Bab 15 Dia Tidak Setampan Kakakku
"Ceritanya panjang," jawab Fabian sambil menghela napas.
"Tidak apa-apa. Berhubung sudah kembali, kamu hiduplah dengan baik. Jika ada kesulitan, beri tahu Guru."
Osmond tidak bertanya lebih lanjut, hanya seperti dulu, menepuk bahu Fabian dengan perhatian.
"Ya."
Fabian merasa sedikit terharu.
Selamanya gurunya ini adalah ayahnya.
Setelah ayah dan ibunya meninggal, pria tua di depannya ini adalah satu-satunya orang tua bagi Fabian.
Fabian bisa mengabaikan sikap semua orang. Namun, dia sangat peduli terhadap beberapa orang ini.
"Siapa kedua gadis ini?"
Saat ini, Osmond melihat ke arah Yoana dan Sierra yang ada di sampingnya.
Fabian berkata sambil tersenyum, "Ini adikku dan teman sekelasnya."
"Yoana, ini dosen penanggung jawab di kelas Kakak sebelumnya. Dia adalah guru yang terbaik."
Mendengar hal ini, Yoana dan Sierra buru-buru berdiri, lalu berkata dengan patuh, "Halo, Guru Osmond!"
"Halo!"
Osmond mengangguk, menunjukkan senyum yang sangat ramah.
Melihat hal ini, ada sedikit ketidakpuasan di tatapan Azure. Dia merasa bahwa Guru Osmond pilih kasih.
‘Dulu dia memperlakukan Fabian dengan cara yang berbeda.’
‘Sekarang Fabian sudah menjadi seperti ini, tak disangka sikap Guru Osmond masih sangat baik.’
‘Atas dasar apa?’
‘Dibandingkan Fabian, apa yang kurang dariku?’
‘Sekarang aku adalah presdir dari sebuah perusahaan, pemuda unggulan di Kota Bukit Emas, juga alumni unggulan kampus!’
‘Aku hampir memiliki aset senilai 2 triliun, juga banyak mobil mewah dan vila.’
‘Apa yang Fabian miliki?’
‘Selain berwajah tampan, hal apa yang dia lebih unggul dariku?’
Berpikir sampai di sini, Azure pun menghela napas dan berkata, "Guru Osmond, aku berpikir jarang-jarang teman lama bisa berkumpul, maka aku mengundang Fabian untuk makan bersama. Namun, dia tidak bersedia."
"Benarkah?"
Osmond mengerutkan kening, lalu berkata pada Fabian, "Fabian, kita sudah tidak bertemu selama 10 tahun. Ayo, kita gunakan kesempatan ini untuk mengobrol. Ada beberapa hal yang ingin Guru katakan padamu."
"Baik."
Kali ini Fabian mengangguk, tidak menolak.
...
Dengan cepat, mereka masuk ke Ruang Emperor, ruangan pribadi di lantai atas Ichiban Pavilion.
Ruangan ini layak menjadi ruangan pribadi paling mewah di Ichiban Pavilion, memiliki luas hampir seratus meter persegi, dilengkapi dengan berbagai fasilitas dan ada lima staf yang melayani.
Bisa dikatakan meski tidak memesan apa pun, hanya dengan biaya ruangan ini saja, itu membutuhkan belasan juta!
"Ada beberapa orang yang belum datang. Ayo, kita duduk untuk mengobrol dulu."
Azure bersikap seperti tuan rumah. Dengan tersenyum, dia menyuruh beberapa pimpinan kampus untuk duduk.
Beberapa pimpinan kampus duduk di samping Azure, sambil mengucapkan kata-kata sanjungan.
Dari percakapan ini, Fabian bisa mendapatkan beberapa informasi.
Universitas Bukit Emas sedang membangun sebuah kampus independen di pinggiran kota, dengan biaya konstruksi 400 miliar lebih. Namun, sekarang uangnya tidak cukup, kira-kira masih kurang 60 miliar lebih. Jadi, mereka berharap Azure bisa memberikan sedikit bantuan.
"Apa maksudnya bantuan? Bukankah ini meremehkanku? Sebagai bagian dari Universitas Bukit Emas, aku masih sanggup mengeluarkan 60-an miliar!"
Azure berkata dengan sangat royal.
"Presdir Azure sungguh royal."
"Haha ... Aku tahu masalah ini tak akan menjadi masalah bagi Presdir Azure!"
"Universitas kita sungguh mendidik mahasiswa yang baik!"
Dipimpin oleh Ted, beberapa pimpinan kampus terus menyanjung.
Shinta, yang duduk di samping, juga menatap Azure dengan tatapan berbinar.
60-an miliar bukanlah nominal yang kecil.
Bisa sekaligus mengeluarkan uang tunai sebanyak itu, cukup menunjukkan kemampuan Azure saat ini.
Sebelumnya, Azure terus mengejarnya, tapi dia ragu-ragu, berencana untuk mengamati dulu.
Namun, sekarang melihat hal ini, Shinta merasa bisa mencoba berpacaran dengan Azure.
"Haiz! Kalian jangan membuatku merasa malu. Aku hanya melakukan hal yang sudah seharusnya," kata Azure dengan pura-pura rendah hati.
Saat bicara, dia juga diam-diam melirik Fabian.
Melihat Fabian sedang menatapnya, dia merasa sangat senang.
Hahahaha!
‘Fabian, sekarang seharusnya kamu tahu perbedaan di antara kita, ‘kan?’
‘Aku bisa mengeluarkan 60-an miliar dengan mudah!’
‘Bagaimana denganmu?’
‘Sekarang kamu belum tentu bisa mengeluarkan 6 juta lebih, kan?’
Beberapa pimpinan kampus memperhatikan tatapan Azure. Mereka ikut melirik Fabian, tapi segera menarik kembali tatapan mereka.
Dia hanya orang biasa, tidak layak bagi mereka membuang-buang waktu untuknya.
Itu karena Azure mengundangnya.
Jika tidak, orang biasa seperti Fabian tidak layak makan bersama mereka.
Melihat kakaknya diremehkan, Yoana merasa tidak senang dan berkata pelan, "Huh! Pandai berpura-pura hebat!"
Saat ini, Sierra berbisik, "Dia bukan pura-pura hebat. Bisa mengeluarkan uang tunai sebanyak 60-an miliar, itu benar-benar hebat. Selain itu, aku juga pernah mendengar tentang Azure. Dia termasuk dalam sepuluh pemuda luar biasa di Kota Bukit Emas. Mengenai Grup Zure Sky yang baru-baru ini muncul, sepertinya dia yang mendirikannya!"
"Memangnya kenapa? Dia tidak setampan kakakku," gerutu Yoana.
"Uhh ...."
Mendengar perkataan ini, Shinta pun memutar matanya.
Ucapan ini memang benar.
Namun, di dunia ini, wajah tampan tidaklah berguna. Yang paling penting adalah kekayaan!
"Sierra, jika kamu harus memilih antara dia dan kakakku, siapa yang akan kamu pilih?" tanya Yoana.
Sierra berpikir sejenak, lalu berkata, "Secara logika, seharusnya aku memilih Azure. Namun, kamu adalah sahabat baikku, maka tentu saja aku akan berpihak pada kakakmu."
"Hehe ...."
Mendengar ucapan itu, Yoana langsung tertawa.
Di samping, Fabian mendengar pembicaraan kedua gadis ini. Dia langsung tak tahu harus bagaimana meresponsnya.
Sierra sungguh orang yang ceria.
Saat ini, Osmond yang duduk di sebelahnya juga berkata, "Fabian, kamu jangan marah. Sekarang Azure memang sangat sukses. Banyak tokoh penting di kota yang memperhatikannya. Jika tak ada kejadian tak terduga, masa depannya pasti sangat cerah."
"Tidak ada hal yang membuatku marah. Dia punya jalannya sendiri, sedangkan aku juga," jawab Fabian sambil menggelengkan kepala.
"Haiz ... ada satu hal yang entah harus Guru katakan atau tidak."
"Guru, katakan saja."
"Sebenarnya, terkadang orang harus belajar untuk melepaskan. Hanya dengan melepaskan, kita bisa mendapatkan. Jika mendapatkan bantuan dari Azure, kamu bisa dengan mudah mengubah kesusahanmu saat ini."
"Guru tahu kemampuanmu, kamu hanya kekurangan tempat untuk mengembangkannya. Kamu pasti lebih paham dari Guru bahwa segala kesusahan akan membuat diri menjadi lebih kuat."
Melihat ekspresi Osmond sangat tulus, Fabian pun terdiam sejenak, lalu berkata sambil tersenyum.
"Guru, jika aku berbuat begitu, apa aku masih Fabian? Lagi pula, sekarang aku tidak lebih buruk dari Azure."
"Haiz!"
Mendengar hal ini, Osmond pun menghela napas dan mengalihkan pembicaraan.
"Apa yang terjadi antara kamu dan Ivory? Bukankah dulu hubungan kalian baik-baik saja? Kenapa berpisah begitu saja?"
"Mungkin ini adalah takdir."
Fabian terlihat sangat sedih.
Seumur hidup ini, selain terhadap orang tua dan adiknya, seharusnya Fabian paling bersalah terhadap Ivory.
Dulu Ivory begitu mencintainya, sama sekali tidak peduli dirinya tak punya mobil maupun rumah.
Asalkan Fabian pergi ke Kota Yogasa untuk mengajukan lamaran pada orang tuanya, Ivory pasti akan menikah dengannya tanpa memikirkan apa pun lagi.
Meski sudah berlalu sangat lama, Fabian masih ingat adegan perpisahan itu.
Malam itu, di depan stasiun kereta Kota Bukit Emas, lampu neon berkedip-kedip.
Ivory merapikan kerah bajunya sambil berbisik, "Fabian, aku akan pulang dulu. Kamu harus ingat untuk datang lebih cepat. Nanti aku akan memberimu kejutan yang sangat besar. Hehe."
Dalam sekejap ....
Sepuluh tahun berlalu!
Sudah sepuluh tahun!
Akhirnya, Ivory tidak lagi menunggu kedatangannya.
"Sebenarnya, baru-baru ini, Ivory datang mencari Guru. Dia bertanya apa Guru pernah bertemu denganmu," kata Osmond.
Hati Fabian bergetar, lalu dia bertanya, "Kemudian?"
"Sepertinya kehidupannya tidak begitu baik. Sudah beberapa tahun tidak bertemu, dia sungguh sudah berubah. Dia sudah bukan gadis muda yang ceria dan menggemaskan seperti dulu."
"Haiz! Guru bertanya apa yang terjadi padanya, tapi dia tak mau mengatakannya. Dia hanya meninggalkan nomor telepon, meminta Guru memberikan nomor telepon ini saat bertemu denganmu lagi, menyuruhmu harus menghubunginya."
Osmond bicara sambil mengambil kertas dan pena, lalu menuliskan sebuah nomor telepon dan memberikannya pada Fabian.