Bab 7 Mencuri Ciuman
"Bangun!" Ethan menggoyang lengan Anna dengan keras. Wanita itu membuka matanya perlahan dan menggeliat sambil mengerang rendah. Ethan mendengus karena sudah beberapa saat mencoba membangunkan kerbau disampingnya.
Masih dalam keadaan separuh nyawa, Anna memandang Ethan dengan bola mata coklat mudanya. Lagi- lagi Ethan seakan kembali tersihir dengan tatapan matanya yang dalam.
"Aku tidak tertidur!" seru Anna dengan kening berkerut dan bibir yang sedikit maju. Ethan segera mendengus mengejek, karena sebelumnya semua panggilan Ethan jelas dibalas dengan dengkuran pelan.
"Kenapa?" tanyanya jengah, karena pandangan Ethan tidak berpindah dari bibirnya. Ethan mengejek mengambil tisu.
“Lap dulu ilernya, baru ngomong lagi,” desis pria itu menempelkan tisu ke pipi Anna yang segera membersihkan wajahnya dengan malu. Wajahnya seketika memerah dan panas.
"Alamatmu?" tanya Ethan setelah Anna sedang membersihkan wajahnya. “Sial, kenapa aku jadi ketiduran sih,” erang Anna dalam hati. Dia selalu begitu, terlalu mudah tidur jika tak ada yang bisa dilakukan.
"Akasia TV3 nomor 1," jawab Anna mengulang informasi yang kemarin sudah dia beritahu pada Ethan yang menunggu jawabannya.
"Nama perumahannya?" tanya Ethan lagi dengan tidak sabar.
Wajah Anna semakin memerah karena jadi mengerti ternyata kemarin dia tidak bisa mengantarnya pulang, karena memang Anna yang memberitahu nama kompleks rumahnya. Wanita itu seketika jadi menyesal karena telah memikirkan hal yang buruk tentang Ethan.
"Pesanggrahan Indah," jawab Anna pelan karena malu. Ethan mendengus dan memasukkan informasi itu di GPS-nya. Pria itu tidak tahu dimana Pesanggrahan Indah, tapi GPS- nya sudah mengkonfirmasi jalan mana yang bisa dilalui mereka. Ethan yang tadi menepi, langsung menjalankan mobil lagi.
"Aku … nanti kasih tau ke mana beloknya, soalnya kalau malam begini, jalannya suka di tutup pake portal," jelas Anna lagi sambil memandang Ethan. Tapi pria itu sudah kembali ke mode diamnya dan menyetir dengan kaku.
Ethan memaki saat ternyata jalan yang disuruh oleh GPS- nya adalah jalan TOL. Jalanan menuju rumah Anna ternyata sangat jauh. “Bagaimana dia bisa berencana untuk pulang sendiri tadi?” pikir Ethan dengan kesal sambil menatap Anna sekilas. Wanita itu sedang menatap jalan lurus yang sepi itu sambil menahan kantuk. Tubuhnya bergoyang- goyang seirama mobil. Karena tak ada belok- belok yang dia tunggu, tak lama tubuh Anna terkulai bersandar pada jok mobil karena lelah seharian menjaga Opa.
“Pesanggrahan!” Ethan membaca tanda jalan dengan semangat karena akhirnya mereka keluar TOL. "Setelah ini belok kemana?" tanya Ethan sambil mendorong bahu Anna. GPS mengarahkan untuk berbelok kiri. Ethan mendengus sebal karena dibalas dengan dengkur halus Anna lagi.
"Aish, dasar kebo!" gumam pria itu lalu mengikuti perintah GPS. Pria itu terus menyetir sampai masuk ke jalan sempit dan gelap. “Vangke, aku tau dia ini wanita kampung, tapi kenapa jalan ke rumahnya sampai lewat sawah segala sih!” dengus Ethan sambil menatap jembatan kecil yang terlihat reyot dan meminggirkan mobil. Sawah di sisi mobil membuatnya ngeri tergelincir. Mobil Ethan adalah mobil sport yang rendah mesinnya, sehingga kalau dia paksa, mobil bisa tersangkut di jalan itu.
“Eh kebo, gimana ini, aku nggak bisa jalan lurus, kita harus putar!” desis Ethan dengan kasar sambil memukul setir mobil dengan keras. Namun, tentunya wanita yang tertidur di sebelahnya tetap mendengkur dengan damainya. Kepala Anna malah terkulai ke arah Ethan.
Ethan menghela napas panjang memandangi wanita itu di sampingnya. Wanita ini sepertinya kelewat nyaman dengannya, dia dengan mudahnya tertidur. “Hoi, bangun Hoi! Ada sawah woi!” erang Ethan sambil mengguncang pundak Anna tapi wanita itu sudah tertidur lelap sekali.
“HAISH! Wanita ini benar- benar nyusain aja,” desah Ethan sambil memandangi wajah cantik di sampingnya. Ada perasaan aneh yang tiba- tiba masuk ke dalam hatinya, ketika teringat wanita itu juga yang memeluknya semalaman kemarin. Pria itu mengerang dan segera menggelengkan kepalanya. Pikirannya kembali melantur. Wanita ini jelas harus pergi, dia jelas sudah mengganggu kewarasan otak Ethan.
Demi kesehatan mentalnya, Ethan segera mengetik Pesanggrahan Indah di GPS-nya namun terlalu banyak Pesanggaran Indah di layar. “Pesanggrahan Indah 1, Pesanggrahan indah 2? Perumahan dia yang mana? Udah jam dua pagi,” gemas Ethan kesal sambil mengusap wajahnya dengan frustrasi. Akhirnya sambil mendesah tajam, pria itu memutar balik masuk kembali ke pintu Tol.
Kali ini Ethan sudah tidak canggung lagi menggendong tubuh mungil Anna. Tubuh wanita itu seakan melekuk sempurna dengan pas dalam gendongan Ethan. Wanita itu hanya mengigau sedikit kata -kata yang Ethan tak mengerti saat pria itu mengangkatnya dari kursi penumpang. Sepasang kaki putihnya telanjang, karena sepatu Anna tertinggal di mobil. Ethan sudah sangat lelah, pemakaman Opa direncanakan dimulai pukul 10 besok pagi.
Ethan meletakkannya di sisi tempat tidur yang sama seperti kemarin. Dengan polosnya, Anna langsung menekuk tubuhnya dan menarik selimut tanpa sadar. “Cih, sepertinya wanita ini sudah merasa seperti di kamarnya sendiri,” ejek Ethan dengan sebal sambil menggeliat pegal setelah menggendong Anna.
Saat Ethan selesai mandi dan memakai kaos hitamnya, gadis itu sudah mendengkur keras di tengah tempat tidur, rambut panjangnya awut- awutan di bantal, dan mulutnya kembali sedikit terbuka sehingga ada air liur yang kembali keluar. “Hais, dasar kebo!” sembur Ethan melihat bukan pemandangan yang indah di atas tempat tidurnya itu.
“Halah, Kenapa juga dia geser ke tengah, kenapa porsi tidurku jadi semakin sempit?” keluh Ethan dalam hati. Tapi walau mengeluh, Ethan tidak memindahkan Anna ke sofa atau ke kamar lain yang jelas ada. Ada kata- kata itu yang menjawab di dalam benaknya. Tapi, entah kenapa, Ethan mengabaikan kata- kata itu dalam benaknya dan membiarkan wanita itu mengambil posisi tidur di tengah tempat tidur. Ethan bahkan sempat menyibak rambut Anna agar tidak menutupi wajahnya sebelum akhirnya juga terjatuh dalam mimpi.
Mimpi Ethan kembali sama, berakhir dengan kaki kecil yang basah karena air seni, kaki kecilnya yang berlari menuju lantai bawah. Ethan terbangun dengan napas sesak.
Terdengar suara napas konstan Anna di telinganya. Anna lagi- lagi meletakkan kepalanya di dada Ethan di saat pria itu ingin bangun untuk menenangkan diri. Kaki wanita itu juga menjepit Ethan sehingga pria itu tidak dapat bergerak.
Jantung Ethan masih berdebar karena mimpi buruknya. Sambil mengambil napas menenangkan diri, perhatian pria berambut panjang itu memandang ke arah Anna yang masih tertidur pulas.
Bulu mata lentik, hidung mancung, dan rambut yang berantakan membingkai wajahnya yang mungil, tapi mata Ethan tak dapat beralih dari bibir merah mudanya yang tipis. Bibir itu sangat sensual. Membuat tanpa sadar pria itu sudah menyentuh dagu Anna dan memposisikan wajahnya sendiri untuk merasakan manisnya bibir Anna.
Jantung Ethan seakan mau meledak, karena tahu dia telah melakukan yang tidak boleh dilakukan. Tapi, begitu bibirnya menempel bibir Anna yang lembut, dia ternyata sungguh menyukainya.
“Apakah dia sadar? Apakah Anna hanya pura -pura tidur?” tanyanya dalam hati tapi yang Ethan tahu pasti, dia begitu menikmati ciuman curiannya. Dengan lembut, Ethan menyentuh bibir mungil itu dengan ujung jarinya sambil mendesah panjang penuh perasaan. Ciuman itu anehnya telah membuatnya sedikit lebih tenang, dan bisa kembali tertidur.
…
Kali itu, saat Ethan kembali terbangun, Anna masih tertidur di dadanya. Rasanya begitu hangat dan lembut. Tanpa terasa dia mengelus sambil menikmati kebersamaan mereka. Pria itu tersenyum mengingat perbuatan terlarangnya semalam. Jemarinya tanpa sadar kembali menyentuh bibir yang semalam dia rasakan itu. Ingin rasanya Ethan tetap merasakan kehangatan tubuh Anna di kasur ini, tapi pemakaman opa tidak mungkin ditunda. Sambil menahan napasnya, pria itu pelan- pelan menyeret tubuhnya ke kamar mandi dan membersihkan diri.
Saat Ethan keluar dari kamar mandi, wanita itu tetap masih tertidur pulas. Ethan tahu seharusnya dia membangunkan Anna, mereka sudah harus berangkat ke pemakaman opa, tapi anehnya Ethan tak mau sosok tubuh di atas tempat tidurnya itu hilang. Tiba- tiba ada ketakutan di dalam hatinya kalau Anna nanti bisa kabur seperti kemarin. Ethan masih belum mau berpisah dengannya, Ethan belum mau sendirian. Sambil mendesah pelan, dengan sengaja Ethan membiarkan wanita itu tertidur dan meninggalkannya di kamar.
Seperti biasa, Ethan senang menyiapkan makanannya sendiri. Dia terbiasa sarapan roti, daging asap dan telur orak-arik arik. Semalam kemarin walau makanan melimpah di ruang duka, tapi Ethan tidak menyentuhnya sama sekali. Makanan sama sekali tak menarik bagi Ethan karena semua pikirannya tertuju pada opa. Dia tak pernah menyangka kalau opa akan meninggalkannya begitu cepat. Ethan kini benar- benar sebatang kara.
Pria itu menggertakkan giginya sambil menggoyang penggorengan mencoba mengalihkan perhatiannya pada masakan. Aroma mentega mengenai daging dan telur membuat perutnya langsung bernyanyi. Ethan baru merasakan lapar sekarang.
…
Ketika bola matanya membuka, Anna segera duduk di tepi tempat tidur sambil menggeram kesal. Bukan karena tempat tidur Ethan kurang empuk, tapi karena dia kembali terbangun di kamar milik pria menyebalkan itu lagi. “Kenapa harus di kamar ini! Kenapa dia tak membawaku ke sofa, atau kamar yang lain! Dasar otak mesem. Sepertinya aku kemarin tidak tidur sepules itu kok,” gumam Anna mencoba membela diri sambil menggaruk rambutnya.
Setelah memeriksa kalau dirinya memang masih berpakaian lengkap, Anna segera menurunkan kakinya ke lantai kayu coklat muda yang hangat. “Sepertinya, Ethan sudah pergi ya?” tanya wanita itu dengan penuh harap. Dia belum mau bertemu lagi dengan pria sombong itu, pasti dia akan mengejeknya kerbau lagi. Anna segera bersiap- siap hendak langsung pergi, tapi, wangi makanan segera menyentil hidungnya, sontak Anna menjadi lapar.
Saat dia keluar dari kamar ada sebuah sofa besar berwarna putih dengan meja kopi hitam gaya minimalis di ruang tengah. Tapi bukan itu yang menjadi pusat pandangan Anna. Pandangannya lurus ke belakang ke tempat dapur bersih rumah besar bergaya modern itu. Anna disodorkan pemandangan pagi yang sungguh indah.
Pria itu berdiri di depan kompor, dia memasak dengan santai. Tubuhnya yang tinggi tampak kokoh, membuat Anna menghentikan langkahnya guna menikmati pemandangan itu sebentar sebelum pria itu menyadarinya. Tapi perutnya tiba-tiba berbunyi. Pria itu jelas mendengar karena pria itu menghentikan goyangan tangannya di atas penggorengan.
"Kamu ... kenapa kamu membawaku ke rumahmu lagi!" seru Anna sambil bertolak pinggang dengan mata melotot. Dalam hati Anna terus berharap kalau usahanya untuk mengalihkan perhatian Ethan dari bunyi suara perutnya yang berkaraoke sendiri itu berhasil. ”Sumpah malu banget!” erangnya dalam hati sambil berjalan mendekati Ethan. Gagal usahanya untuk pergi tanpa suara.
Ethan memutar tubuhnya yang sempurna itu, dan menatap Anna tanpa berkata apa-apa. Anna merasa seakan sedang dinilai dari ujung kaki ke ujung kepalanya.
"Kamu nggak macam-macam kan?" tanya Anna lagi dengan nada menuduh karena Ethan hanya diam saja. “Haish! tadi dia denger suara perutku nggak ya?”tanya Anna dalam hati sambil mengelus perutnya agar perutnya lebih pengertian dan tidak bunyi lagi.
Wanita itu berdiri dengan tidak stabil di dekat sofa. Tanpa melihat, Ethan dapat mengetahui kalau Anna berjalan seperti nyawanya belum terkumpul semua. Rambutnya yang lurus, awut- awutan dan kusut. Wajahnya putih pucat dengan bibir yang merah merona. Ethan benar- benar harus menarik pendapatnya kemarin. Wanita ini sangat cantik. Dengan wajah polosnya, wanita itu sanggup membuat Ethan terpesona, dan ingin segera melumat lagi bibir merahnya itu.
"Siapa yang mau macam- macam dengan perempuan yang ngiler di bantal!" jawab Ethan berkebalikan dengan apa yang sebenarnya dia rasakan.
Dengan sudut matanya Ethan sekilas melihat bibir mungil kemerahan itu. Pria itu segera teringat perbuatannya terlarangnya semalam. “Sadar nggak ya dia kemarin, kalau aku menciumnya?” tanya Ethan dalam hati. Tapi, tepat setelah Ethan menciumnya semalam, Anna mendengkur keras sekali. “Ah tidak mungkin. Dia tidak mungkin terbangun semalam,” pikir Ethan yakin sambil kembali meneruskan memasaknya.
“Hah, ngiler?” Anna terbelalak saat mendengar ucapan pria yang dijodohkan padanya itu. Tanpa sadar Anna langsung membersihkan mulutnya dengan lengan baju.
"Ish, nggak ada apa -apa di mulutku!" seru Anna marah karena dibohongi.
Ethan mendengus. “Kan tadi malam, sekarang dah kering, nempel di muka jelekmu itu!” ujarnya dengan ketus ke melirik ke arah Anna yang kembali panik membersihkan wajahnya lagi.
"Kenapa aku disini lagi? Tasku dimana?" tanyanya segera mengalihkan perhatian Ethan dari wajahnya yang memerah malu. Wanita itu berjalan sambil mengendus aroma yang semakin membuat perutnya bergetar.
Tetapi pria itu kembali diam saja tidak menggubrisnya. Anna mendengus kesal karena pertanyaannya selalu dianggap tak penting untuk dijawab oleh Ethan.
“Aku,-” tepat Anna mau mengatakan kalau dia mau pulang, Ethan mendongak dan membiusnya dengan tatapannya yang teduh.
"Aku sudah berulang kali membangunkanmu, ternyata Pesanggrahan Indah ada banyak, aku tidak tahu alamat lengkapmu," jawab Ethan sambil meletakkan piring di meja dapur.
Anna yang sedang berdiri di samping meja itu segera menarik keluar kursi putih di sampingnya lalu duduk dengan kaki terangkat di kursi. Wanita itu menekuk kaki dan menaruh dagunya di atas lututnya.
Meja dapur Ethan dari kayu yang berwarna coklat gelap. Sedangkan kaki-kakinya dari besi berwarna hitam. Sama dengan berbagai perabot dapurnya yang luas ini. Pria itu lalu mematikan kompor untuk mulai makan.
Mata Anna langsung membesar ketika melihat makanan di hadapannya. Perutnya sungguh berdendang setelah kemarin dia juga tidak ada selera makan walaupun banyak makanan melimpah di hadapannya. Anna tak menyangka pria itu akan memasak, Anna bahkan berpikir kalau pria manja di hadapannya itu pasti mempunya chef dan selalu meminta makanan aneh- aneh khas orang kaya untuk sarapan paginya. Namun yang paling tidak masuk di akal adalah kalau pria itu juga akan menyiapkan sarapan untuknya.
'Wah ternyata Ethan ternyata baik sekali mau memasakkan makanan untukku,” pikir wanita itu dengan polosnya dalam hati. Anna langsung mengambil pisau di sebelahnya dan mengoleskan mentega dan memasukan roti hangat itu ke mulutnya. “Ah … enaknya!” seru Anna dengan mulut penuh.
"Pesanggrahan Indah Raya," ucapnya sambil mengunyah roti panggang. Ethan yang mendengar bunyi mengunyah yang tidak semestinya ada, segera menoleh dan mendengus kesal saat kecurigaannya benar.
"Itu makananku," ucap Ethan dingin menatap Anna dengan kesal.