Bab 10 Riana dan Charlie Ke Bar
"Aku punya sebuah museum antik di Jalan Delima, dan kebetulan 3 hari lagi akan ada pameran di sana. Kamu bisa datang dan lihat-lihat. Kalau ada yang kamu suka, langsung saja ambil,” kata Brams, ia terlihat tertarik untuk berteman dengan Julian, menyadari bahwa dia bukan orang sembarangan.
Namun, Julian menggelengkan kepalanya.
Dia tidak ingin menerima barang secara cuma-cuma dan merasa berhutang budi hanya untuk sebuah Giok, dan pria tua ini juga bukan orang yang melakukan bisnis rugi.
“Baiklah, kalau begitu sampai jumpa tiga hari lagi.”
Julian meminta pemilik toko untuk membungkus lukisan itu dan membayar biaya pengerjaan 4 juta.
Pemilik toko merasa sangat menyesal, namun dalam bisnis barang antik ada aturan bahwa harga yang disepakati tidak bisa dibatalkan, jadi dia tidak bisa menyalahkan siapa pun selain dirinya sendiri.
Setelah meninggalkan toko, Julian langsung kembali ke Komplek Golden.
Di sisi lain, Riana dan yang lainnya, datang ke sebuah bar.
Lampu di dalam bar remang-remang.
Begitu Charlie dan teman-temannya duduk, seorang pria botak berusia setengah baya mendekat.
Pria itu berperawakan besar dan kekar, dengan tato naga besar di tubuhnya, tampak sangat berkarakter jalanan.
Hal ini membuat Riana dan temannya merasa sedikit tegang.
Namun, pria itu malah tersenyum ramah dan berkata, "Bukankah ini Tuan Muda Charlie? Kehadiran Tuan di tempatku sungguh membuat tempat ini semakin bersinar.”
Setelah itu, dia meminta pelayan untuk memberikan sebotol anggur terbaik untuk meja Charlie, lalu pergi.
Charlie langsung merasa bangga.
Bahkan Riana mulai memandang Charlie dengan rasa kagum.
“Wah, Charlie benar-benar punya pengaruh besar. Sampai pemilik bar datang menyapa langsung.”
“Ya, setiap kali Charlie datang, pasti menghabiskan puluhan juta. Dia adalah pelanggan terbaik mereka.”
Di tengah pujian orang-orang di sekitarnya, Charlie tidak bisa menahan kegembiraannya.
Dengan cepat, dia mengangkat gelas anggurnya.
"Riana, mari kita bersulang."
"Ayo, minum anggur berdua," ujar beberapa orang di sekitar mereka.
Pipi Riana langsung merah, tapi ia tidak menolak.
Setelah menenggak segelas anggur, Charlie segera menuangkan lagi untuk Riana.
Tak lama kemudian, Riana mulai merasa sedikit pusing.
Pada saat itu, bar mulai semakin ramai.
Seorang pemuda yang sudah mabuk berjalan terhuyung-huyung, dan secara tidak sengaja menabrak Charlie yang sedang berdiri mengangkat gelas, membuat minumannya tumpah ke seluruh tubuhnya.
Charlie marah besar dan memaki, "Kamu buta, ya?"
Pemuda itu juga bukan tipe orang yang penakut, ia pun langsung memaki balik, bahkan mengutuk Charlie sampai delapan belas generasi.
Charlie yang sudah sedikit mabuk, tentu saja tidak bisa mengalah begitu saja, terutama di depan para gadis.
Jadi, dengan emosi yang semakin memuncak, dia menendang pemuda itu hingga terpental lebih dari dua meter.
Charlie memang terlatih dalam olahraga bela diri, dan biasanya, dua atau tiga orang biasa tak bisa mendekatinya.
Pemuda itu terlempar ke lantai, menjerit kesakitan. Setelah beberapa menit, dia berdiri dengan tertatih-tatih sambil berteriak, “Tunggu saja!”
Selesai berkata begitu, dia langsung lari keluar dari bar.
Charlie tidak peduli sama sekali, dan kembali minum anggur dengan bangga.
Namun, dari lantai dua, pemilik bar menatap dengan ekspresi khawatir.
“Lanjutkan minum, lanjutkan bersenang-senang!” Charlie tertawa dengan penuh percaya diri.
Bagi Charlie, seorang pemuda mabuk itu bukan ancaman sama sekali.
Tidak lama kemudian, terdengar suara keras, dan sekelompok pria bertubuh kekar setinggi sekitar 1,78 meter menerobos masuk ke dalam bar.
Begitu mereka masuk, mereka segera memerintahkan pelayan untuk mematikan suara musik, membuat suasana bar menjadi sunyi.
Beberapa staf bar mendekati mereka untuk bertanya, tapi pemilik bar segera menghentikannya.
Tak lama, sekelompok pria itu berjalan langsung menuju tempat Charlie dan teman-temannya duduk.
Charlie dan teman-temannya yang sudah mabuk, tidak menyadari situasi itu.
Baru setelah pria itu sampai di dekat mereka, Charlie akhirnya mengenali pemuda mabuk berambut kuning yang tadi ia pukul.
Namun, ia tidak takut sama sekali, berdiri dan berkata dengan kasar, "Siapa kalian, mau apa? Aku ini juara ketiga kompetisi bela diri.”
Setelah berbicara, dia memamerkan kekuatannya dengan mengayunkan tinjunya.
Beberapa pemuda di sebelahnya juga ikut berdiri.
Di antara mereka banyak juga yang belajar bela diri, jadi mereka merasa yakin dan siap untuk bertarung.
Namun, di saat berikutnya, terdengar suara keras “plak,” sebuah tamparan mendarat langsung di wajah Charlie.
Beberapa teman Charlie melihat situasi ini, langsung meraih botol-botol anggur di meja, bersiap untuk melawan.
Namun, pria yang memimpin kelompok itu hanya menyeringai dingin, “Aku tidak peduli kamu belajar bela diri atau apa pun. Berani-beraninya kamu memukul adik bos kami, aku rasa kalian sudah bosan hidup.”
“Bos? Siapa bos kalian?”