Bab 7 Benar-benar Tidak Bisa Berkomentar
Citra telah selesai mencuci pakaian, dia membawa baskom cucian ke lantai dua, lalu menuju balkon melewati pintu kamarku, kemudian menjemur pakaian di sana.
Tiba-tiba aku mempunyai pikiran kotor, seandainya dia membuka jendelaku dan masuk dari balkon ….
Namun, hal yang membuatku kecewa adalah dia langsung masuk ke dalam kamarnya setelah selesai menjemur pakaian.
Aku mengerutkan kening, merasa bingung dan mulai berguling di atas ranjang.
Dia bisa bertindak begitu agresif dan tanpa takut ketika sedang makan bersama Axel, tapi ketika sedang berduaan seperti ini, dia malah tidak agresif.
Sialan! Apakah dia merasa sangat menyenangkan mempermainkanku seperti ini?
Tak lama kemudian, suara seperti kemarin malam kembali terdengar dan lagi-lagi berasal dari kamar utama.
Gila! Setiap malam lembur, nih?
Awalnya aku tidak ingin mendekat, tapi karena suara dan gerakan semakin keras hingga membangkitkan gelombang panas dalam tubuhku …
Maka, aku pun tidak bisa menahan diriku, aku kembali berjinjit dan mendekat ke kamar tersebut.
Benar saja, sama seperti yang terjadi kemarin malam, belum ada beberapa menit, aku kembali mendengar suara keluhan dari Citra. Setelah mereka selesai melakukan ritualnya, aku pun juga mengganti dalamanku, kemudian diam-diam ke kamar mandi bawah untuk mencucinya, lalu menjemurnya di balkon.
Aku berpikir dengan seperti ini, aku bisa merahasiakannya dari Citra, tapi siapa sangka ketika sedang sarapan di esok harinya, dia tiba-tiba bertanya, "Kenapa? Lagi-lagi kamu melakukan sendiri tadi malam?"
Wajahku seketika memerah padam, seketika aku menggelengkan kepala untuk menyangkal, "Tidak!"
"Benarkah? Lalu, kenapa kamu mencuci dalaman malam-malam?"
Uhuk!
Aku benar-benar tidak bisa berkomentar.
Hampir seribu mahasiswa baru sedang berlatih di lapangan, tak kusangka aku bertemu dengan dua teman dari SMP. Satu bernama Ervin Winata dan satunya bernama Thomas Latuna, mereka tidak termasuk berengsek, hanya saja sedikit kotor.
Ketika sedang jam istirahat, kami pun kumpul bertiga. Mereka tidak berhenti menunjuk satu per satu gadis cantik.
"Hei, Brian, ternyata kamu juga ada di kampus kami."
Saat ini, aku sedang duduk melamun, tiba-tiba ada yang menendang dari belakang, aku pun langsung menoleh dan melihat … ternyata Linda Sudiro.
Dia tidak hanya teman sekelas, tapi juga pacarnya Ervin.
Hanya saja aku tidak mengerti apakah mereka bersama karena ejekan dari teman-teman SMP atau benar-benar pacaran.
"Gila! Kamu juga diterima di kampus ini? Kamu benar-benar jodohnya Ervin, mantap!"
"Iish! Dia? Musuh!" Selesai berkata, Linda pun langsung pergi.
Aku langsung menoleh ke arah Ervin dan bertanya dengan bingung, "Apa maksudnya? Ini sedang menggoda atau sudah putus?"
"Jangan berisik, kepalaku langsung pusing ketika melihatnya!"
Thomas langsung tertawa, "Kamu ini, dia hanya ingin romantis, tapi kamu hanya ingin bermain saja."
"Romantis apanya!" Ervin melirik sekitar, kemudian menunduk dan berbisik kepada kami, "Bajingan sekali, aku menghabiskan sekitar 1,6 juta untuk menyewa kamar hotel bintang lima, coba kalian tebak apa yang terjadi? Begitu bermain, ternyata dia tidak perawan!"
"Apa?" Aku terkejut dan menatap Ervin dengan mata membelalak.
Thomas juga terkejut, "Tidak mungkin!"
"Buat apa aku bohong dengan kalian?!" Ervin kembali melirik sekitar, kemudian kembali berbisik, "Ini tuh hotel bintang lima, bro! Aku bahkan sempat takut akan mengotori seprai, jadi aku sengaja menata selembar kain putih di atas ranjang. Pada akhirnya, selain beberapa tetes air, jangankan noda merah, bahkan hitam pun tidak ada."
"Gila!"
"Hal yang paling menjengkelkan adalah dia bahkan berpura-pura seperti masih perawan, padahal tidak. Tidak berhenti merintih kesakitan, sakit apanya?"
Parah!
Aku bahkan belum pernah menyentuh perempuan sampai sebesar ini, tapi Linda sudah tidak perawan ketika di bangku SMA, apa ini masuk akal?
Aku tidak bisa menahan diriku untuk melirik ke arah Linda sekilas, aku tidak tahu apakah aku masih mempunyai kesempatan untuk mendekatinya atau tidak.
"Eh, kalau kalian benar-benar sudah putus, berarti selanjutnya giliranku, ya?" ujar Thomas seraya menyenggol lengan Ervin.
"Terserah! Tapi, satu hal yang perlu aku peringatkan kepada kalian, mulai hari ini jangan pernah mengungkit masalahku dengannya, aku sudah mempunyai target baru."
"Siapa?" tanya aku dan Thomas secara serempak.
Mata Ervin berbinar dan langsung berpaling, aku dan Thomas langsung mengikuti pandangannya. Lalu, terlihat seorang gadis yang sedang duduk dengan anggun tak jauh dari kami, hanya saja dia mengenakan pakaian kamuflase dan mengenakan topi militer, jadi tidak bisa melihat dengan jelas.
Namun, dari sudut pandang samping, aku bisa melihat kalau gadis itu sangat cantik.
Selama pelatihan berikutnya, aku pun memperhatikan gadis itu dengan saksama, dia sangat cantik! Jika dia berganti pakaian santai, mungkin bisa menjadi bunga kampus.
Siapa sangka di hari pertama pelatihan, aku tidak mendapatkan ilmu apa pun, tapi malah mendapatkan ilmu yang diberikan oleh Ervin.
Di masa SMP, Ervin sudah berhasil mendapatkan Linda, mulutnya memang menghina Linda karena tidak perawan, tapi siapa yang tahu dia sudah berapa kali melakukannya?
Sekarang, dia kembali melirik seorang gadis cantik lain, sedangkan aku bahkan tidak pernah merasakan mempunyai pacar. Aku merasa semakin tak berguna.
Namun, untungnya aku mempunyai Danita, sosok orang yang bisa aku lakukan bersamanya dan pergi, target yang tidak memerlukan tanggung jawab.
Masalahnya adalah nomor ponselku sudah kuberikan padanya, tapi kalau bukan dia yang menghubungiku lebih dulu, maka aku juga tidak bisa menghubunginya.
Ketika masa pelatihan selesai, kami bertiga pun saling menukar akun Facebook dan sudah berjanji untuk menambahkan teman nanti malam.
Setelah selesai makan malam, aku kembali ke kamarku dan menyalakan komputer, Ervin langsung mengirim sebuah situs website kepadaku setelah menambahkan mereka sebagai teman, lalu juga mengirimkan sebuah emotikon misterius.
Aku membukanya dan langsung terkejut, banyak film panas dan foto-foto vulgar yang sudah mampu membuatku mimisan.
Aku langsung menggerakkan mouse dan membukanya, tapi website itu menginginkanku untuk mendaftar sebagai akun VIP.
Aku mencoba yang lain dan semuanya sama.
Aku bukannya tidak rela mengeluarkan uang tersebut, hanya saja aku takut informasi pribadi akan bocor kalau aku mendaftar. Bagaimana kalau sampai masalah ini diselidiki, lalu masuk kantor polisi? Bukankah masa depanku akan hancur?
Tepat di saat aku sedang mencari dengan serius, tiba-tiba aku mencium aroma akrab yang merasuk ke dalam hidungku.
Begitu aku menoleh, aku langsung melihat Citra yang sudah berdiri di sampingku tanpa bersuara. Dia sedang menatap layar komputerku dan rambutnya terjatuh ke pundakku!
Sial!