Bab 1 Suara di Kamar Utama
Aku sedang berbaring di atas kasur, tiba-tiba terdengar suara yang cukup keras dari kamar utama yang ada di sebelah.
Aku pun langsung beranjak dengan kaki telanjang, lalu perlahan-lahan membuka pintu, menjulurkan kepala dan membuka telinga lebar-lebar untuk mendengar.
Benar sekali! Suara itu memang berasal dari kamar utama.
Awal pertama hanya suara decitan dari ranjang, lalu diikuti suara kepala ranjang yang menabrak dinding sehingga menimbulkan suara tabrakan.
Aku berjinjit ke arah kamar tersebut, lalu menempelkan telingaku ke celah pintu. Hanya terdengar suara napas orang yang terengah-engah dan bahkan mengeluarkan suara desahan yang sangat berirama.
Sungguh tak dimengerti!
Kepalaku seketika membesar dan berdengung kencang, semburan energi seketika melonjak dari titik pusar. Aku merasa sekujur tubuhku merinding dan menjadi kaku.
Tak lama kemudian, setelah beberapa suara tabrakan keras, kamar itu tiba-tiba menjadi sangat tenang, seolah-olah sebatang jarum yang terjatuh ke lantai pun akan terdengar.
Diriku yang sedang berdiri di luar saja bisa mendengarkan detak jantungku yang berdebar.
"Sudah selesai, nih?" Tiba-tiba terdengar pertanyaan dari kakak ipar yang seolah-olah masih belum puas.
"Ya."
"Axel, kamu kenapa sih akhir-akhir ini? Baru juga sebentar saja, sepertinya kita tidak akan bisa mempunyai anak!"
"Citra, bisa tidak kamu jangan selalu mempermasalahkan tentang anak? Ini semakin menambah beban psikisku!"
"Hah? Jadi maksudmu, kamu yang tidak berguna, tapi menyalahkan aku? Jangan salahkan aku tidak memperingatkanmu, ya! Kamu tidak bisa menjadi seorang ayah itu tidak masalah, tapi jangan mencegahku untuk menjadi seorang ibu! Kalau kamu mau, kamu cepat atasi masalah kesehatanmu, jangan salahkan aku mencari orang lain!"
Selesai berkata, sepertinya Citra langsung melangkah ke kamar mandi, karena tak lama kemudian terdengar suara percikan air mandi.
Aku bergegas kembali ke kamar, aku berbaring dan jantungku masih berdetak kencang.
Citra Widianto adalah kakak iparku yang begitu cantik dan montok, sedangkan kakakku Axel Hariman begitu lembut dan sopan, bagaimana mungkin bisa menjadi lawannya? Kecuali aku yang menggantikannya ….
Memikirkan hal ini, aku pun langsung menampar diriku dengan keras, aku merasa pemikiranku sangat tidak bermoral.
Aku dan Axel memang bukan saudara kandung, kami hanya mempunyai nama keluarga yang sama di desa, ada delapan belas generasi di atas kami. Karena itu, kami mempunyai leluhur yang sama.
Akan tetapi, Axel selalu memperlakukanku dengan baik selama ini, jika bukan karena bantuan darinya, maka aku tidak akan bisa berkuliah di universitas saat ini. Bahkan sampai saat ini, dia mempersilakanku untuk tinggal di rumahnya.
Dia tidak bisa mempunyai anak adalah masalahnya sendiri, bagaimanapun juga aku tidak boleh mempunyai pemikiran lain terhadap istrinya!
Suara desahan Citra terus berdengung di dalam telingaku, pikiranku penuh dengan bayangan tubuh Citra yang montok.
Meskipun tahu hal ini salah, aku tetap memikirkan Citra bersamaku.
Tak lama kemudian, sekujur tubuhku bergetar … seperti sebuah perasaan mencapai puncak hingga membuatku merasa lega.
Karena terlalu cepat, maka aku tidak menyiapkan tisu dan langsung mengotori celana pendekku.
Aku pun bergegas mengganti celana pendekku, kemudian meletakkan celana yang kotor tersebut di atas kepala ranjang. Lega rasanya, setelah itu aku langsung terlelap.
Karena pelatihan militer masih belum dimulai, maka aku selalu bangun di jam 8 pagi, kemudian dibangunkan oleh Citra untuk sarapan.
Aku bangun dan menunduk, seketika aku melihat celana kotor tadi malam lenyap!
Aku berjalan ke sisi jendela, lalu menyadari kalau celana itu telah dicuci bersih dan sedang dijemur di jemuran yang ada di balkon.
Aduh!
Mampus sudah! Bagaimana aku harus menghadapi Citra nanti?
Axel sudah pergi sejak pagi tadi, tapi Citra malah menungguku untuk sarapan bersama.
Aku hanya bisa menyantap roti serta susu dengan kepala menunduk, aku benar-benar tidak berani mengangkat kepalaku untuk melihatnya.
"Brian, besok-besok pakaian sama dalaman yang kotor jangan diletakkan di kamar, langsung letakkan saja di wastafel yang ada di kamar mandi bawah."
Wajahku memerah dan hanya mengiyakan dengan malu.
Citra yang melihat reaksiku pun langsung tertawa keras.
"Kenapa, Brian? Apa gurumu tidak mengajarimu tentang kebersihan fisik ketika di bangku SMA?"
Aku tidak mengerti maksudnya, aku hanya menatapnya dengan tercengang, kemudian bergegas menunduk kembali.
"Sepertinya tidak pernah … kalau begitu, apa kamu tahu kalau wanita akan mengalami menstruasi setiap bulan?"
Wajahku semakin memerah, aku tidak menjawabnya.
"Brian, kamu sekarang juga sudah dewasa, seharusnya kamu sudah memahami sedikit tentang fisiologi tentang pria dan wanita, jangan seperti anak kecil yang langsung tersipu malu ketika mendengar hal ini."
Hal ini tentang siapa yang menanyakan, bukan?
Kalau yang menanyakan hal ini adalah teman-temanku, aku sih biasa saja, tapi masalahnya dia yang bertanya! Aneh kalau aku tidak malu mendengarnya.
Meskipun Citra telah memulai topik pembicaraan ini dan mengatakan hal seperti itu sangat normal, aku tetap saja salah tingkah dan ingin sekali kabur darinya.
"Brian, meskipun hal itu sangat normal …."
"Uhuk!"
Aku hampir saja tersedak oleh susu dan langsung menyembur ke meja.
"Maaf! Maaf!"
Aku beranjak dengan canggung dan hendak mencari kain lap, tapi Citra langsung mengambil lap yang ada di atas meja tersebut.
"Lihatlah, Brian … sama seperti seteguk susu ini, sebanyak apa pun yang kamu minum, itu tidak akan sia-sia. Tapi, kalau sampai tumpah di atas meja, maka itu akan sia-sia!"
Aku menatapnya dengan melongo, seketika tercengang.
Tepat pada saat ini, tiba-tiba terdengar suara seorang gadis yang begitu merdu, "Halo, apakah Bu Citra ada di rumah?"
Suara itu sangat adem di telinga, bahkan aku sudah bisa menebak kalau pemilik suara ini pasti sangat cantik seperti para selebgram tanpa melihat wajahnya.
Begitu mendengar suara panggilan dari gadis tersebut, aku pun bergegas berlari untuk membukakan pintu.
Astaga! Gadis ini sungguh sangat cantik!
Rambutnya tergerai halus, wajahnya oval dan mempunyai hidung yang mancung, ditambah dengan bibirnya yang merah menyala, sekalipun aku tidak melihat postur tubuhnya yang indah, dia sudah cukup untuk mengalahkan semua selebgram yang pernah aku temui. Gadis ini benar-benar sangat cantik.
Gadis cantik itu juga tertegun ketika melihatku, dia mengedipkan matanya, kemudian langsung bertanya seraya menggoda, "Pria tampan, aku tidak salah rumah, ‘kan?"