Bab 5 Mengenalkan Pekerjaan
Mendengar adiknya membicarakan dirinya, Julian merasa aneh.
Setelah makan siang dan mengobrol sebentar dengan bibinya, Julian pamit pergi.
"Julian, kamu punya tempat tinggal, ‘kan?"
Anita sedikit khawatir tentang kondisi kehidupan Julian.
"Bibi, jangan khawatir, aku sudah sewa rumah."
Setelah Julian pergi, Ridwan menatap istrinya dengan wajah tegang.
"Anita, lain kali pikir dulu sebelum bicara. Perusahaan itu bukan milikku sendiri, keponakanmu baru keluar dari penjara, ‘kan? Jangan sembarangan menempatkan orang di perusahaanku."
Mendengar ini, Anita langsung tidak senang.
"Memang kenapa? Dia keponakanku. Minta kamu atur pekerjaan untuknya, kenapa tidak bisa?”
Seketika, pasangan suami istri itu mulai bertengkar.
Riana di sebelahnya merasa pusing karena pertengkaran mereka dan langsung keluar rumah untuk bertemu sahabatnya.
Setelah meninggalkan rumah bibinya, Julian pergi ke Komplek Golden.
Itu adalah kawasan area vila.
Ini juga salah satu hadiah yang disiapkan orang tua itu untuk Julian.
Namun, begitu tiba di depan pintu, Julian melihat sebuah mobil off-road melaju dengan cepat.
Dia samar-samar melihat bahwa orang yang duduk di dalam mobil tampaknya adalah Claire.
"Apa dia juga tinggal di Komplek Golden?"
Julian menghela napas, ini benar-benar takdir, dalam sehari bertemu tiga kali.
Ia pun menggelengkan kepalanya, dan langsung masuk.
Vila itu bergaya klasik, dengan tembok merah dan genteng hitam, pilar-pilar berukir, serta dua patung singa batu yang berdiri dengan gagah di depan pintu.
Di atas pintu, terdapat papan nama berlapis emas bertuliskan ‘Jurong Kuasai Dunia’.
Melihat tulisan ini, Julian hanya bisa terdiam.
Ini jelas hasil karya orang tua itu.
Memberinya perusahaan baru ‘Grup Jurong’, dan memberikan vila ini, menunjukkan betapa orang tua itu memikirkan dirinya.
Perasaan hangat muncul di hatinya.
Di sisi lain, Riana mengajak sahabatnya jalan-jalan, dan sekarang sedang duduk di kedai teh susu sambil mengeluh pada sahabatnya.
"Hanna, aku benar-benar kesal, orang tuaku bertengkar lagi."
"Kenapa?"
Hanna Kindey, yang mengenakan rok pendek berwarna kuning muda, memiliki aura yang anggun dan elegan.
Gerakannya saat meminum teh susu terlihat sangat anggun.
"Masih soal sepupuku yang baru keluar dari penjara. Ibuku bersikeras agar dia bisa kerja di perusahaan ayahku, tapi ayahku tidak setuju. Mereka bertengkar sampai membuat kepalaku sakit."
"Oh, soal itu."
Hanna tersenyum tipis.
"Itu mudah, Charlie belakangan ini sedang mendekatimu. Kamu tinggal berikan dia kesempatan, dan dia pasti akan dengan senang hati bantu mengurus pekerjaan untuk sepupumu.”
Mendengar nama Charlie Gulemo, cahaya muncul di mata Riana.
Dia adalah seorang anak konglomerat yang baru-baru ini dikenalnya, kaya raya dan sedang berusaha mendekatinya.
"Apa ini boleh?"
Riana sedikit ragu.
"Kenapa tidak boleh, kalau kamu malu telepon dia, biar aku saja yang telepon.”
Sambil berkata demikian, Hanna langsung mengeluarkan ponselnya.
Setelah berbicara sebentar, dia langsung tersenyum dan berkata, "Riana, Charlie bilang dia sedang di Gym pusat kota. Dia mengundang kita ke sana.”
"Hubungi sepupumu, ajak dia sekalian."
...
Di sisi lain, Julian sedang berdiri di dekat jendela, dan telepon di sakunya berdering.
"Kak Julian, apa sedang sibuk sekarang? Ada sesuatu yang mau aku bicarakan denganmu. Datanglah ke Gym Nice di pusat kota ...."
"Oke."
Julian menutup telepon.
Saat ini dia memang tidak ada kegiatan, dan adiknya ini dulu adalah orang yang paling dekat dengannya.
Setelah meninggalkan Komplek Golden, dia naik taksi menuju Gym Nice yang disebutkan adiknya.
Di pintu Gym, adiknya dan sahabatnya sedang menunggunya.
Melihat Julian turun dari mobil, Riani segera memperkenalkannya secara singkat, dan bersama-sama masuk ke dalam Gym.
Gym itu berada di lantai bawah tanah. Begitu masuk, terdengar suara keras dari perkelahian di dalam.
Di atas ring, dua pemuda mengenakan sarung tinju sedang bertarung sengit.
“Kalian sudah datang.”
Seorang pemuda tinggi berjalan mendekat dengan senyuman di wajahnya.
Tatapannya terhadap Riani menunjukkan ketertarikan yang jelas.
Dia juga memperhatikan Julian sekilas.
"Ini pasti kak Julian ya, soal pekerjaan kak Julian, serahkan saja padaku.”
"Terima kasih banyak," jawab Riana.
"Itu hal kecil, tidak perlu sungkan."
Charlie tertawa terbahak-bahak, sudut mulutnya penuh dengan kepuasan.
Di bangku penonton, beberapa pemuda tampak berbisik-bisik sambil menunjuk ke arah mereka.
"Gadis baru yang disukai Charlie ini cukup cantik. Sepertinya dalam beberapa hari, dia pasti sudah akan dibawa ke ranjang Charlie."