bertanya balik dengan suara dingin.
"Kamu satu-satunya orang yang masuk ke mobilku selama waktu ini dan kamu satu-satunya orang yang berkesempatan menyentuh gaun itu."
Air mata Yunita langsung mengalir jatuh, suaranya tercekat, "Kakak, kenapa kamu melakukan ini?"
Nyonya Nia tidak tega melihat Yunita dianiaya, tetapi dia tidak bisa menyalahkan Lenny. Dia hanya bisa mendesah sambil berkata dengan nada lembut, "Lenny, Ibu tahu kamu menyimpan dendam di hatimu, makanya kamu melakukan ini. Lupakan saja kejadian hari ini, kedepannya kamu tidak boleh lagi ...."
"Cih!" Senyum dingin ini tiba-tiba menyela perkataan Ibu Nia. Lenny menatap mata Ibu Nia sambil mengucapkan kata demi kata, "Mobil Tuan Muda Hengky ada kamera konsol, apakah aku merusak gaun Nona Yunita atau tidak, periksa saja sudah bisa tahu jawabannya."
Kemudian, dia menghadap Hengky lagi dan berkata, "Untuk membuktikan aku tidak bersalah, aku meminta Tuan Muda Hengky keluarkan ponsel dan nyalakan kamera konsol di depan umum."
Sikap tegasnya membuat Yunita panik.
"Kakak, tidak perlu sampai memeriksa kamera."
Nyonya Nia juga melangkah maju untuk membela Yunita, "Semua tamu sudah datang, Lenny, tolong jangan membuat masalah lagi."
Tuan Gito yang sedari tadi hanya diam, akhirnya datang untuk membujuknya, "Sudahlah, Lenny. Bersihkan lukamu dulu."
Terjadi seperti ini lagi.
Tubuh Lenny bergetar hebat karena marah. Dia menepis tangan Hengky sambil berkata, "Kalau tidak memeriksa rekaman pengawasan, apakah aku harus menanggung kesalahan karena merusak gaun Yunita seumur hidupku?"
"Aku berani memeriksa kamera pengawasan, kenapa kalian tidak berani? Apa yang kalian takutkan?"