Bab 2 Ethan Samuel
"Apanya yang kenapa?" tanya Anna sambil mencoba melepaskan tangannya, rasa sakit menjalar dari tarikan tangan Ethan yang kuat. Walaupun dia meringis, tapi pria menyebalkan itu tidak berkomentar apa- apa, wajahnya yag tampan malah melotot ke arahnya.
"Kenapa kamu sok peduli?" balasnya malah balik bertanya. Bola mata yang hitam pekat menatap Anna dengan marah. Pria itu memandang Anna dengan teliti. Dia tak suka dengan gelagat wanita itu. Sangat mencurigakan!
"Aku emang peduli, bukannya sok peduli! Emangnya kamu yang sok sibuk terus sampai tak peduli kalau kakeknya masuk rumah sakit!"
Dengan kesal Anna membanting tangannya sehingga pegangan tangan Ethan dari lengannya terlepas. "Seenaknya saja pegang- pegang tanganku, ish jijik, aku harus cuci tangan dengan kembang tujuh rupa nih," keluhnya dalam hati sambil berlari mengikuti Opa Jacob masuk ke dalam lift. Entah kenapa semakin Ethan melarangnya melihat Opa Jacob, semakin dia ingin melawan Ethan. Memangnya siapa pria itu bisa melarangnya, mamanya saja Anna lawan.
Pria itu mencoba masuk ke dalam lift tapi Anna segera cepat menekan tombol tutup lift dengan sekuat tenaganya. Wanita itu tertawa senang ketika melihat wajah Ethan yang semakin memerah ketika tertinggal lift. Hati Anna terasa ringan karena akhirnya terlepas dari pria menyebalkan itu. “Sukurin! Naik tangga sana!” kekehnya dengan penuh kemenangan.
Di kamar perawatan, Opa Jacob akhirnya terlihat sudah lebih tenang, pipinya sudah kembali merah. Anna melangkah masuk dan berdiri di sampingnya bernapas lega. Pria tua itu tersenyum walau masih lemah.
"Maafkan Ethan ya, dia emang sedikit kasar, tapi aslinya dia baik. Kamu mau kan jadi istrinya? Ethan terlalu kesepian, dia hanya butuh teman, dan Opa tahu kamu teman yang paling cocok untuknya." Opa kembali membujuk Anna di segala waktu.
Anna memutar matanya, Anna pikir ketika pria itu terkena serangan jantung, dia akan lupa dengan perjodohan konyol ini, tapi ternyata pria tua itu pantang menyerah. Opa tahu waktunya tak banyak lagi, Anna dan Ethan harus segera bersama, dia sungguh berharap mereka dapat bersatu, seperti yang dari dulu memang sudah direncanakan.
"Opa bicaranya nanti saja ya, Opa kan masih sakit, nggak usah pikirin yang aneh- aneh dulu, urus diri Opa aja dulu ya." Anna mencari alasan untuk menunda berbicara tentang pertunangannya dengan cucu satu- satunya pria tua ini. Sudah tiba- tiba muncul entah dari mana, Anna tak pernah bertemu dengan opa ini, lalu tiba- tiba ternyata sudah dijodohkan dari bayi, Anna segera mual memikirkan pernikahan. Apalagi, setelah melihat siapa yang namanya Ethan yang dari tadi di ocehkan pria tua ini, Anna semakin yakin untuk menolak perjodohan ini.
Pria tua itu menggeleng. "Opamu ini kaya, sangat kaya, Anna. Kamu sudah ada dalam warisan Opa, jika kamu menikah dengan Ethan." Pria tua itu sudah kehabisan akal, jika bujukan tak bisa digunakan, mungkin uang akan menggoda Anna, lagipula siapa yang tak butuh uang? Opa Jacob menggunakan kartu terakhirnya. Anna mendesah pelan.
"Siapa yang dapat menolak hartaku?” pikir kakek tua itu dalam hati. Namu seakan ada suara dalam hatinya mengingatkan kejadian yang terjadi puluhan tahun yang lalu, saat kakek tua itu merupakan pemuda kaya raya yang tampan.
“Tapi dulu, neneknya Anna juga menolakku walau aku banyak uang. Bisakah Anna tergoda dengan harta warisanku?" tanya Opa dalam hati, menatap Anna dengan penuh harap.
Ketika sampai di depan pintu, Ethan segera mendengus saat mendengar sebagian pembicaraan opanya dengan wanita matrealistis itu.
“Haish, ngapain sih opa sampai memohon seperti itu? Seakan akan aku bujangan lapuk? Aku ini Ethan Daniel, banyak wanita mengantri untuk kencan bersamaku!” dengusnya dalam hati dengan kesal. “Dan yang lebih menyebalkannya, perempuan itu sok jual mahal sekali, sampai ketika saat harus menikah dengannya perlu berpikir, dia itu justru harus bersorak satu kelurahan, karena bisa menikah dengan Ethan Samuel!” sembur Ethan dalam hati, emosinya semakin tersulut.
Sekarang wanita itu malah sudah mendengar masalah warisan, pasti wanita itu akan menempel kepadanya seperti lintah. Pria yang jangkung itu masuk dengan bibir terkatup kencang, dia mendelik agar kakeknya itu menghentikan bujukannya. Pria tua itu segera mengatupkan rahangnya.
"Opa sudah masuk jadwal dioperasi, jangan lupa nanti harus puasa. Kamarnya nyaman, kan? Aku harus pulang, nanti jam 10 ada meeting dengan New York," jelasnya mendekati kakeknya sambil melihat jam, sekarang sudah hampir jam 9 malam. Wanita itu juga tiba- tiba jadi sok sibuk melihat handphone-nya
"Ethan…," panggil Opa Jacob dengan suara serak, Ethan mendekat dan menempel pada sisi yang lain tempat tidur opanya.
"Kita ngobrol dulu sebentar, dong," ujarnya sambil mencoba menggapai tangan cucu laki satu-satunya itu, tapi cucunya malah menghindar dan memasukkan tangannya ke kantong celana. "Ethan hanya memikirkan pekerjaan. Umurnya yang sudah 29 tahun ini, sudah sangat layak untuk menikah," pikir opa dengan penuh harap.
Kakek keriput itu tersenyum tipis melihat Ethan dan Anna dihadapannya. Harapannya muncul sedikit banyak ketika melihat pandangan Ethan yang sekilas tertuju pada wanita itu. Anna sedang menepis rambut panjangnya ke belakang. Wanita itu memiliki rambut yang panjang, tergerai indah di sebelah kiri di atas pundaknya sehingga memperlihatkan lehernya yang putih jenjang. Opa tersenyum senang.
Ethan menghela napas agar kembali konsentrasi, dan langsung menghindari pandangan Anna yang segera mencelanya ketika pandangan mereka bertemu.
"Aku harus melihat berkasnya dulu Opa. nanti nggak keburu pelajari berkas, meeting jadi percuma," jawab Ethan mencari alasan karena sesungguhnya dia tidak mau membicarakan perjodohan ini. Setelah melihat Anna langsung, dia langsung tahu, wanita di hadapannya ini hanya wanita penggoda matrealistis, seperti wanita- wanita lainnya.
"Meeting itu bisa ditunda, ayolah kita dah lama ga ngo,—" Dia terbatuk lagi sebelum menyelesaikan kata-katanya. Wajah opa terlihat lelah namun dia masih memaksakan dirinya untuk berbicara.
"Udahlah, ini sudah malam. Opa istirahat ya?" Ethan menatap opanya sungguh- sungguh, tapi Opa Jacob tidak menggubrisnya. Pria tua bangka itu memang terkenal keras kepalanya. Ethan menatapnya dengan rasa takut di hati, pria tua ini hanya satu-satunya keluarga yang dia miliki di dunia ini. Tidak boleh ada apa- apa yang terjadi pada Opa Jacob.
"Opa sungguh berharap kalian akan bahagia, sebahagia yang direncanakan oleh opa- opamu dulu," ucap Opa Jacob sambil menatap mereka berdua, kata-katanya terasa janggal mengambang di udara.
"Opa ngomong apa sih, kaya mau ada apa aja," protes Anna yang merasakan hal yang sama seperti yang Ethan rasakan.
"Ethan, kamu antar Anna pulang, ya? Sudah malam nggak mungkin dia pulang sendirian," pinta Opa Jacob menghiraukan pertanyaan Anna. Pria tua itu menatap langsung kepada cucunya. Ethan menghela napas panjang ingin protes. Tapi entah kenapa pandangan mata kakek tua itu malam ini sungguh membuatnya menjadi iba, dan menurut.
"Tidak apa-apa, aku bisa pulang sendiri kok, aku pulang ya Opa!" seru Anna tiba- tiba meraih Opa Jacob dalam pelukannya. Opa Jacob terkejut atas pelukan Anna, Ethan apalagi. Keluarga mereka adalah keluarga yang kaku, yang bahkan untuk bersalaman saja jarang.
"Baik, hati-hati sayang," ucap Opa Jacob membalas pelukan wanita muda itu setelah pulih dari keterkejutannya. Anna segera melambaikan tangannya dan berjalan keluar begitu saja dari kamar rawat opa. Dia berjalan cepat, karena tidak mau diantar Ethan. Amit- amit dia harus menghabiskan waktu yang lama di mobil berdua saja dengan pria menyebalkan seperti Ethan.
Ethan mengerutkan keningnya begitu melihat rambut indah itu melambai pergi keluar dari pintu kamar rumah sakit. Seketika pria jangkung itu merasa terganggu dengan gelagat Anna yang seakan tidak sudi diantar pulang. Pria itu segera mengejar Anna dengan kaki panjangnya.
"Hei!" teriak Ethan memanggilnya di lorong rumah sakit yang sepi. Suara sepatunya bergaung tiap kali dia melangkah menjauh, tapi Anna tidak mau berhenti. Gadis itu malah mempercepat langkahnya. “Memangnya siapa aku, dipanggil Hei!” dengusnya sebal.
"Hei, hei! Aku tau kamu mendengarku!" teriak Ethan kesal, suaranya menggelegar keras sehingga tak mungkin Anna berpura- pura lagi tak dengar.
Anna yang menahan amarah berhenti berjalan, gaun kuningnya mengayun ketika dia berputar dan malah menghampiri Ethan sambil memandang tajam seakan mau memakan Ethan. Tanpa Ethan sadari dia malah berhenti berlari mengejar Anna.
"Kenapa...kenapa kamu yang malah melihatku seperti itu?" tanya Ethan tiba-tiba kehilangan keberaniannya, bingung entah kenapa dia menjadi terintimidasi oleh Anna.
"Eh...eh...jangan seenaknya ya, Anda memanggil saya!" bentak gadis cantik itu dengan mata melotot. Ethan tertegun menatap wajah Anna yang mungil marah itu. Wajah itu terlihat lucu di matanya.
“Cantik seperti boneka tapi kok bisa marah?” pikir Ethan dalam hati.
"Ah...." Hanya itu yang dia bisa ucapkan. Wanita itu mencondongkan dirinya sehingga Ethan melangkah mundur.
"Dari tadi saya sudah cukup sabar dengan kelakuan Anda ya. Saya itu punya nama. Anda sudah tahu nama saya, tadi kita sudah dikenalkan, kan?" ucap Anna marah sambil menunjuk dada Ethan. Gadis itu menggertakkan rahangnya karena sudah cukup sabar menghadapi kelakuan Ethan dari tadi.
Cih, Ethan Samuel sedang dimarahi, ada apa ini, kenapa dunia seakan-akan terbalik? Tapi herannya lidah Ethan kelu, pria itu seketika tidak bisa menjawab pertanyaan Anna. Ethan hanya terbius dengan manik matanya yang berkilat- kilat. Bola mata itu indah sekali. Seperti gundu, bulat dan mengkilap.
"Nama saya Anna, Anna Federica," ucapnya lagi mengingatkan Ethan seakan Ethan seorang idiot. Tatapan mata Anna yang mengejek Ethan dari ujung kaki ke ujung kepala membuat Pria itu segera menguasai dirinya.
"Anna, mari kita pulang," ujar Ethan dengan tegas lalu dengan seenaknya menarik tangan wanita itu. Anehnya, Anna juga menurut beberapa langkah tapi segera sadar, dia segera melepaskan genggaman tangannya.
"Eh... mengapa Anda seenaknya menyentuh saya?" teriak Anna keras sengaja sehingga kini para perawat yang ada di konter perawat ikut memperhatikan mereka. “Siapa tahu pria kasar ini bisa diusir duluan,” harapnya dalam hati.
"Kamu mau pulang, kan, aku antar!" Ethan malah masih mencoba meraih tangannya. Tapi, Anna segera kembali menyingkir menjauhi Ethan yang semakin penasaran. Pria itu mengerutkan keningnya karena baru kali ini dia ditolak gandengannya. Biasanya Ethan yang menyingkirkan tangan- tangan wanita nakal yang senang menyentuhnya.
"Nggak perlu, saya bisa pulang sendiri," tolak wanita itu lagi dengan wajah Jijik. Anna langsung berjalan cepat menuju lift melewati konter perawat yang segera hening ketika Anna melewatinya.
"Hei!" panggil Ethan mengulang kesalahannya lagi memanggil Anna dengan sebutan Hei. Anna mendengus dan segera masuk ke dalam lift. Namun kali ini, Anna tidak seberuntung tadi.
"Anna, tunggu!" teriak Ethan segera ikut masuk ke dalam lift. Pria itu segera berdiri di samping Anna dengan napas terengah- engah.
"Tuh, nggak susah kan, panggil orang pakai namanya!" seru Anna menyindir dengan ketus. Ethan menggertakkan giginya separuh menyesal ikut masuk ke dalam lift. Dia juga tak mengerti kenapa dia jadi ada di dalam lift. Seharusnya dia biarkan saja wanita nggak tahu diri ini pulang sendiri.
"Aku tak butuh diantar, aku bisa pulang sendiri!" seru Anna tanpa melihat ke arah Ethan. Pria itu merasa gemas sekali dengan wanita keras kepala ini. Baru kali ini Ethan bertemu dengan seseorang yang selalu melawan apa yang dia suruh. Keinginan Ethan biasanya bagaikan titah Dewa yang tak boleh dilawan.
Anna terus memandang ke layar lift yang menunjukkan lantai yang sedang dilewati dengan tidak sabar. Mengapa pria ini terus mengikutinya? “Tadi kesannya dia tak sudi bicara denganku, sekarang kenapa kini dia malah memaksa untuk mengantar aku pulang?” tanya Anna kesal dalam hati.
"Opa menyuruhku untuk mengantarmu pulang," ucap Ethan seakan menjawab pertanyaan yang ada di kepala Anna. Pria itu segera memutar otak untuk menjaga gengsinya. Dia harus punya alasan, sejak kapan Ethan mendengarkan permintaan kakeknya?
"Nggak butuh!" jawab Anna dengan sengit.
Ethan malah menjadi semakin tertantang, karena semakin dilarang semakin ingin dia melakukannya.
"Hari sudah malam, kamu nggak mungkin pulang sendiri." Ethan tidak mau kalah. Emosinya kembali tersulut ketika berbicara dengan wanita itu. Namun belum sempat Ethan berkata lebih lanjut, begitu pintu lift terbuka dan Anna melesat secepat sepatu hak barunya membawanya.
"Anna!" panggil Ethan tapi dia malah berjalan semakin cepat. Pegawai valet rumah sakit yang melihat kedatangan Ethan, langsung menyiapkan mobilnya. Gadis itu segera melesat ke pintu keluar. Ethan segera kembali berlari mengejar wanita berambut coklat yang berlari seperti kesetanan itu.
Tapi Ethan segera mendengus senang saat Anna yang tak biasa pakai sepatu hak tinggi terpeleset. Pria segera meraih tangan Anna sambil menjaga keseimbangan wanita itu. “Sial, sepatu vrengsek!” erang Anna saat Ethan mendorongnya dengan paksa untuk masuk ke dalam mobil. Bola mata coklat muda Anna terbelalak kaget. Ada bunyi krek yang nyaring tiba-tiba. Ternyata tanpa Ethan sadari, dia telah merobek gaun kuning Anna. Dress Anna robek, dari bagian ketiak sampai pinggang, dengan malu dia segera memegang gaunnya.
Pria itu membanting pintu penumpang dengan penuh puas. Sambil menatap nanar melihat Ethan masuk ke dalam mobil Anna mengerang kesal “Andai saja gaunku tidak robek, Aku bisa segera turun dari mobil!” keluhnya sambil menatap Ethan yang berlari memutar menuju kursi pengemudi mobil.
Ethan mendengus sambil memakai sabuk pengaman karena melihat Anna yang tidak turun dari mobil. Pria itu semakin yakin kalau Anna adalah seorang wanita matrealistis. “Mungkin dia kaget setelah melihat mobil mewahku. Cih semua perempuan memang sama, jika melihat mobil mewah pasti langsung mau ikut,” pikirnya dalam hati sambil langsung menyetir keluar dari rumah sakit.