Bab 8 Apa Berguna Untukmu?
Aku hampir melompat dari kursi, aku seperti anak kecil yang telah melakukan kesalahan, jadi aku menatap Citra dengan wajah memerah.
Citra malah menatapku dengan bingung, lalu mengangkat alisnya, "Kenapa? Kenapa begitu gugup? Apa yang kamu lihat?"
"Oh, aku … aku sedang mencari sketsa di internet, tapi aku tidak menyangka akan keluar begitu banyak hal-hal yang tidak benar ini. Aku … aku …."
Citra melirik layar sekilas, lalu bertanya, "Bukankah kamu belajar jurusan seni dan desain lingkungan? Apa gunanya melihat foto-foto wanita cantik?"
"Guru SMP pernah berkata kalau goresanku kurang bagus, jadi harus banyak-banyak melihat foto model wanita, dengan begitu bisa meningkatkan komposisi garis dan pemahamanku."
"Ternyata begitu, kalau begitu lanjutkan saja."
Aku duduk dengan gelisah dan terus menggerakkan mouse dengan tidak fokus, tapi aku sama sekali tidak berani mengklik foto tersebut, karena begitu aku masuk, maka akan langsung muncul tautan yang memintaku untuk mendaftarkan diri.
Citra sudah selesai mandi dan sedang mengenakan piyama yang sangat tipis, sekujur tubuhnya mengeluarkan aroma yang aku sukai.
Hal yang paling menyebalkan adalah dia terus berdiri di sampingku, dia seolah-olah menatap layar komputer dengan lekat, tapi menempelkan wajahnya ke wajahku.
Aku bergegas menghindar dan bergeser.
"Kenapa?" tanya Citra dengan tidak mengerti.
"Hari ini latihan cukup berat, jadi aku bau keringat dan belum mandi!"
"Tidak apa-apa."
Dia mengulurkan tangan dan menarik pundakku, lalu menempelkan wajahnya dan mengendus.
Mampus!
Ketika memikirkan adegan dia mengendus kaus kakiku secara diam-diam di kamar mandi, aku tiba-tiba mengerti kalau dia memang ingin bermain dengan bau keringatku.
Masalahnya adalah aku bahkan merasa hendak muntah ketika mencium bau keringat tubuhku yang berpadu dengan aroma wangi tubuhnya.
Bagaimana ini?
Aku sedikit memiringkan kepalaku, karena posisi Citra sedikit membungkuk, maka aku pun langsung bisa melihat gundukan putih dari celah kerahnya.
Kosong?
Jantungku mulai berdetak dengan kencang, dua kepribadian bertengkar di dalam benakku.
Dia ini kakak iparku!
Bodoh amat! Lagi pula, Axel juga bukan kakak kandungku, jadi datang dari mana kakak ipar?
Akan tetapi, aku tidak boleh menyentuhnya!
Pepatah mengatakan, malu-malu hanya akan membuatmu kelaparan! Terlebih lagi dia tidak hanya sekali dalam menggodamu!
Jantungku berdetak dengan sangat kencang sampai-sampai hampir membuatku sesak napas.
Aku membulatkan tekad, aku memejamkan mata dan langsung mengulurkan tanganku masuk ke dalam rok piyamanya, baru saja aku menyentuh kakinya, aku langsung menarik kembali tanganku, tapi Citra sama sekali tidak merespon apa pun.
Hal yang aku tunggu adalah omelannya padaku.
Namun, siapa sangka Citra tidak hanya tidak marah, melainkan dia tetap mempertahankan postur tubuhnya yang membungkuk, sepasang matanya tetap terpaku di layar komputer seperti tidak terjadi sesuatu.
Diam saja berarti mengizinkan, bukan?
Aku kembali mengulurkan tangan dan membelai pahanya dengan berani, perasaan dingin dan licin dari kulitnya seketika membuat sekujur tubuhku merinding.
Di waktu yang sama, ketika aku sedang membelai pahanya, aku juga merasakan kulitnya yang merinding.
Pada saat ini, dia tiba-tiba menegakkan posisinya dan mencela dengan lembut, "Ada apa ini?"
Selesai berkata, dia langsung berbalik badan dan pergi.
Jantungku berdetak dengan kencang, ‘Gawat! Apakah dia marah?’ gumamku dalam hati.
Kepalaku tiba-tiba terasa ringan, apakah aku keterlaluan tadi?
Dia menggodaku, mungkin dia hanya menganggapku seperti anak kecil.
Namun, aku menggodanya, tidakkah itu membuktikan karakterku?
Hubungannya dan Axel memang sedang gonjang-ganjing, di luar terlihat begitu mesra, tapi sejatinya di dalam sudah adanya retakan karena masalah ranjang.
Seperti yang dikatakan oleh Axel, kedatanganku membuat gelombang dalam keluarga mereka yang seperti air danau yang tenang. Jika Citra benar-benar marah dan sekalipun tidak mengadukan hal ini kepada Axel, tetap saja aku tidak kuasa menghadapi dinginnya wajahnya besok pagi!
Gawat! Kalau memang tidak bisa diselamatkan lagi, aku akan pergi mencari Danita. Tapi, kenapa aku harus mencarinya untuk meminta bantuan?
Tepat di saat pikiranku sedang kacau, Citra tiba-tiba masuk kembali ke kamarku! Aku sangat terkejut hingga langsung berdiri.
"Duduklah!" ucapnya dengan tanpa ekspresi.
Aku seperti orang bodoh yang kembali duduk.
Citra meletakkan sebuah hard disk di depanku, "Ini adalah hard disk kakakmu, dia mengatakan kalau di dalam terdapat banyak materi animasi, siapa tahu ini berguna untukmu. Kamu bisa melihatnya sendiri."
Tanpa menunggu berkata, dia kembali melipir pergi.
Untung saja!
Meskipun raut wajahnya menjadi jauh lebih serius, untung saja dia tidak meluapkan kemarahannya, selain itu dia bahkan datang membawakan sebuah hard disk. Aku akhirnya bisa menghelakan napas lega.
Namun, tak lama kemudian, aku kembali terkejut.
Ketika aku membuka hard disk yang berkapasitas 300 GB tersebut, aku melihat seluruh isinya yang hampir dipenuhi dengan film pendek.
Aku mengklik secara acak dan semuanya dalam kualitas Blu-ray.
Tepat di saat aku sedang menjelajah dengan penuh semangat, tiba-tiba aku melihat sesosok bayangan di depan pintu.
Aku langsung menutup jendela komputer dan kembali melihat Citra berjalan masuk.
Dia melihat hard disk telah tertancap di CPU, tapi tidak melihat tampilan di layar, dia pun bertanya, "Bagaimana? Apakah itu berguna untukmu?"
"Oh, aku … aku masih belum membukanya."
Citra menyodorkan headset padaku, "Kakakmu selalu mengenakan headset ketika melihat materi-materi ini."
"Oh, aku mengerti."
Aku benar-benar bingung ketika Citra kembali pergi.
Apakah dia benar-benar tidak tahu isi di dalam hard disk ini atau berpura-pura tidak tahu?
Jika dia sudah mengetahui isi yang ada di dalam dan masih tetap memberikannya padaku, lalu tidak mengizinkanku untuk menyentuhnya, bukankah dia ingin membuatku menderita?
Jika dia tidak mengetahui isi yang ada di dalam, bagaimana kalau sampai Axel mencarinya? Kalau sampai dia mengatakan ada padaku, bagaimana aku harus menjelaskan kepada Axel?
Sial! Peduli setan, lebih baik aku menyalin isi yang ada di dalam ke komputer, barulah aku kembalikan hard disk ini padanya, daripada nanti ketahuan oleh Axel.
Terlalu banyak isi yang ada di dalam hard disk ini, sudah beberapa waktu berlalu, tapi tidak ada setengah isi yang tersalin.
Aku mencabut hard disk tersebut dan hendak pergi ke kamar utama untuk mengembalikan kepada Citra, tapi tiba-tiba aku mendengar dia berkata kepada Axel, "Axel, kita sudah menikah begitu lama, tapi tidak kunjung mempunyai anak, orang-orang terus bergunjing di belakang."
Mendengarnya berkata seperti itu, hatiku pun terjerat.
‘Jangan-jangan dia berkata seperti itu karena ingin meminjam bibit dariku?’ gumamku dalam hati.