Bab 6 Niat Busuk Charlie
"Tentu saja, Charlie memang jago merayu wanita."
"Beberapa gadis muda selalu bermimpi masuk ke dalam keluarga kaya, tapi mereka tidak lihat latar belakang keluarga mereka sendiri. Charlie sudah punya tunangan, dia hanya mau main-main ...."
Di ruang bawah tanah yang ramai dan bising itu, suara percakapan mereka tidak terdengar jelas oleh Riana dan yang lainnya.
Namun, Julian mendengar percakapan tersebut dan langsung mengerutkan kening.
...
Setelah mendengar percakapan orang-orang itu, Julian pun langsung tidak menyukai Charlie.
Dia tiba-tiba berkata pada Riana, "Dik, ada yang mau aku bicarakan denganmu."
Sambil berkata begitu, dia menarik Riana ke samping.
"Charlie itu punya niat buruk terhadapmu, dia bukan orang baik. Lebih baik kamu jangan berurusan dengannya."
"Apa yang kamu katakan?"
Riana membelalakkan matanya, melihat Julian dengan tak percaya.
"Kak, kamu keluar dari penjara dan malah mengada-ada seperti ini. Charlie begitu baik hati mau bantu carikan pekerjaan untukmu, tapi kamu malah menjelek-jelekkannya."
"Tadi aku dengar mereka bilang Charlie sudah punya tunangan dan dia hanya main-main denganmu," Julian menjelaskan.
Namun, setelah mendengar ini, Riana tertawa karena marah.
"Dari jarak sejauh itu, di tempat yang begitu bising, bagaimana kamu bisa mendengarnya? Julian, kamu membuatku kecewa."
Pada saat itu, pertengkaran mereka juga terdengar oleh Charlie dan teman-temannya.
Wajah Charlie langsung berubah masam.
"Julian, ‘kan? Karena Riana, aku ikut menyebutmu Kak Julian, tapi kata-kata seperti tadi sebaiknya jangan kamu ulangi lagi. Kalau tidak, jangan salahkan aku kalau aku bertindak kasar."
Charlie menatap Julian dengan dingin. Di matanya, Julian hanyalah mantan narapidana, orang yang bahkan tidak layak dipandang jika dia tidak tertarik pada Riana.
"Aku juga memperingatkanmu, jangan dekati adikku. Kalau tidak, aku tidak akan sungkan padamu."
Julian menjawab tanpa sopan.
"Kamu ...."
Wajah Charlie menjadi gelap.
Saat itu, Hanna mencoba melerai.
"Charlie, Julian baru saja keluar dari penjara, dia tidak mengerti, jangan diambil hati."
Sambil berkata demikian, ia melotot ke arah Julian.
"Julian, minta maaf pada Charlie sekarang. Berani-beraninya pada Charlie, dia itu juara ketiga turnamen kota, satu pukulan saja bisa membuatmu KO."
"Hehe."
Julian meremehkan dan menggelengkan kepalanya.
Kalau bukan karena takut membuat adiknya ketakutan, Charlie yang seperti itu mungkin sudah lenyap dari dunia ini dalam sekejap.
Menjadi pemimpin di penjara iblis itu, Julian bukanlah orang yang lemah atau bermoral tinggi.
“Jadi begitu, Kak Julian tidak menghargai keahlianku, ya? Berani tidak, naik ke ring untuk bertanding?”
Charlie mengepalkan tinjunya.
Sejujurnya, dia sudah tidak tahan ingin menghajar Julian.
Julian hanya menyeringai.
Anak ini malah ingin menantangnya. Kebetulan, Julian ingin memberinya sedikit pelajaran agar dia berhenti mengganggu adiknya.
Dia pun mengangguk, “Oke, ayo kita bertanding.”
Mendengar itu, semua orang di sekitar tampak bingung.
Hanna bahkan mengerutkan keningnya.
"Julian, kamu gila ya? Sudah kubilang Charlie adalah juara ketiga di turnamen Kota, kamu masih mau naik ring? Apa otakmu bermasalah?”
Riana di samping juga buru-buru berkata, "Charlie, kakakku tidak mengerti, jangan dianggap serius."
"Tidak, tidak."
Charlie menggelengkan kepalanya.
"Riana, karena kak Julian mau mencoba, maka aku akan menemaninya bermain. Jangan khawatir, aku tidak akan memukulnya terlalu keras."
Setelah berbicara, Charlie menunjukkan senyum licik.
‘Tidak keras, paling hanya membuatnya tidak bisa turun dari tempat tidur selama setengah bulan.’
Dia berpikir dalam hatinya.
Julian tidak mau buang waktu dengan orang seperti ini, dan langsung menuju ke atas panggung.
Mendengar bahwa Charlie akan berkelahi dengan orang lain, banyak orang tiba-tiba menjadi bersemangat.
"Siapa anak ini, berani melawan Charlie? Tinjunya sangat hebat."
“Katanya dia kakak gadis itu, baru keluar dari penjara.”
“Baru keluar penjara sih biasa saja. Aku baru saja menghajar orang yang katanya mantan bos jalanan, tapi di tanganku dia hampir muntah darah. Orang biasa tak ada apa-apanya dibandingkan dengan kita yang profesional.”
Ada keributan di sekitar.
Julian sudah naik ke atas panggung.
Charlie pun naik dan melemparkan sepasang sarung tinju pada Julian, namun Julian langsung melemparkannya ke lantai.
"Aku tidak butuh barang ini."
Dalam seni bela diri sejati, ada banyak teknik tangan yang akan terhambat oleh sarung tinju.