Bab 6 Dia Tunanganku
Di tengah kebingungan dan kehebohan karena Opa Jacob meninggal, seketika tiba- tiba saja, Anna sudah berada di tengah ruang duka. Kesigapan Daniel, sekretaris opa memang menakjubkan.
Dalam sekejap Anna berada di ruang duka Opa Jacob sangat mewah. Opa disemayamkan di tengah ruang besar, dengan tirai berenda-renda, karangan bunga, lampu kristal dan lilin di mana- mana. Makanan mewah disediakan di salah satu sisi ruangan sehingga orang -orang yang datang untuk menyampaikan rasa belangsungkawa dapat makan sepuasnya, karena selalu diisi lagi oleh pihak katering. Banyak yang membawa rangkaian bunga, sampai penuh dipajang di sepanjang jalan masuk ke ruang duka.
Namun yang membuat anak kebingungan adalah suara riuh yang ada. Anna memandang ke sekitarnya. Seharusnya ini adalah ruang duka, ada yang tertidur selamanya di tengah ruangan, mereka dalam suasana berduka, tapi orang yang datang tidak ada yang benar- benar berduka. Mereka malah saling sibuk menegur seakan berada dalam reuni. Bahkan tidak ada yang merasa aneh saat mereka saling bercanda dan tertawa, tanpa menghiraukan satu- satunya keluarga Opa Jacob yang berdiri tegap dengan wajah kaku.
Hanya sosok itu yang terlihat terpukul, wajahnya mengeras seperti patung. Ethan tiba- tiba sudah mengenakan kaos polo hitam berkerah dengan celana panjang hitam. Terlalu sederhana untuk seorang Ethan Samuel. Tapi, tanpa Anna sadari, dia telah memperhatikan pria itu dari tadi. Saat semua orang datang untuk mengucapkan turut berduka cita, dia hanya mengangguk kembali membeku menatap Opa yang tertidur selamanya. Sedangkan Anna duduk jauh di pinggir sisi ruangan, memperhatikan Ethan dengan bebas. Ada kalanya hatinya bergetar melihat pria itu memaksakan diri untuk berbasa- basi. Ethan sudah lelah, sudah saatnya pria itu istirahat, sebenarnya. Bukan lelah tubuh saja, tapi perasaannya, pasti sangat berat kehilangan keluarga satu- satunya.
Ketika malam semakin larut, Anna melirik jam tangannya. Jam itu menunjukkan kalau sudah hampir jam 12 malam. Anna beringsut dan perlahan berdiri sambil meregangkan tubuhnya yang pegal karena terlalu lama duduk. Sudah malam, sebaiknya dia pulang, toh tidak ada apa- apa lagi yang dapat dia lakukan.
Ethan yang sedang termenung tiba -tiba seakan tersadar ketika melihat sosok berambut coklat itu berdiri. “Pasti dia sudah mau pulang! Dasar bodoh, dia pikir jam berapa sekarang mau pulang sendiri?” ujar Ethan dalam hati lalu segera berdiri untuk mendekati Anna.
Namun, tiba- tiba datang wanita cantik berambut sebahu dengan pakaian yang sangat tidak cocok dengan suasana duka, gaun panjang putih yang berpotongan sangat rendah sehingga memperlihatkan keseksian tubuh wanita itu yang sangat ketat dengan corak bunga-bunga merah dan ungu besar.
Wanita itu sangat cantik dengan polesan make-up yang sempurna, dia berlari masuk tanpa menoleh kanan kiri dan langsung menuju Ethan. Wanita itu langsung menjadi pusat perhatian karena gelagatnya yang begitu histeris. Wanita itu mendekati Ethan yang pandangannya masih tertuju pada Anna dan langsung memeluknya dengan erat.
"Ethan!" pekiknya tertahan memeluk Ethan dengan penuh kehebohan. "Aku baru tahu, Opa,-" ucapnya melepas pelukan lalu memandang Opa Jacob, dia lalu menangis.
Anna yang tadi sedang mengenakan tas untuk pergi meninggalkan ruang duka itu seketika terdiam dan tertegun menatap mereka dengan perasaan aneh.
“Pasti wanita itu adalah pacarnya,” gumam Anna dalam hati sambil segera mengalihkan perhatiannya ke arah pintu, yang kini dipenuhi oleh orang -orang yang mau melihat bahan gosip terbaru karena Ethan berada dalam pelukan wanita itu.
Anna tidak mengerti Perasaan aneh yang melanda dirinya, bahkan perutnya pun terasa melilit. Yang jelas pemandangan itu membuatnya tidak nyaman. Keputusannya untuk pulang memang sudah tepat, lalu wanita itu segera menyibak orang- orang yang ingin tahu dan membuka pintu keluar ruang duka.
"Kamu tak perlu kemari, Leonna," ucap Ethan dingin, dari tadi pria itu memang tidak membalas pelukannya tapi, dia juga tidak menepis pelukan wanita itu. Pria itu sedang tidak mau berdrama. Sebaiknya wanita itu segera pergi, sudah cukup kehebohan yang diakibatkannya.
Leona mencoba meraih Ethan lagi, tapi pria itu segera menghindar, matanya malah mencoba mencari sosok mungil yang tadi menjadi pusat perhatiannya, wanita itu sudah berhasil menyusup di antara orang dan sedang mendorong pintu.
“Dasar cewek keras kepala!” Ethan segera berjalan cepat untuk menghentikan wanita itu. Gerakan Ethan itu membuat kehebohan dari pada pelayat yang segera membuka jalan untuk Ethan. Pria itu segera menarik tangan Anna dengan kasar.
"Kamu mau ke mana?" tanyanya cepat. Anna begitu terkejut sehingga dia tidak bisa menjawab untuk sesaat. Bola mata coklat mudanya membesar karena kaget seluruh isi ruang duka memperhatikan Anna seakan menunggu jawabannya.
"Ya aku ... aku mau pulang lah, kemana lagi! Lepasin ah ... sakit!" serunya sambil menggoyangkan tangannya mau melepaskan pegangan tangan Ethan yang mencengkram erat pergelangan tangannya. Mata Anna yang bulat kecoklatan menatap Ethan dengan kening berkerut sebagai tanda protes. Ethan tak melepaskan tangannya sama sekali, cengkraman tangan Ethan malah semakin erat dan menyakiti tangan Anna.
"Sudah malam, kamu nggak boleh pulang," desis Ethan dengan penuh rasa kepemilikan dan menyeret Anna kembali masuk ke dalam. Dengan kasar Ethan segera mendudukkannya ke kursi yang tadi dia duduki, persis di sisi peti mati Opa yang berwarna putih. Anna terhenyak kaget dengan kesal, kini semua pasang mata menatapnya dengan penuh curiga. Anna seakan sedang diperhatikan dengan stetoskop. Dengan gugup wanita itu menunduk dan memainkan ujung bajunya.
Wanita berbaju terbuka itu juga terkejut menatap Anna dengan tatapan mengejek lalu kembali ke Ethan.
"Siapa dia?" tanyanya dengan nada mencemooh. Anna baru saja ingin menjawab wanita yang sepertinya langsung menjadikannya musuh, tapi tiba -tiba Ethan merangkul pundak Anna, sehingga membuat kepala Anna menempel pada perutnya. Jantung konyol Anna segera berdebar kencang karena sentuhan pria itu.
"Dia tunanganku," jawab Ethan dengan sinis. Suaranya tegas dan tak ada ragu. Leona membulatkan matanya dan menatap Ethan dengan tidak percaya. Wanita itu terkesiap kaget dan segera menggelengkan kepalanya yang cantik.
"Bohong!" jerit wanita itu segera menyangkal.
Anna juga segera mengerutkan keningnya dan langsung memandang protes ke arah Ethan. Dia tak mau menjadi alat kedua kekasih yang sedang bertengkar. Kalau melihat gelagat mereka berdua, sudah jelas mereka pasangan kekasih yang sedang bertengkar.
“Kamu bohong!” jerit Leonna dengan heboh sambil ingin meraih kerah baju Ethan, tapi pria itu segera menghindar sehingga wanita itu hanya bisa menangkap angin, dan tersungkur di depan Ethan. Napas terkesiap serempak terdengar dari penonton di sekitar mereka.
Anna segera dengan polosnya berdiri dan ingin membantu wanita itu berdiri namun pundaknya kembali didorong Ethan agar dia tetap duduk di kursinya. Pria itu malah melipat tangannya dengan tenang di depan dada. Bulu halus di sekujur tubuh Anna seketika berdiri ketika melihat pria itu tersenyum senang.
“Rasakan!” ujarnya Ethan dengan penuh kepuasan. Anna begitu terfokus dengan reaksi Ethan kepada wanita itu sampai tidak memperhatikan ada pria lain masuk.
Langkah kakinya panjang dan pasti. Pria itu tinggi dengan wajah bersegi yang tampan bak model di majalah. Rambutnya yang bergelombang panjang coklat keemasan berayun saat dia berlari cepat. Bola mata coklat madunya terlihat marah saat menatap ke arah Ethan dan langsung meraih tangan Leona dengan paksa. Tanpa berkata apa -apa dia menarik Leonna yang mulai menjerit- jerit histeris, keluar dari ruangan duka.
"Bohong! kamu bohong Ethan!" jerit Leona saat diseret paksa keluar. Membuat Ethan semakin puas karena jelas kata- katanya telah membuat Leona terganggu. Ethan saat itu menjadi sosok yang berbeda lagi di mata Anna yang begitu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi di hadapannya.
"Si- siapa dia?" tanya Anna masih menatap kehebohan yang mereka buat dengan kening berkerut sampai hilang dari pandangan. Karena terlalu bingung, Anna sampai tidak sadar kalau dari tadi Ethan masih merangkulnya. Seketika itu Anna segera melepaskan diri dari rangkulan Ethan. Pria itu mendesah tajam lalu mengusap rambutnya ke belakang sambil mengerang.
"Bukan siapa- siapa," jawabnya ketus sambil memegang lehernya lalu mendesah kesal saat menyadari kalau tadi dia baru memberikan tontonan seru pada para pelayat. Ethan memaki dalam hatinya lalu perhatiannya kembali ke opa yang terbujur kaku di peti jenazah. “Vanke!”
Anna baru saja mau protes dengan ucapan Ethan tadi, ketika Daniel datang dengan wajah panik.
"Maaf saya tadi sedang ke toilet, saya minta maaf." ulangnya dengan wajah bersalah. Ethan mendengus kesal sambil melotot ke arah Daniel.
"Lain kali, jangan biarkan dia masuk! Bikin heboh aja, beritahu anak buahmu juga, siap- siap beli cerita dari wartawan. Aku nggak mau ada gosip nggak jelas yang bisa merusak harga saham perusahaan kita!" Ethan terlihat menahan emosinya dengan menggenggam tangannya sampai putih. Daniel segera mengangguk mengerti dengan cepat lalu pergi meninggalkan mereka berdua.
Ethan melangkah menuju peti dan entah kenapa Anna ikut bangkit dan mereka berdua kembali memandang opa yang terlihat tertidur dengan damai. Masing- masing sibuk dengan pikiran mereka masing- masing. Ketika jemari mereka hampir bersentuhan di tepi peti jenazah,Ethan perlahan mengalihkan perhatiannnya kepada Anna yang masih memandangi Opa dengan tatapan sedih.
“Wanita bodoh, memangnya siapa opa ini sampai dia ikut merasa sedih? Sebentar lagi, dia juga pasti akan pergi dan meninggalkan aku” desah Ethan dalam hati. Namun secepat itu juga Ethan tersadar dengan pikiran gila yang barusan dia pikirkan. “So What? Dia memang bukan siapa- siapa, jadi wajar kalau dia pergi. Dia memang harus pergi!” desis Ethan lagi dalam hatinya dengan marah. Wanita ini mulai mengacaukan pikiran warasnya. Anna bukan siapa- siapa. Setelah Opa pergi untuk selamanya, tak ada alasan bagi mereka untuk tetap bersama kan?
Merasakan tatapan Ethan, seketika jantung Anna berdebar kencang. Wanita itu mendongak dan semua pertanyaan yang dia mau tanyakan seakan menguap dan menghilang tertahan di tenggorokannya yang tercekat. Tatapan mata gelap Ethan begitu teduh dan terasa menyedihkan yang membuat Anna ingin memeluknya karena kasihan. Tetapi pandangan itu hanya sesaat, pria itu seketika kembali menatap Anna dengan dingin.
"Kamu mau pulang?" Suaranya dingin seakan pria itu mengusir Anna menjauh darinya. Anna segera menggertakkan giginya. “Jelas aku harus pulang, tadi aku juga mau pulang, tapi tangan pria aneh ini yang tiba- tiba yang merangkul dan memaksa aku untuk tetap tinggal di sini kan?” desis Anna protes dalam hati dengan kesal karena sekarang tiba- tiba saja gaya Ethan yang kembali jijik kepadanya.
"Iya, dah hampir jam satu," sungut Anna kesal setelah melihat jam tangannya. Seharusnya dia sudah pulang dari tadi, buat apa dia ada disini lama- lama. Ethan memandang ke kumpulan orang asing yang terus datang untuk mengucapkan belangsungkawa, kawanan penjilat dan pencari muka semua, memangnya mereka pikir dengan mereka datang tengah malam begini, Ethan akan tersentuh. Pria itu sungguh tau kalau mereka itu sedang mencari perhatiannya dengan isak tangis bohong mereka semua. Benar- benar tidak ada gunanya juga dia berlama- lama disini.
"Ayo!" ucapnya lalu pergi meninggalkan peti opa. Anna yang sedang menatap ke arah opa segera berdiri dengan kaget dan mengikuti langkah kaki Ethan yang panjang- panjang dengan terbirit- birit. Wanita itu memperhatikan kalau Daniel segera menunduk saat mereka lewat.
Anna kembali menggertakkan giginya dengan kesal. Kelakuan Ethan membuat sisa tamu yang ada menatapnya dengan pandangan curiga. Dengan cepat wanita itu berlari mendekati Ethan yang berjalan di depannya. Tatapan mata tamu lain serasa sedang mencari kesalahannya itu tiba- tiba membuat Anna merasa sesak.
Ketika mendekat ke arah mobil Anna berdiri dengan bingung. Ethan menyipitkan matanya dengan kesal ke arah Anna. “Tunggu apa lagi, masuk!” perintah pria itu dengan tegas. dengan tersentak Anna segera masuk ke mobil. Begitu Anna selesai memakai sabuk pengaman, mobil sport itu segera mengaum pergi.
Setelah beberapa lama berjalan dalam keheningan, Anna memberanikan diri untuk bertanya kepada pria berwajah kaku di sebelahnya. "Kamu mau antar aku pulang?" tanya Anna dengan takut -takut, karena wajah Ethan yang masih membeku.
Ethan mendengus tak menjawab malah semakin menekan pedal gas mobil sehingga mobil melaju dengan sangat cepat meninggalkan komplek rumah duka yang satu area dengan rumah sakit.
“Pertanyaan tidak ada guna, buat apa lagi mereka di mobil, kalau bukan untuk mengantar dia pulang,” gerutu Ethan dalam hati dengan kesal. Kadang wanita di sebelahnya bodohnya benar- benar tidak tertolong. Lagipula, hari sudah sangat larut, Anna juga terlihat sangat letih, tidak mungkin Ethan membiarkannya pulang sendiri.
Anna menunggu jawaban Ethan, namun lagi- lagi dia tidak dijawab. Wanita itu mendengus sebal sambil menggertakkan giginya. Tapi, karena Anna sedang enggan bertengkar dan lagi pula hatinya juga masih sedih karena opa yang pergi mendadak, Anna jadi hanya mendiamkan kelakuan Ethan lalu memandang ke arah jendela memandangi pohon dan lampu kota yang semakin lama semakin tidak jelas karena cepatnya Ethan menyetir mobil.