Bab 5 Pesta Ulang Tahun Putri Palsu
Setelah hidup Lenny hancur, barulah Hengky peduli terhadap masalah akademisnya.
Ironis sekali.
Dirinya belajar dengan sangat giat selama sepuluh tahun hanya demi untuk mengubah nasibnya. Melihat kerja kerasnya membuahkan hasil, tetapi pada akhirnya tidak sebanding dengan yang berkuasa.
Satu ucapan santai Keluarga Limawan sudah cukup untuk membuat keputusan akhir padanya dan dengan mudah mengirimnya ke neraka tingkat kedelapan belas.
Dia awalnya bisa memiliki masa depan yang cerah.
Dari masa kanak-kanak hingga dewasa, latar belakang keluarganya tidak dapat bersaing dengan orang lain. Satu-satunya yang dapat dia perjuangkan adalah kerja kerasnya yang luar biasa dalam belajar.
Mimpinya adalah diterima di Universitas Jayapurna, kemudian mengikuti ujian masuk pascasarjana, lalu meraih gelar doctor. Dia ingin menjadi seorang dosen, berdiri di atas podium dan menggunakan kekuatannya sendiri untuk mengubah nasib orang-orang yang bekerja keras seperti dia.
Namun kenyataan memberinya tamparan keras.
Dia tidak menjadi apa yang diinginkannya, melainkan menjadi narapidana yang dibenci oleh dunia, noda di tubuhnya tercatat dalam berkas untuk seumur hidup.
Berdampak terhadap tiga generasi.
Memikirkan hal ini, Lenny mengepalkan kedua tangannya, bahkan tidak menyadari bahwa kukunya tertancap dalam di telapak tangannya.
"SMA 1 Aksana." Suara Lenny ringan dan ramah.
Tapi, kata SMA 1 Aksana seberat batu besar seribu pon, membebani Tuan Gito, Nyonya Nia, dan Hengky, membuat mereka hampir tidak bisa bernapas.
Dikarenakan SMA 1 Aksana merupakan SMA dengan nilai penerimaan tertinggi di seluruh Kota Aksana.
Semua siswa terbaik ada di sana. Tidak seperti sekolah elit SMA Binakarya yang bisa masuk asalkan punya uang, SMA 1 Aksana hanya memperhatikan nilai, bukan uang.
Meski bersaing ketat dengan siswa-siswi terbaik, dia tetap bisa mendapat peringkat pertama di kelasnya setiap tahun. Itu artinya, dia adalah yang terbaik di antara siswa-siswi terbaik. Dengan nilai-nilainya ini, dia sudah pasti akan diterima di Universitas Jayapurna.
"Tidak mungkin, kamu berbohong." Hengky tampak sedikit gelisah, "SMA 1 Aksana lokasinya di pinggiran kota, jaraknya tiga puluhan kilometer dari rumah. Setiap hari, kamu mengendarai sepeda rusak ...."
Di tengah-tengah perkataannya, Hengky mendadak teringat sesuatu dan tidak melanjutkan sisanya.
Melihat wajah Hengky semakin pucat, Lenny mengangkat bibirnya dengan ekspresi mengejek, "Aku lebih bersedia naik sepeda daripada pergi ke sekolah bersama Yunita, karena kami berdua tidak satu sekolah."
"Aku tidak pernah sarapan dengan kalian, karena SMA 1 Aksana ada jadwal belajar mandiri pagi hari jam enam dan aku harus bangun jam empat pagi dan bersepeda selama dua jam untuk sampai ke sekolah."
"Aku tidak pernah pulang sekolah saat siang hari, karena waktu pulang sekolah siang hari tidak cukup untuk aku pulang ke rumah naik sepeda. Aku tidak punya uang untuk makan, jadi aku hanya bisa minum air putih untuk bertahan sampai pulang sekolah di malam hari. Setelah akhirnya sampai di rumah, kalian semuanya sudah makan, aku hanya bisa makan sisa makanan, dan kalian bahkan bilang aku ini terlahir dengan kehidupan malang, tidak makan makanan hangat, hanya makan makanan sisa. Bahkan makan makanan sisa pun seperti reinkarnasi dari hantu kelaparan ...."
"Lenny, maafkan aku." Air mata Nyonya Nia bagaikan manik-manik yang putus dari talinya, dia menangis dengan sedih, "Ibu tidak tahu kalau kamu begitu menderita, ini semua salah Ibu."
"Kamu tidak bersalah padaku." Lenny menatap air matanya, hatinya setenang air, "Aku tidak dibesarkan di sisimu sejak kecil, kamu tidak memiliki perasaan apa pun padaku, aku bisa mengerti. Lagipula, aku sudah lama terbiasa dengan hal-hal ini. Meskipun hanya sedikit lebih menderita, tapi aku tidak merasa sulit. Nyonya Nia, benar, 'kan?"
Mendengar ini, Nyonya Nia menangis tersedu-sedu.
'Lenny, ibu mohon padamu. Kamu lebih kuat dari Yunita, kamu lebih bisa menanggung kesulitan daripada Yunita, kamu bahkan bisa merawat diri sendiri dengan baik di tempat seperti panti asuhan. Ibu percaya kamu bakal terbiasa setelah berada di penjara, bantu terima hukuman Yunita.'
Kenangan yang sudah terpendam selama lima tahun tiba-tiba meluap kembali. Nyonya Nia amat terkejut, dia memegangi dadanya dengan kedua tangan, seakan-akan dia akan pingsan sesaat lagi.
Menatap Nyonya Nia yang gemetar dengan tatapan dingin, hati Lenny dipenuhi sarkasme.
Di posisi Yunita mendorong Rina jatuh ke tangga, ada kamera pengawasan.
Namun sesudah kejadian itu, Nyonya Nia segera menghapus rekaman pengawasan yang dapat membuktikan Lenny tidak bersalah, yang kemudian menyebabkan dia tidak dapat membela diri di pengadilan.
"Sudah cukup!" Hengky memarahi Lenny dengan suara dingin, "Jangan menyindir di sini, kami mengabaikanmu sebelumnya, itu memang kesalahan kami, tetapi apakah kamu tidak punya tanggung jawab sama sekali? Kamu iri karena Yunita menjalani kehidupan yang lebih baik daripada kamu, jadi kamu sengaja menindas Yunita untuk membalas dendam terhadap kami dengan cara seperti ini. Kamu sendiri bermain trik dan tidak disukai orang, tetapi kamu tidak mencari alasannya dalam dirimu sendiri, malah menyalahkan kami."
"Hengky, jangan bicara seperti itu pada adikmu." Nyonya Nia terisak-isak.
"Ibu, Ibu masih melindunginya, dia hanya memanfaatkan hutang budi kita padanya untuk bersikap sembrono. Kalau tidak, dia tidak akan mendorong Rina jatuh ke tangga dan lumpuh, kemudian menuduh Yunita atas kejahatannya. Kita memenjarakannya selama lima tahun, dia menyimpan dendam, makanya dia membuat keributan di depan semua tamu."
Nyonya Nia merasa bersalah, dia segera menatap Lenny, kemudian melihat Lenny sedang menatapnya sambil setengah tersenyum.
Jantungnya tiba-tiba bergetar, dia mengalihkan pandangan karena malu.
"Sudah, berhenti bicara." Tuan Gito sedikit mengernyitkan alis dan berkata dengan tegas, "Lenny, kenapa kamu tidak bilang lebih awal kalau kamu akan pulang? Kalau tahu kamu akan pulang, aku dan ibumu bakal menyiapkan gaun untukmu."
Lenny berdiri di sana dengan linglung.
"Kalian tidak tahu aku keluar dari penjara hari ini?"
"Tentu tidak tahu. Kalau tahu, ayah pasti sudah meminta sopir untuk menjemputmu. Lenny, bagaimana cara kamu pulang?"
Lenny menatap Hengky, tatapan matanya dingin dan tajam, "Aku kembali dengan mobil Tuan Muda Hengky, karena dia bilang kalian sudah menyiapkan jamuan penyambutan untukku."
"Pesta penyambutan? Bukankah hari ini pesta ulang tahun Nona Yunita Keluarga Limawan?"
"Benar, undangan yang aku terima juga mengatakan bahwa itu pesta ulang tahun Nona Yunita Keluarga Limawan. Kapan jadi pesta penyambutan atas pembebasannya dari penjara?"
"Kita datang menyambut narapidana, apa tidak salah?"
Orang-orang di sekitar mulai berbisik-bisik.
Ekspresi malu melintas di wajah Hengky. Dia ingin menjelaskan, tetapi sesudah bimbang sesaat, dia tidak dapat mengucapkan sepatah kata pun.
Lenny menertawakan dirinya sendiri dalam hati, ternyata badut sebenarnya adalah dirinya sendiri.
Tuan Gito dan Nyonya Nia hanya ingat bahwa hari ini adalah hari ulang tahun Yunita, tetapi mereka tidak pernah ingat bahwa hari ini juga merupakan hari dia keluar dari penjara.
Adapun pesta penyambutan yang disebutkan Hengky, itu hanyalah alasan dia dalam memanfaatkan pesta ulang tahun Yunita.
Perasaan sakit menjalar dalam hatinya. Apa sebenarnya yang dia harapkan?
Lenny tidak ingin lagi berdebat dengan anggota Keluarga Limawan, jadi dia berbalik dan pergi.
Tiba-tiba sesosok tubuh berwarna putih melesat ke arahnya. Lenny ingin menghindar, tetapi kakinya yang pincang membuatnya tidak bisa menghindar.
"Puff!"
Orang itu menabrak Lenny , hantaman dahsyat itu menjatuhkan Lenny ke lantai, siku dan kakinya terasa sangat sakit.
Alis matanya berkerut, wajahnya yang pucat pasi menjadi semakin pucat.
Setelah dia mengatasi rasa sakitnya, dia mendongak dan melihat Tuan Gito, Nyonya Nia, dan Hengky melindungi seorang gadis bergaun bulu putih sambil menanyakan keadaannya.
"Yunita, bagaimana keadaanmu? Apakah sakit? Apakah kamu terluka?"
Mata gadis itu berlinang air mata, mata dan hidungnya merah, dia tampak sangat kasihan, "Ibu, Ayah, kakak, sakit sekali, wuwuwu ...."
Sesaat, anggota Keluarga Limawan bergegas memeriksa dengan gugup, "Mana yang sakit, Yunita? Apakah Lenny baru saja melukaimu?"
Tanpa berpikir panjang, Hengky langusng berteriak pada Lenny, "Apakah kamu tidak punya mata saat berjalan?"