Bab 10 Mengejutkan
Tepat di akhir kuarter ketiga, instruktur menegur Linda dengan tegas, kemudian konselor juga menghampiri dan bertanya ada apa ini?
Linda pun berkata dengan kesal, "Apa yang dilakukan orang-orang itu? Sama sekali hanya menjelek-jelekkan kampus kita saja! Coba kamu lihat orang yang duduk di tengah barisan keenam itu, dia adalah Brian Hariman. Dia sudah mampu slam dunk saat kami duduk di bangku SMP, kehebatannya sudah tidak diragukan lagi!"
Semua orang kembali tertawa.
Tanpa sengaja, aku melihat Jessy melihat ke arahku sekilas, lalu aku pun langsung menunduk malu, wajahku memerah.
Instruktur kembali menegur Linda dengan keras, lalu konselor menghampiriku dan bertanya padaku apakah aku benar-benar bisa bermain basket?
Belum sempat aku menjawab, Ervin dan Thomas langsung menyahut dan mengatakan kalau aku merupakan kekuatan utama dalam tim waktu SMP, aku bahkan pernah ikut serta dalam ajang Porprov.
Konselor langsung membawaku ke lapangan, ketika melewati Linda, dia pun kembali berteriak, "Bul-bul, kuserahkan padamu!"
Astaga! Nama julukan pun diteriaki olehnya.
Para teman-teman yang ada di samping kembali tertawa, aku menoleh ke belakang tanpa sadar, kemudian mendapati Jessy tengah menatapku dengan curiga.
Baiklah! Demi Jessy, maka aku akan menunjukkan bakatku.
Konselor membawaku ke ruang istirahat, dia berbisik kepada pelatih yang ada di sana, kemudian pelatih itu melirikku sekilas dan bertanya, "Kamu bisa slam dunk?"
Aku mengangguk dengan canggung.
Dean juga melirikku dengan tak percaya, tapi begitu dia mendengar pelatih mengatakan aku pernah ikut dalam Porprov, dia pun berkata kepada anggota cadangan yang tidak bermain, "Berikan bajumu padanya."
Mahasiswa itu langsung melepaskan baju olahraganya tanpa basa-basi padaku, bahkan ukuran sepatunya juga pas di kakiku.
Ketika kami masuk ke dalam lapangan, aku pun secara alami menjadi objek perhatian semua orang. Aku kembali mengundang gelak tawa semua penonton ketika mereka melihatku mengenakan baju olahraga.
Mereka akhirnya mengerti kenapa Linda memanggilku ‘Bul-bul’, karena selain wajah dan leherku, seluruh tubuhku dipenuhi dengan bulu hitam yang tebal.
Sebenarnya sebelum memulai sebuah pertandingan, kami harus melakukan penyebaran taktis, akan tetapi pelatih dan Dean masih ingin melihat performaku. Oleh karena itu, tidak ada yang perlu disampaikan secara signifikan.
Dean cukup jago dalam keterampilan menangani bola, jadi dia bermain di bagian bek belakang, selain itu aku bermain di bagian penyerang kiri. Setelah perebutan bola, Dean mendapatkan bola dari belakang, aku pun langsung berlari maju dan dia langsung memberiku umpan panjang.
Setelah menerima bola, tanpa menunggu lawan untuk menghadang, aku langsung menembak bola di garis tiga poin, lalu terdengar suara bola membentur net, kemudian membuat seluruh lapangan heboh.
Aku langsung melirik ke arah Jessy secara tidak sadar, tapi ekspresinya tampak datar, malahan Linda yang duduk di depan berteriak sambil berdiri, "Bul-bul, I Love You!"
Teriakannya mengundang gelak tawa semua orang, bahkan wakil dekan yang sedang duduk di tribun utama juga ikut tertawa.
Lalu, ketika pihak lawan hendak mencetak skor, aku kembali menghadang dan berhasil.
Seharusnya aku bisa langsung menembak, tapi aku mengoper bola kepada Dean dan berharap bisa bekerja sama dengannya.
Bagaimanapun juga ini adalah kerja sama tim. Selain itu, aku juga merupakan pemain baru, jadi aku tidak ingin mereka menganggapku terlalu ‘egois’.
Setelah dean menggiring bola dalam beberapa langkah, dia kembali memberikan bola tersebut kepadaku dan aku kembali mencetak tiga poin, seluruh penonton langsung bersorak dengan semangat.
Para mahasiswa yang sudah terdiam untuk waktu yang lama akhirnya bisa kembali bersorak bersama!
Lalu, tembakan dari lawan terus memeleset, pemain center kami berhasil meraih bola dan memberikan bola kepada Dean, lalu Dean kembali memberikannya padaku. Lagi-lagi aku kembali mencetak tiga poin, seluruh penonton langsung berdiri.
Namun, ketika aku mendarat dari lompatanku, pemain dari pihak lawan melakukan kecurangan, dia hendak membuatku tersandung jatuh. Aku terhuyung-huyung dan menatapnya, tapi dia malah memelotot ke arahku, "Apa lihat-lihat?"
Dean pun langsung maju dan mendorongnya, "Apa maksudmu? Kalau mampu rebut bolanya, jangan melampiaskan ke orang lain!"
Beberapa anggota tim lawan seketika maju dan mengepung, anggota tim kami juga ikut maju, bahkan kedua belah pihak pelatih dan wasit juga melerai kami.
Aku benar-benar marah dibuatnya, jadi pada kuarter empat benar-benar menjadi aksi penampilanku. Hal yang paling penting adalah Dean bahkan memimpin semua anggota untuk bekerja sama denganku, jadi mereka mengoper bola kepadaku selama berhasil mendapatkan bola.
Karena selisih skor yang terlalu jauh, maka aku tidak berani melakukan slam dunk, aku hanya fokus pada tembakan tiga poin saja.
Rasanya seperti sebuah keajaiban, setiap tembakanku selalu tepat dan seketika skor pun terkejar.
Pihak lawan mulai gelisah, semua mulai menempel padaku, tangan mereka juga tidak berhenti berbuat curang, hal ini semakin membuatku kesal.
Dalam dua serangan balik, untuk pertama kalinya aku melakukan slam dunk dengan satu lengan, hal ini langsung menggemparkan seluruh lapangan! Terakhir kalinya, aku berhadapan dengan seorang bek, lalu aku langsung melompat melewati kepalanya, kemudian melakukan slam dunk dengan kedua tangan.
Seketika, semua topi militer diterbangkan, tidak peduli apakah itu pria ataupun wanita, mereka semua berteriak mengikuti teriakan Linda, "Bul-bul, I Love You! I Love You, Bul-bul!"
Karena waktu yang hampir habis, semua dosen dan mahasiswa menyaksikan pertandingan dengan posisi berdiri. Ketika pertandingan sisa semenit terakhir, kami masih tertinggal dua poin dan lagi-lagi Dean memberikan bola padaku.
Tepat di saat bel berbunyi, aku kembali mencetak tiga poin! Skor menjadi 81-80, kami menang satu poin.
Aku kembali mengalihkan pandanganku ke tribun dan akhirnya aku melihat Jessy berdiri sambil menepuk tangan.
Sedangkan Linda, dia tidak peduli dengan sekitar dan ingin langsung turun ke lapangan, kalau bukan konselor yang menariknya, mungkin dia sudah melompat ke bawah.
Setelah kembali ke ruang istirahat, aku mengembalikan baju olahraga dan juga sepatu kepada kakak angkatan, lalu di waktu yang sama aku membungkuk dengan sangat tulus kepada Dean, "Terima kasih, Kapten."
Dean tercengang, "Seharusnya kami yang berterima kasih padamu."
"Kita semua pemain, jadi pasti tahu kalau semua ini tidak akan berhasil tanpa adanya kerja sama seluruh tim dan dukungan penuh darimu sebagai kapten."
Dean mengulurkan tangan dan menepuk pundakku, "Bagus! Banyak orang yang mempunyai kemampuan, tapi sedikit sekali yang bermoral. Siapa namamu?"
"Brian Hariman."
"Ingat, berikan nomor ponselmu padaku."
Setelah aku meninggalkan nomorku, dia pun tersenyum padaku, kemudian meninggalkan ruangan bersama seluruh anggota tim.
Ketika aku berjalan keluar dari lapangan, Ervin dan Thomas langsung menghampiriku dan memujiku. Mereka mengatakan kalau aku akan aman selama empat tahun di sini, bahkan kalau nilaiku buruk, aku mungkin masih bisa tetap berada di kampus.
Tak lama kemudian, Linda juga muncul dari belakang, dia menendang ke arah bokongku, "Bul-bul, untung saja aku berteriak dengan keras, kamu benar-benar menggemparkan seluruh kampus!"
Sialan! Dulu waktu duduk di bangku SMP, aku juga bermain basket seperti ini, tapi kenapa tidak melihatnya yang mengidolakanku seperti ini?
Aku tidak tahu apakah dia benar-benar telah mengalihkan perhatiannya padaku atau hanya sekedar ingin membuat Ervin cemburu.
Melihat hal ini, Ervin pun langsung berbalik badan dan pergi dengan kesal.
Thomas melirik Ervin sekilas, lalu bergegas menyempil ke sisi Linda dan berkata seraya tersenyum, "Hehe, Linda … semua berkat kamu sampai Bul-bul bisa menonjolkan bakatnya. Ayo kita ke kantin! Aku traktir kamu makan ayam goreng."
Lalu, dia mengulurkan tangan dan merangkul pundak Linda.
"Enyah!"
Linda menunduk dan melepaskan tangannya, lalu meraih lenganku dan bertanya seraya memiringkan kepalanya, "Kalau kamu yang ingin mentraktirku, maka itu pengecualian."
Tepat pada saat ini aku melihat Jessy berjalan seorang diri di depan, seketika aku menjadi gugup.
"Iih …" Aku bergegas melepaskan tangan Linda, "Ada dosen dan lainnya di sini, jangan berlebihan seperti ini."
"Takut apa? Bukankah kuliah itu memang digunakan untuk berpacaran dan padang rumput digunakan untuk berguling?"
"Benar sekali!" ujar Thomas, dia kembali menyempil ke hadapan Linda, "Bul-bul memang tidak tahu cara menyanjung. Bagaimana kalau aku temani kamu berguling setelah makan?"
"Sudah cukup, belum? Ke kantin, ‘kan?"