Bab 3 Putri Keluarga Karmin
Dalam dua tahun ini, di antara semua orang keluarga Karmin, Alisa adalah orang yang bersikap paling kejam terhadap Peter.
Masalah militer bukanlah hal sepele, jadi identitas Peter dulu juga dirahasiakan.
Oleh karena itu, bahkan orang keluarga Karmin juga tidak mengetahui apa-apa tentang Peter dulu.
Di dalam hati Alisa, Peter hanyalah seorang tentara tak becus yang tidak bisa dibanggakan.
Peter duduk di samping ranjang dan menatap Alisa dengan acuh tak acuh.
"Tante Alisa, dia sudah sadar dan malah memukulku ...."
Carlo benar-benar tidak bisa terima sudah dipukuli orang cacat.
"Apa?"
Setelah mendengar hal itu, Alisa langsung menoleh ke arah Peter.
Ternyata benar. Saat ini, rupa Peter memang sudah tidak seperti orang idiot.
"Beraninya kamu memukul Tuan Carlo! Apa kamu tahu statusnya?"
"Keluar! Keluar sekarang juga!"
Selesai berbicara, Alisa pun hendak menarik Peter dengan paksa.
"Berhenti!!!"
Tepat di saat itu, terdengar teriakan tegas dan nyaring dari luar pintu.
"Syut!"
Carlo tiba-tiba menghentikan langkahnya, sedangkan Alisa juga tertegun dan melihat ke luar.
Ada seorang wanita yang mengenakan setelan profesional hitam sedang berdiri di luar. Perawakannya tinggi dan langsing, sedangkan rambut hitamnya diikat menjadi sanggul di belakang kepalanya. Wanita itu memancarkan aura bangsawan.
Wajahnya yang putih dan halus itu sama sekali tidak bercela. Dia memiliki hidung mancung dan mulut kecil. Dia terlihat glamor tetapi juga sedikit imut.
Parasnya sangat cantik dan tubuhnya juga proporsional. Bahkan Peter yang sudah bertemu banyak orang juga berdecak kagum di dalam hati setelah melihat wanita itu.
Wanita itu adalah Abigail Karmin, tunangan Peter.
Saat melihat Abigail, ada jejak hasrat yang melintasi mata Carlo. Carlo pun tanpa sadar menjilat bibirnya.
Aura Abigail pada dasarnya memang dingin. Saat mengerutkan alisnya, auranya pun bertambah dingin.
Abigail langsung naik pitam setelah melihat Carlo yang sedang mengarahkan pedang ke arah Peter.
"Apa yang kalian lakukan?"
Abigail melangkah masuk dan langsung berdiri di depan Peter.
Dia sama sekali tidak menyadari ada yang berbeda dari Peter.
"Abigail, pas sekali kamu pulang. Si Idiot ini berani memukul Tuan Carlo!"
Alisa berkacak pinggang dengan satu tangan, seolah-olah sudah bertemu dengan penyelamat.
Carlo juga menyimpan kembali pedang itu dan menimpali, "Abigail, Peter sudah pulih. Mungkin dia sudah sadar dari awal dan hanya pura-pura bodoh untuk membohongimu."
"Dia pasti punya maksud tersembunyi dan mungkin saja berencana untuk menipumu."
Carlo mendengus, tetapi tidak menyebutkan hal tentang ditampar oleh Peter.
Carlo adalah putra tertua keluarga Nillo, jika hal tentang dirinya yang dipukuli Peter tersebar keluar, dia pasti akan ditertawakan orang-orang.
"Dia adalah tunanganku, sudah seharusnya kami hidup bersama. Kenapa dia harus punya maksud tersembunyi?"
"Lagian, apa hubungannya masalah ini denganmu?"
"Dasar kalian ini! Beraninya kalian datang untuk menindasnya lagi saat aku tidak ada. Kalian benar-benar sangat keterlaluan!!!"
Ekspresi Abigail sangat dingin. Dia masih berdiri di depan Peter.
"Kamu! Abigail, aku tidak membohongimu."
"Dia sudah pulih dari awal dan hanya berpura-pura bodoh. Tujuannya adalah untuk bergantung pada kalian!"
"Benar! Abigail, Carlo berkata jujur, aku bisa menjadi saksinya!"
Mendengar kata-kata selaras Alisa dan Carlo, Abigail pun mengerutkan keningnya, lalu berbalik untuk melirik Peter.
"Peter?" panggil Abigail.
"Hmm? Kalian ... siapa?"
Peter tersenyum sinis dalam hati, tetapi wajahnya malah tidak menunjukkan ekspresi apa pun dan terlihat persis seperti orang idiot.
"Kamu! Kamu! Kamu masih berani berakting?"
Melihat adegan itu, Carlo langsung menjadi sangat murka.
"Cukup!"
"Tinggalkan tempat ini sekarang juga!"
Abigail tiba-tiba melangkah maju dan berteriak dengan suara menggelegar.
Melihat Peter yang masih berpura-pura bodoh, Alisa dan Carlo merasa sangat jengkel.
"Peter, awas kamu! Masalah ini masih belum selesai!!!"
Selesai memaki, Carlo menatap Abigail dengan penuh perasaan, lalu berbalik dan pergi bersama Alisa.
Setelah kedua orang itu keluar, Abigail baru mendesah ringan dan perlahan-lahan berbalik menatap Peter.
"Aku tahu mereka tidak akan mendorongmu keluar untuk berjemur, jadi aku mengambil cuti dan pulang," gumam Abigail.
Kemudian, dia mendorong Peter dan berjalan perlahan menuju halaman.
Saat melihat rupa dungu Peter, Abigail mendesah sekali lagi.
Abigail perlahan-lahan berjongkok dan meletakkan tangannya di atas kaki Peter.
"Dulu, kakek pernah memberitahuku kalau kamu adalah kebanggaan militer dan pilar negara!"
"Kamu berperang dengan gagah di medan perang demi membela negara. Kamu adalah orang berbakat yang tiada tara!"
"Aku sudah memujamu dari dulu. Kamu ... adalah idolaku."
"Saat mendengar kalau aku akan bertunangan dan menikah denganmu, aku sangat senang dan sangat gembira ...."
"Tapi saat melihatmu seperti ini, aku juga sangat sedih ...."
Di bawah sinar matahari hangat di halaman.
Abigail membisikkan isi hatinya pada Peter.