Bab 9 Sepatu 15 Juta
Tak lama Anna keluar dengan wajah cemberut. Dengan rambutnya masih agak basah, dan wajah segar, seketika pria itu dibuat terpesona melihatnya. Saat gaun itu datang, Ethan sedikit mengeluh karena gaun- gaun pilihan Daniel yang menurut Ethan terlalu biasa. Tapi, ternyata dengan gaun sederhana itu, Anna bisa terlihat cantik sekali.
Ethan tadinya mau mengejek untuk mengalihkan karena dia tertangkap basah tadi, tapi saat wanita itu muncul, tiba- tiba Ethan kehabisan kata- kata ejekan. Bagaimana bisa walaupun wajahnya polos tidak memakai make-up sama sekali, dia bisa tampil cantik rupawan?
Seingat Ethan dulu, Leona– wanita yang menyeruduk masuk ke ruang duka kemarin, selalu saja menghabiskan banyak sekali waktu di depan cermin untuk bersolek. Tapi wanita yang cemberut di depannya ini sepertinya langsung keluar dari kamar ketika selesai memakai baju, bahkan rambutnya pun sepertinya tidak disisir.
"Dasar kamu mesem!" sembur Anna marah menatap ke arah Ethan. “Aku harusnya tidak pernah percaya sama kamu!” desisnya lagi. Bola mata keemasan milik wanita itu melotot tajam ke arah Ethan, tapi yang pria itu bisa perhatikan adalah bibirnya yang memerah alami “Menggemaskan,” desah pria itu dari dalam hati.
"Kenapa jadi mesum?" tanyanya sambil menyesap kopi– cangkir kedua dalam hari ini.
"Ish, aku lihat tadi kamu ngintip!" tuduh Anna sambil menghentakkan kakinya yang polos. Ethan segera mendengus mengejek.
"Ish, sudah aku bilang, aku tuh nggak akan pernah tertarik dengan anak kecil," jawab Ethan menghabiskan kopinya berkebalikan dengan apa yang Ethan baru bayangkan tadi dengan bibir Anna. “Memangnya aku pedafil,” ujar pria itu sambil tertawa kecil yang membuat Anna semakin merasa di hina.
"Aku ganti baju, itu kamarku juga." Ethan duduk tegak setelah meletakkan cangkir kopinya yang sudah kosong. Pria itu menggertakkan rahangnya yang kokoh sambil menatap ke arah Anna dengan tatapan menantang.
Ditatap seperti itu, membuat Anna menelan ludahnya. Wanita itu memajukan bibirnya lagi tanda tidak suka, tapi tidak bisa berkata apa-apa lagi karena apa yang Ethan katakan benar. Dia akhirnya hanya bisa duduk di hadapan Ethan dengan wajah masam.
"Sepertinya kamu cocok juga mengenakan pakaian wanita dewasa," ujar Ethan mencoba mencairkan suasana. Wajah Anna terkejut mendengar pujian terselubung dari Ethan. Ada senyuman tipis yang muncul walau segera hilang kembali ketika Anna menyadari kalau Ethan masih memperhatikannya.
"Ah baju begini saja," jawabnya sambil menyentuh bahan menerawang di lengannya. Wanita itu berusaha agar tidak terbuai dengan pujian Ethan. Namun hatinya sedikit senang karena pria itu tidak menganggapnya bertubuh anak kecil lagi.
"Tapi sepertinya Daniel juga memilihkan pakaian dalam yang tepat untukmu, ukurannya yakin pas tidak kegedean?" tanya Ethan iseng hanya memancing reaksi Anna dan sekali lagi reaksi wanita cantik itu tidak mengecewakannya.
"Ish, pertanyaan nggak penting," ujar Anna mendengus marah. ada semburat kemerahan muncul di wajahnya yang putih bersih. Dengan cepat wanita itu kembali menutupi dadanya dengan cara menyilangkan tangannya. Ethan mendengus geli sambil berdiri. Wanita ini sangat menyenangkan untuk digoda, reaksinya sangat menggemaskan.
"Ayo kita berangkat, ini sepatumu." ucapnya melempar kotak sepatu ke lantai. Ethan terkejut karena bunyinya keras sekali, sebenarnya ia tidak bermaksud untuk melempar sekeras itu, tapi ternyata sepatunya berat. Walau sedikit menyesal, Ethan tak mengatakan apa- apa. Seorang Ethan Samuel tak pernah mengucapkan maaf.
Jantung Anna seakan berhenti berdetak saat kotak besar itu jatuh di hadapannya. Wanita muda itu seakan diperlakukan seperti pengemis yang dilempar makanan ke lantai. Anna melirik tajam ke arah Ethan karena kesal tapi tak mengatakan satu kata apapun.
"Kenapa? Takut ukurannya salah? Aku suruh Daniel membeli 3 ukuran itu disusun disitu. Aku hanya mengambil ukuran yang paling kecil saja, pasti pas buat badan seperti anak- anak seperti kamu itu.” Ethan mencoba menutupi kesalahannya dengan berkata lantang dan kasar karena Anna hanya diam saja.
“Kalau aku sampai salah, kamu bisa pilih ukuranmu di situ!" lanjut Ethan lagi dengan salah tingkah sambil menunjuk susunan sepatu di samping sofa karena Anna tetap tidak berkata apa- apa. Bola mata bulatnya masih menatap Ethan dengan kesal. Wanita itu menggigit bibir bawahnya untuk menahan perasaan dongkolnya, namun perbuatan itu malah membuat Ethan teringat akan ciuman nakalnya tadi malam.
"Aku akan pakai sepatuku saja!" seru Anna keras kepala lalu mencari sepatunya. Sudah cukup pria ini merendahkannya terus menerus. Tapi setelah berkeliling, sepatunya sama sekali tak terlihat.
"Di mana sepatuku?" tanya Anna sambil memandang Ethan dengan curiga. Ethan mengangkat bahunya berlagak bingung dan segera berjalan keluar rumah menuju mobil. Anna mengerang kesal. Amarahnya semakin naik ke ubun - ubun. “DASAR ETHAN JELEK!” makinya dengan kesal dalam hati.
Tapi, sesungguhnya, pria itu sangat tahu sepatu Anna di mana. Sepatu wanita itu ada di mobil karena semalam saat dia menggendong Anna masuk, sepatu itu sudah tidak ada. Ethan tahu kali ini dia sangat kekanak- kanakan karena menyembunyikan sepatu Anna, tapi entah kenapa, dia ingin Anna mengenakan semua barang -barang yang dia sudah belikan. Dengan secepat mungkin Ethan segera mengambil sepatu wanita itu dan menaruhnya di bagasi mobil agar Anna tak melihatnya.
Ethan menyalakan mobil tapi Anna tidak kunjung keluar rumah. Entah apa yang dilakukan wanita itu di dalam. Dengan kesal Ethan menekan harga dirinya dan segera masuk kembali untuk menjemputnya dengan wajah memerah karena menahan emosinya.
Ketika Ethan masuk wanita itu sedang berusaha mengenakan sepatu yang Ethan lempar tadi. Keningnya berkerut dengan bibir maju karena terlalu berkonsentrasi.
Sepertinya kali ini Ethan tidak salah memperkirakan ukuran kakinya. Anna memang memakai ukuran paling kecil. Dia mencoba berdiri dengan hak tinggi yang seperti jarum itu. Baru mau berdiri saja wanita itu segera mau jatuh dan segera berpegangan pada meja pajangan di dekatnya.
"Ayo, kamu ngapain sih lama sekali!" ucap Ethan kasar lalu mendekatinya. Dengan mengenakan sepatu hak itu, kaki Anna jadi semakin terlihat jenjang dan bokongnya juga menjadi naik, tapi wanita itu berdiri dengan limbung. Dengan perlahan wanita itu melepaskan tangan dari pegangannya dengan wajah berkerut- kerut.
"Ada apa lagi?" tanya Ethan heran karena Anna tidak juga berjalan. Dia malah meregangkan tangannya untuk menjaga keseimbangan. "Orang ini, disuruh buru- buru malah sok jadi burung," dengus Ethan dalam hati.
"Engg,-" Anna mendesah dengan enggan. Dia melangkah tertatih -tatih karena masih harus membiasakan diri.
Sambil mendengus Saat Ethan memperhatikan wanita itu berjalan mendekatinya.
"Dasar anak kecil, jalan aja masih seper,—" Belum selesai Ethan berbicara Anna tiba-tiba saja merangkul tangannya.
Sontak Ethan menjauh karena kaget akan sentuhannya. Jantungnya tiba-tiba berdebar kencang. Ethan sampai bingung dengan reaksi tubuhnya yang begitu norak bereaksi hanya dengan sentuhan Anna.
Tetapi, karena gerakannya yang tiba-tiba, Anna hampir jatuh. Wanita itu memaki dalam hati. "Senajis itu saja kah sentuhanku sampai dia kabur seperti itu?" erang Anna mendengus dengan kesal dalam hati.
"Kamu emang nggak pernah pakai sepatu hak ya?" tanya Ethan dengan heran setelah berhasil mengendalikan debaran jantungnya. Pria itu mendongakkan dagunya dan berjalan perlahan mendekati Anna.
Wanita itu menghela napas panjang dengan penuh kekesalan. Kakinya terasa sakit karena sepatu ini terasa tidak nyaman dan terjepit.
"Pernah, tapi tidak segini juga tingginya dan bukan yang model stiletto seperti ini," ungkapnya jujur.
Ethan menatapnya tidak percaya lalu mendengus kesal sambil mengusap rambutnya ke belakang.
"Kamu tuh perempuan atau nggak sih. udah persis anak kecil, jangan- jangan kamu masih nggak punya KTP? Stiletto aja masa nggak pernah pake?" tanyanya dengan menghina.
"Stiletto itu susah dipake tau, aku paling nggak suka yang ribet, sini lenganmu, aku harus pegangan," ujar wanita itu dan tanpa basa- basi langsung seenaknya menarik tangan pria di hadapannya itu.
Entah kenapa, Anna sama sekali tidak canggung merangkul Ethan. Wanita itu dengan santai merangkul dan bersandar pada Ethan sedangkan pria yang sok galak itu malah kembali berdebar- debar seperti orang bodoh.
…
Di upacara penguburan, jumlah pengantar semakin sedikit, semakin terlihat jelas siapa saja yang benar- benar peduli dan berduka.
Opa adalah pria yang baik namun jarang terlihat, sehingga hanya sedikit yang benar- benar mengenal pria tua itu.
Sedangkan Ethan selalu melakukan segala sesuatunya dengan seenaknya, sehingga sepertinya buat Ethan lebih banyak yang membencinya yang kasar daripada peduli dengan Ethan.
Tapi, sesungguhnya Ethan tak peduli. Mereka sebenarnya seperti semut yang mengerubungi gula, ketika gulanya habis, semut -semut itu semua juga akan pergi.
Anna memandang Ethan seuntai rambutnya yang panjang jatuh menutupi matanya yang sendu. Tadi saat di rumah dia terlihat berlagak berkuasa. Melihat kesedihan yang sangat kentara si wajah pria tampan itu sepanjang upacara penutupan peti, Anna baru menyadari kalau Ethan begitu rapuh karena ditinggal opanya.
Ethan memandang kubur Opa-nya yang baru. Pria itu telah tenang, pergi untuk selamanya. Tapi, kini Ethan jadi benar- benar sendirian tanpa ada keluarga. Pria itu sudah enak di sana, sedangkan sekarang semua harus Ethan lakukan sendirian di sini.
Tapi tepat disaat dia berpikir seperti itu, wanita di sampingnya tiba- tiba menautkan jemarinya diantara jemari Ethan, dan lalu menyandarkan dirinya di lengan Ethan. Tanpa bicara tanpa mengatakan kata hiburan kosong yang telah bosan Ethan dengar. Hanya itu saja, tapi itu anehnya seketika menenangkan Ethan dan menghiburnya.
Anna hanya butuh sandaran ketika seketika lututnya terasa lemah melihat kubur basah Opa. Kenapa kehidupan begitu cepat pergi, bahkan sebelum Anna bisa mengenal Opa yang mudah tersenyum itu? Tubuh hangat di sebelah Anna sangat nyaman untuk dijadikan sandaran. Lengan pria itu sudah menuntunnya sepanjang hari sehingga tanpa terasa Anna kembali bersandar untuk mengandalkan kekuatannya.
…
Awalnya Anna hanya mau bersandar sebentar, tapi setelah menggandeng tangan Anna, pria itu tak melepaskan genggamannya.
Banyak orang yang berdesis rendah saat mereka berjalan berdua, sehingga Anna ingin melepas tangannya, Tapi Ethan malah semakin menggenggam jemarinya hingga terasa sakit.
"Sakit." Anna menoleh ke arah Ethan untuk mengeluh kepadanya, tapi sepertinya pria itu tidak mendengar. Pandangan pria itu terpaku pada gundukan tanah yang kini sepenuhnya tertutup dengan kelopak bunga berwarna putih.
Rahangnya mengeras seakan dia menggertakkan giginya sepanjang pemakaman. Anna akhirnya menghela napas dan membiarkan Ethan memegang tangannya walau pria itu masih menyakitinya.
Setelah pemakaman, dengan masih menggandeng tangan Anna, Ethan membawa tunangannya itu masuk ke dalam mobil. Pria itu diam sepanjang perjalanan. Saat Anna sadar, ternyata mereka sudah sampai di keluaran tol Ciledug.
"Kemana?" tanyanya mengagetkan Anna yang masih melihat ke sekelilingnya. Anna segera memberitahukan jalan menuju rumahnya. Ethan mengikuti setiap instruksi Anna, tapi masih menutup mulutnya rapat-rapat. Keheningan ini membuat Anna merasa canggung, dia lebih suka Ethan yang marah- marah atau mengejek.
"Eh, kelewatan!" teriak Anna menatap gang rumahnya yang terlewat. Entah melamun atau bagaimana, tapi walaupun Ethan sudah diberitahu untuk berhenti, dia bergeming dan tak berhenti.
Namun, tiba -tiba saja dia malah meminggirkan mobilnya di pinggir jalan, jauh dari gang rumah Anna, lalu parkir.
"Kenapa berhenti di sini, jauh banget, aku kan harus jalan pakai sepatu jelek ini!" keluh Anna sambil menendang sepatunya.
"Cih, sepatu jelek itu harganya 15 juta," jawab Ethan dengan dingin.
"Hah?" Anna mendelik dan mengangkat sepatu itu hati-hati seperti mengangkat telur ayam.
Anna segera mengamati sepatu itu, terlihat biasa saja, berwarna hitam, dari bahan kain, dan ada hiasan batu di tengahnya. "Apa ini berlian?" tanyanya dengan bingung di dalam hatinya.
"Buat apa sepatu diangkat- angkat? Kotor!" Ethan segera memukul sepatu itu sehingga jatuh ke bawah.
"Iiih, jangan nanti rusak!" Anna mendelik kepadanya lalu kembali mengambil sepatu itu dari lantai mobil. Wanita itu segera mengelus sepatu itu dengan penuh kasih sayang, seperti mengelus seekor anak kucing.
"Haish, dasar cewek aneh! Sepatu kotor malah dielus- elus, tadi katanya jelek?" tanya Ethan mendengus menatap ke arah Anna dengan tatapan jijik.
"Itu kan sebelum aku tahu kalau ini harganya 15 juta," jawab Anna dengan jujur. Ethan kembali mendengus.
"Ya udah, pake sekarang kamu mau turun atau nggak sih? Atau kamu mau ikut ke rumahku lagi?" Pria itu tersenyum miring menatap Anna yang segera merinding.
Anna langsung mencari tasnya, tapi baru ingat kalau tasnya tidak ada. "Tasku ada di rumahmu, sepatuku juga hilang entah kemana," ujar Anna mengeluh sambil memandangnya dengan kesal.
"Ah, anggap saja semua isi tasmu dan sepatumu itu ditukar dengan gaun dan sepatumu ini sekarang," jawab Ethan seenaknya.
"Ada handphoneku di situ." Anna melipat tangannya di dada, menyesal karena bisa- bisanya melupakan hal sepenting itu.
"Mau beli dulu yang baru?" tanya Ethan santai seakan membeli handphone itu sama dengan membeli gorengan.
Anna mendesis muak dengan gayanya yang sok kaya itu. “Memang dia kaya sih, tapi seharusnya dia tidak bicara lebai seperti itu, dasar sombong!” pikir Anna memaki dalam hati.
"Dah lah aku turun aja sekarang, buka kuncinya!" Anna mendelik ke arah Ethan. Di luar dugaan pria itu patuh pada perinta Anna. Pria berambut hitam itu segera membuka kunci pintu mobilnya dan melompat keluar dari mobil. “Cih! buat apa dia yang malah keluar?” desis Anna mencibir lalu dengan susah payah mengenakan sepatu 15 juta itu.
Namun, tiba- tiba Ethan membuka pintu buat Anna. "Lama amat!" keluhnya dengan kesal. Pria itu menepis rambutnya yang jatuh di pelipis. Rambut tebalnya terbang karena terkena angin. Anna terperangah sebentar karena kembali mengakui kalau calon suaminya itu memang tampan.
“Haish kenapa dia harus cakep banget sih!” keluh Anna sambil berusaha menghilangkan debar jantungnya yang kencang.