Bab 10 Bisa Menyelamatkan dan Membunuh Orang
Tiga mobil mewah berhenti di depan pekarangan kediaman Karmin.
Setelah itu, satu demi satu pengawal berpakaian hitam keluar dari mobil.
Semua pengawal itu menyapa Peter dengan hormat.
Alisa tercengang.
Abigail juga tertegun.
Ada apa ini?
Siapa ... orang-orang ini?
Bentley dan Panamera bukanlah mobil mewah kelas bawah!
Lagi pula, orang-orang ini juga memanggil Peter dengan sebutan hormat Tuan Peter?
Hal ini membuat Abigail dan Alisa langsung terkejut.
Peter hanyalah orang cacat yang kakinya lumpuh, memangnya dia bisa mengenal orang sekaya ini?
Bahkan Peter juga sedikit bingung.
Dia sama sekali tidak mengenal siapa pun di Kota Mandala.
"Tuan Peter, saya adalah Joshua Kuncoro dari Kuncoro Farma."
"Maksud kedatanganku kali ini adalah untuk mengundang Tuan Peter ke rumahku agar kita bisa mengobrol."
Saat ini, Joshua turun dari mobil dan berkata sambil tersenyum pada Peter.
"Hk!"
Abigail tiba-tiba menarik napas tajam.
Sudah tidak perlu dikatakan betapa terkenalnya Kuncoro Farma di Kota Mandala.
Sebagai keturunan langsung keluarga Kuncoro dan anggota dewan direksi Kuncoro, status Joshua semakin tidak terjangkau.
Paling tidak, keluarga Karmin saat ini sama sekali tidak sebanding dengan Kuncoro Farma.
Namun, Joshua malah secara pribadi datang untuk mengundang Peter?
Lagi pula, bukankah Alisa sebelumnya memberitahunya bahwa Joshua mengatakan pil yang diberikan Peter adalah racun?
Kenapa Joshua jadi begitu sopan terhadap Peter sekarang?
Abigail benar-benar tidak bisa menemukan hubungan antara keduanya.
Sementara Alisa pun menjadi malu dan tidak bisa berkata apa-apa.
Peter hanya melirik Joshua dan tetap bungkam.
Joshua memang adalah orang kaya dan sangat terkenal di Kota Mandala.
Namun, dengan semua pencapaian Peter, dia tetap tidak menanggapi Joshua.
Dulu, Peter adalah jenderal pemimpin di barat laut dan sudah menjadi panglima bintang 9 di usia yang sangat muda.
Kekayaan dan kekuasaan berada dalam jangkauannya.
"Tuan Peter, tolong jangan menolak."
Melihat Peter yang tidak berbicara, Joshua sebenarnya merasa sedikit tidak senang, tetapi dia tetap bersikap sopan.
"Peter, kamu harus menghargai permintaan Pak Joshua."
Setelah terdiam sesaat, Abigail pun berkata pada Peter.
"Baiklah kalau begitu."
Peter perlahan-lahan mengangguk, lalu menggerakkan kursi rodanya ke arah Joshua.
Dua pengawal berpakaian hitam langsung melangkah maju untuk mendorong Peter.
"Pak Joshua, permisi. Untuk apa Anda mencari Peter?"
Abigail menekan kegugupan dalam hatinya dan mengerahkan keberaniannya untuk bertanya.
"Aku ingin meminta bantuan Tuan Peter."
"Terima kasih atas bantuan Nona Abigail. Kelak, kedua keluarga kita boleh lebih sering bersilaturahmi."
Joshua tersenyum tipis sambil berkata dan memandang Abigail. Kemudian, dia pun hendak naik ke mobil.
"Kakinya tidak bisa digerakkan, kalian harus lebih memperhatikannya."
"Kalau ada apa-apa, kalian boleh menghubungiku. Aku akan ke sana."
Abigail memberanikan diri sekali lagi, lalu melangkah maju dan memberi instruksi pada Joshua.
"Jangan khawatir, Nona Abigail. Kami pasti akan menjaga Tuan Peter dengan baik."
Joshua tersenyum, lalu secara pribadi membantu memapah Peter ke dalam mobil.
Tiga mobil itu langsung pergi dengan cepat.
Abigail berbalik perlahan dan menatap Alisa.
"Ibu, apa tidak ada yang ingin kamu katakan padaku?"
Abigail mengerutkan alisnya, lalu menatap Alisa sambil berkata dengan acuh tak acuh.
Dia bukanlah orang bodoh.
Sikap Joshua terhadap Peter sudah membuatnya mengerti bahwa Alisa mungkin sedang berbohong.
"A ... apa yang harus aku katakan?"
Wajah Alisa sedikit merona dan dia balik bertanya.
"Kalau pil yang diberikan Peter tadi adalah racun, apa mungkin Pak Joshua bisa bersikap begitu sopan terhadap Peter?"
Abigail menatap Alisa dan bertanya dengan sedikit kesal.
"Mana aku tahu!"
"Mungkin saja Kuncoro Farma ingin meneliti tentang racun akhir-akhir ini?"
Wajah Alisa semakin merah. Kemudian, dia mulai memberi alasan tidak masuk akal.
Abigail hanya menggeleng pelan, lalu berjalan masuk ke dalam rumah.
"Aku akan bertanya padanya lagi saat pulang."
Selesai berbicara, Abigail langsung berjalan masuk ke kamar.
Alisa hanya bisa mengentakkan kakinya di tempat. Dia merasa sangat tidak senang.
Pil yang dikeluarkan Peter tadi mungkin benar-benar luar biasa.
Namun, memangnya kenapa?
Memangnya hanya sebutir pil saja bisa dibandingkan dengan kekuasaan keluarga Nillo?
Di dalam hatinya, Carlo barulah menantu hebat yang dia sukai.
...
Di dalam mobil.
"Tuan Peter, aku mengundangmu karena ingin meminta bantuan padamu."
Setelah terdiam sejenak, Joshua pun membuka mulut.
Dia tidak percaya bahwa Peter adalah dokter ajaib, tetapi dia percaya akan kata-kata Harlan.
Jadi, dia pun ingin mencoba.
Peter tidak mengatakan apa-apa.
Dia pada dasarnya memang pendiam dan hanya bisa lebih banyak bicara di hadapan Abigail.
"Tuan Peter, kamu pasti memiliki keterampilan medis yang mahir, 'kan?"
Joshua juga sudah terbiasa akan sifat Peter, jadi dia bertanya lagi.
"Mengerti sedikit."
Peter hening sejenak sebelum mengangguk.
"Kalau begitu, aku harap Tuan Peter bisa menolongku. Tuan Besar Hasan terkena penyakit yang sulit disembuhkan. Kami sudah mencoba mengobatinya selama tiga tahun, tetapi keadaannya masih belum membaik."
"Sekarang, aku benar-benar sudah kehilangan akal."
Suara Joshua terdengar penuh permohonan.
"Kamu bilang pil yang kuberikan itu racun?"
Peter teringat akan hal itu dan memandang Joshua dengan tatapan lumayan dingin.
"Hmm? Tidak!"
"Pil yang diberikan Tuan Peter itu adalah barang yang sangat bagus, mana mungkin itu adalah racun?"
Joshua tertegun sejenak, lalu buru-buru menjelaskan.
Peter mengangguk ringan.
Joshua tentu saja tidak akan berbohong.
Jika tidak, dia juga tidak akan sengaja datang mencari Peter.
Itu berarti Alisa sudah berbohong.
Tujuannya adalah untuk mengusir Peter.
"Aku harap Tuan Peter bisa membantuku."
Joshua mengamati ekspresi Peter, lalu berkata sambil menangkupkan tangannya.
"Aku tidak tertarik."
"Kalau urusanmu adalah hal ini, antarlah aku pulang."
Ekspresi Peter terlihat acuh tak acuh. Dia sama sekali tidak tertarik untuk mengobati Tuan Besar Hasan.
"Tu ... Tuan Peter, dokter itu seharusnya bermurah hati. Anda tidak boleh hanya berpangku tangan!" kata Joshua dengan sedikit kesal.
"Apa hubungannya hidup dan mati orang lain denganku?"
"Lagian, kenapa aku harus membantumu?"
Nada Peter terdengar sedikit mengejek. Dokter bermurah hati?
Peter bukan hanyalah seorang dokter.
Dia menguasai keterampilan medis dan juga memiliki kemampuan berperang.
Dia bisa menyelamatkan orang dan juga membunuh orang.
"Emm ...."
Joshua tertegun sejenak, lalu buru-buru berkata, "Tuan Peter, silakan katakan berapa besar imbalan yang kamu inginkan."
Peter baru hendak menolak, tetapi dia tiba-tiba kepikiran keadaan Abigail saat ini. Dia pun mau tak mau mendesah pelan dalam hati.
Sejujurnya, Peter memang juga salah satu alasan kenapa keluarga Karmin menjadi lelucon di Kota Mandala.
Peter bisa membedakan kebaikan dan kejahatan.
"Kalau bisa, berikanlah lebih banyak bantuan pada keluarga Karmin."
Saat memikirkan hal itu, Peter pun melambaikan tangannya dan berkata dengan santai.
"Tidak masalah!"
Joshua langsung menepuk dadanya untuk menjamin.
Peter mengangguk dan tidak berbicara lagi.
Setelah ragu sesaat, Joshua masih belum benar-benar yakin akan Peter.
Peter bahkan tidak bertanya tentang keadaan Tuan Besar Hasan, memangnya dia begitu yakin bisa menyembuhkan Tuan Besar Hasan?
"Tuan Peter, sepertinya Anda sangat yakin bisa menyembuhkannya?"
Joshua akhirnya juga tidak tahan dan bertanya pada Peter.
"Kalau bahkan aku juga tidak bisa menyembuhkannya, keluarga Kuncoro sudah boleh mempersiapkan pemakamannya."
Peter memandang ke depan dan berkata dengan tenang.