Bab 8 Menginjak Rusak Barang Seharga Satu Miliar
"Ini benar-benar pemborosan!"
Tetua itu terlihat sangat marah. Kemudian, dia mengulurkan telapak tangan dengan hati-hati dan memungut pil yang diinjak hancur itu sedikit demi sedikit.
Semua orang pun sedikit melongo melihat aksi tetua itu.
Ada apa ini?
Kenapa tetua ini seperti sudah gila?
"Pak Joshua, siapa dia?"
Kenneth mengerutkan keningnya dan menatap Presdir Joshua sambil bertanya.
Presdir Joshua tidak menanggapi Kenneth dan memandang tetua itu dengan kebingungan.
"Da ... dari mana kalian mendapatkannya?"
Tetua itu perlahan-lahan mendongak dan bertanya pada semua orang.
"Haih, Pak Tua, ini adalah sampah yang diberikan seorang idiot."
Setelah mendengar pertanyaannya, Kenneth menggeleng dengan penuh ejekan sambil mencibir.
Semua anggota keluarga Karmin juga ikut mengangguk.
"He ... hehe ...."
"Ini sampah? Kalau ini adalah sampah, mana ada benda berharga lainnya lagi?"
"Bahkan Pil Revitalisasi itu pun akan menjadi sampah di antara sampah, 'kan?"
Tetua itu menggeleng sambil tersenyum sinis.
"Apa?"
Semua orang terkejut lagi.
Pil Revitalisasi yang dihadiahkan Presdir Joshua pasti adalah barang bagus yang langka.
Kuncoro Farma pernah melelang pil itu dan pil itu terjual dengan harga 400 juta!
Sekarang, tetua ini malah mengatakan bahwa Pil Revitalisasi itu malah tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan pil yang dihadiahkan Peter?
Jika begitu, bukankah harga pil ini sudah jauh melebihi 400 juta dan bahkan mencapai satu miliar?
Carlo sudah menginjak rusak barang seharga satu miliar?
Saat memikirkan hal ini, semua anggota keluarga Karmin memandang Carlo dengan tatapan aneh.
Carlo pun tertegun dan buru-buru berkata, "Pak Tua, kamu tidak boleh sembarangan bicara!"
"Tuan Carlo, Tuan Harlan adalah tamu terhormat Kuncoro Farma."
"Dia telah mendalami pengobatan tradisional selama 20 tahun."
"Memangnya dia bisa sembarangan berbicara?"
Presdir Joshua sudah terlebih dulu menjawab dengan tenang sebelum tetua itu berbicara.
Carlo langsung terdiam dalam seketika. Setelah merenung beberapa saat, dia lanjut menentang, "Itu toh memang sampah. Keluargaku juga berbisnis di bidang bahan obat, memangnya aku bisa salah?"
"Kalau begitu, coba sebutkan bahan apa saja yang digunakan untuk membuat pil ini dan apa manfaatnya?"
Harlan balik bertanya dan membuat Carlo terdiam lagi.
"Siapa yang bisa memberitahuku bajingan mana yang sudah menghancurkan obat mujarab ini?"
Harlan perlahan-lahan menyapu semua orang. Siapa pun bisa melihat amarah yang tersembunyi di dalam tatapannya itu.
Semua orang pun terdiam.
Wajah Carlo juga memerah dan dia tetap diam.
Setelah sesaat, Harlan menggeleng.
"Awalnya, aku pikir ingin mengunjungi keluarga Karmin yang merupakan keluarga terkenal saat aku datang ke Kota Mandala."
"Aku tidak sangka kalau kalian juga adalah orang berwawasan sempit yang tidak mengenal barang."
"Aku benar-benar sangat kecewa."
Harlan melambaikan tangannya, lalu mengambil serpihan pil itu dan berbalik untuk keluar.
Presdir Joshua merenung sesaat, lalu bertanya, "Tadi, kalian bilang orang idiot yang menghadiahkan pil ini? Apakah itu ...."
"Benar, itu dia ...."
Nyonya Besar Andrea melongo, lalu menjawab sambil mengangguk.
"Oke! Kalau begitu, aku pamit dulu. Aku akan berkunjung lagi lain kali."
Presdir Joshua juga pamit, lalu berjalan keluar.
Setelah Presdir Joshua dan Harlan pergi, seluruh ruang VIP menjadi hening.
Semua orang sedang berpikir, kenapa si Idiot Peter bisa bisa mendapatkan barang bagus itu?
Bahkan Tuan Harlan, tamu terhormat Kuncoro Farma pun menganggapnya sebagai barang berharga?
Keluarga kaya Kota Mandala pun berangsur-angsur pamit setelah melihat suasana yang canggung itu.
Segera, hanya anggota keluarga Karmin dan Carlo yang tertinggal di ruang VIP.
"Haih, seharusnya Tuan Harlan sudah salah menilai."
"Menurut pengalamanku, bahkan kalau pil itu tidak bisa mencelakai orang, pil itu juga hanya punya manfaat seperti suplemen."
Carlo berdeham pelan, lalu memaksa untuk memberi penjelasan.
Namun, semua anggota keluarga Karmin mempunyai pemikiran tersendiri akan kata-kata Carlo itu.
"Sebaiknya kita jangan membahas hal ini lagi!"
Nyonya Besar Andrea mengerutkan alisnya sejenak, lalu berkata sambil melambaikan tangannya.
"Nyonya Besar, mengenai masalahku dan Abigail ...."
Carlo menyentuh hidungnya, lalu bertanya lagi.
"Aku akan menanyakan pendapat Abigail dulu," kata Nyonya Besar Andrea sambil melambaikan tangannya.
Sekarang, dia tiba-tiba merasa bahwa Peter mungkin benar-benar tidak biasa.
Jadi, sebelum mengetahui hal itu secara jelas, dia hanya bisa mengesampingkan masalah Carlo ini.
"Baik!"
Carlo merasa kesal, tetapi dia tidak menunjukkannya.
'Keluarga Karmin, teruslah bersikap sombong!'
'Setelah mendapatkan Abigail, aku pasti akan mengakuisisi seluruh aset keluarga Karmin!'
...
Di tepi Danau Mandala.
Abigail mendorong Peter ke tepi danau untuk berjalan-jalan.
"Peter, tidak apa-apa kamu tidak memberi hadiah apa pun!"
"Tapi kenapa kamu menghadiahkan barang seperti itu?"
Abigail berangsur-angsur menghentikan langkahnya, lalu bergumam sambil menatap ke permukaan danau.
Matanya dipenuhi dengan kesedihan dan kesepian.
"Pil yang kuhadiahkan itu benar-benar adalah barang bagus."
"Hanya saja, mereka tidak tidak tahu mengenal barang."
Peter menatap Abigail dan berkata dengan serius.
Abigail menggeleng pelan dan mendesah dalam hati.
Peter sudah mengalami demensia dan cacat selama dua tahun.
Dari mana dia bisa mendapatkan barang bagus?
Seperti apa yang dikatakan Kenneth, jika Peter mempunyai obat mujarab, kenapa dia tidak menyembuhkan cacatnya sendiri?
"Keluarga Karmin pada dasarnya sudah tidak menyukaimu."
"Setelah hal ini, mereka pasti bertambah kesal."
"Dengan begitu, apa kamu tahu kalau kamu akan semakin sulit untuk bisa terus tinggal di kediaman Karmin?"
Abigail menoleh perlahan dan menatap Peter dengan mata berlinang air mata.
Matanya dipenuhi penderitaan dan kesedihan yang mendalam.
Saat ini, Peter juga merasa kasihan pada Abigail.
Peter tidak melakukan kesalahan apa pun, tetapi penderitaan Abigail memang ditimbulkan dirinya.
Abigail dan tunangannya yang cacat sudah diusir di depan umum di hari ulang tahun neneknya sendiri.
Betapa memalukannya hal itu?
"Aku tidak peduli tentang pandangan keluarga Karmin terhadapku."
"Aku tinggal di kediaman Karmin hannya demi kamu."
Peter menatap Abigail dan berkata sambil perlahan-lahan mengulurkan tangannya.